KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat
dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Konsep
Islam Tentang Wahyu Dan Kenabian” Pada makalah ini kami banyak mengambil dari
berbagai sumber dan refrensi dan pengarahan dari berbagai pihak .oleh sebab
itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun
menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna, untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak yang membaca…
Taluk
Kuantan, Novenber 2016
Kelompok 7
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar................................................................................................... i
Daftar
Isi............................................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1
Latar Belakang................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah.............................................................................. 2
1.3
Tujuan................................................................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN..................................................................................... 3
2.1
Pengertian Wahyu.............................................................................. 3
2.2
Kegunaan Kenabian........................................................................... 7
2.3
Urgensi, Tujuan Dalam Kenabian..................................................... 8
2.4
Misi Dan Sifat Nabi........................................................................... 9
BAB
III PENUTUP............................................................................................. 12
3.1 Kesimpulan........................................................................................ 12
DAFTARPUSTAKA........................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Kata Pengantar
Di sepanjang sejarah telah
bermunculan para nabi benar dan para nabi palsu, yakni orang-orang yang
mengklaim dirinya sebagai nabi secara dusta. Oleh karena itu, kita di sini akan
membahas konsep kenabian dengan harapan menjadi jelas mana nabi benar dan mana
nabi palsu.
Secara pendekatan logikal terdapat
empat klasifikasi yang dapat dibedakan dari orang-orang yang mengklaim dirinya
dengan kenabian, di mana empat kemungkinan ini diperoleh dari gejala dan fenomena
berikut ini; para nabi dalam ucapannya benar atau bohong, dan benar serta
bohong ini dapat dinisbahkan dari sisi pelaku dan juga dari sisi perbuatan itu
sendiri. Dengan kata lain para pengklaim kenabian: 1) Terdapat padanya kebaikan
perbuatan (fi’li) dan pelaku perbuatan(fâ’ili), 2) atau
keduanya tidak dimiliki, 3) atau pertama dimiliki dan kedua tidak dimiliki, 4)
atau pertama tidak dimiliki dan kedua dimiliki.
Kondisi ketiga, yakni kenabian
mempunyai kebaikan fi’li dan tidak mempunyai kebaikan fâ’ili tidak
terjadi dalam sejarah. Kondisi pertama, berdasarkan satu landasan mempunyai
realitas dan banyak para nabi berdatangan disepanjang sejarah di mana mereka
memiliki kebaikan fâ’ili (pelaku perbuatan) dan juga memiliki
kebaikan fi’li (perbuatan). Para nabi agama Ibrahimi dapat
dikategorikan dalam kelompok ini. Kondisi kedua juga tanpa diragukan mempunyai
sampel dan contoh, serta ada kemungkinan sesudah ini juga masih terjadi. Para
nabi dusta dan palsu yang kebohongan mereka adalah jelas, seperti Musailamah
Al-Kadzdzab, Mirza Ghulam Ahmad dan pembid’ah-pembid’ah lainnya. Kondisi
keempat, yakni seseorang menyangka bahwa dirinya benar-benar mendapat tugas
dari Tuhan dan pesan Tuhan harus ia sampaikan pada seluruh masyarakat dunia.
1.2RUMUSAN MASALAH
1.
Pengertian wahyu dan kenabian ?
2.
Bagaimana urgensi, tugas kenabian ?
3.
Bagaiamana Misi dan Sifat kenabian?
1.3
TUJUAN
1. Mengetahui Pengertian wahyu dan kenabian ?
2. Mengetahui Bagaimana urgensi, tugas kenabian ?
3. Mengetahui Bagaiamana Misi dan Sifat kenabian?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian wahyu
Wahyu berasal dari kata arab al-wahy
(الو حى), dan al-wahy adalah kata asli Arab dan bukan kata
pinjaman dari bahasa asing. Kata itu berarti suara, api dan kecepatan. Di
samping itu ia juga mengandung arti bisikan, isyarat, tulisan dan kitab. Al-wahy
selanjutnya mengandung arti pemberitahuan secara tersembunyi dan dengan cepat.
Tetapi kata itu lebih di kenal dalam arti” apa yang di sampaikan Tuhan kepada
nabi-nabi”. Dalam kata wahyu dengan demikian terkandung arti penyampaian sabda
Tuhan kepada orang pilihanya agar di teruskan kepada umat manusia untuk di
jadikan pegangan hidup. Sabda Tuhan mengandung ajaran, petunjuk dan pedoman
yang di perlakukan umat manusia dalam perjalanan hidupnya baik di dunia ini
maupun di akhirat nanti. Dalam islam wahyu atau sabda Tuhan yang di sampaikan
kepada Nabi Muhammad s.a.w terkumpul semuanya dalam al-Qur’an.
Penjelasan tentang terjadinya
komunikasi antara tuhan dan nabi-nabi, di berikan oleh al-Qur’an sendiri. Salah
satu ayat dalam surat Asy-Syura’ menjelaskan:
* $tBur tb%x. AŽ|³u;Ï9 br& çmyJÏk=s3ムª!$# žwÎ) $·‹ômur ÷rr& `ÏB Ç›!#u‘ur A>$pgÉo ÷rr& Ÿ@Å™öムZwqß™u‘ zÓÇrqã‹sù ¾ÏmÏRøŒÎ*Î $tB âä!$t±o„ 4 ¼çm¯RÎ) ;’Í?tã ÒOŠÅ6ym ÇÎÊÈ
51. Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa
Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang
tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya
dengan seizin-Nya apa yang dia kehendaki. Sesungguhnya dia Maha Tinggi lagi
Maha Bijaksana. (Q.S Asy Syura’42-51)
Adanya komunikasi antara
oarang-oarang tertentu dengan Tuhan bukanlah hal yang ganjil. Oleh karena itu
adanya dalam islam wahyu dari Tuhan kepada Nabi Muhammad Saw, bukanlah pula
suatu hal yang tidak dapat diterima akal.
Sebagai telah disebut wahyu yang di
sampaikan Tuhan kepada NabiMuhammad s.a.w, melalui jibril mengambil bentuk
Al-Qur’an Ayat-ayat Al-Qur’an dengan demikian merupakan sabda Tuhan bukan hanya
dalam isi, tetapi juga dalam kata-katanya. Dengan kata lain, teks Arab yang
mengandung isi dan arti-arti itu adalah di wahyukan Tuhan kepada Nabi Muhammad
s.a.w, melalui jibril. Sebagai kata Seyyed Hossein Nsar “baik jiwa maupun
kata-kata, baik isi maupun bentuknya” adalah suci dan diwahyukan.
Dikalangan kaum orientalis yang
menulis tentang islam, soal wahyu yang di sampaikan kepada Nabi Muhammad s.a.w.
ini juga banyak di bahas. Salah satu dari mereka, Tor Andrae, menjelaskan bahwa
terdapat dua bentuk wahyu, pertama wahyu yang di terima melalui pendengaran
(auditory) dan kedua, wahyu yang di terima melalui penglihatan (visual). Dalam
bentuk pertama wahyu meupakan suara yang berbicara ke telinga ataupun ke hati
seorang Nabi. Dalam bentuk kedua wahyu merupakan pandangan dan gambar,
terkadang jelas sekali, tetapi biasanya samar-samar. Dalam penerimaan wahyu,
Nabi Muhammad, demikian Tor Andrae selanjutnya, termasuk tipe pertama, tipe pendengaran.
Wahyu didiktikan kepada beliau oleh suara yang menurut keyakinan beliau berasal
dari jibril. Selanjutnya Tor Andre membawa ayat al Qur’an untuk mempekuat
uraian di atas.
Ÿw õ8ÌhptéB ¾ÏmÎ y7tR$|¡Ï9 Ÿ@yf÷ètGÏ9 ÿ¾ÏmÎ ÇÊÏÈ
¨bÎ) $uZøŠn=tã ¼çmyè÷Hsd ¼çmtR#uäöè%ur ÇÊÐÈ
#sŒÎ*sù çm»tRù&ts% ôìÎ7¨?$$sù ¼çmtR#uäöè% ÇÊÑÈ
§NèO ¨bÎ) $uZøŠn=tã ¼çmtR$uŠt ÇÊÒÈ
16.
Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran Karena hendak cepat-cepat
(menguasai)nya.
17. Sesungguhnya atas
tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai)
membacanya.
18. Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka ikutilah
bacaannya itu.
19. Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.
.(Q.S. Al Qiyamah
16-19)
Dalam hubungan ini Dr. M. Abdullah
Diraz menulis bahwa antara penerimaan wahyu oleh Nabi Muhammad s.a.w. dan
penerimaan ilham oleh penyair dan filosof terdapat perbedaan. Pada penyair dan
filosof terdapat terlebih dahulu dalam diri mereka ide dan kemudian barulah ide
itu di ungkapkan dalam kata-kata. Sebaliknya dalam diri Nabi tidak ada ide
sebelumnya. Nabi mendengar suara yang jelas tanpa ada ide yang mendahului
ataupun bersamaan datangnya dengan kata yang di ucapkan. Nabi Muhammad sendiri
pada mulanya merasa terperanjat karena di ketika beliau ingin menangkap
kata-kata yang di dengar beliau merasa dirinya dipaksa untuk mengucapkan
kata-kata yang di wahyukan itu.
Maka yang di wahyukan dalam islam
bukanlah hanya isi tetapi juga teks Arab dari ayat-ayat sebagai terkandung dalam
al-Qur’an dalam teks Arabnya dari Tuhan bersifat absolut.
Dengan lain kata yang diakui wahyu
dalam islam adalah teks Arab al-Qur’an sebagai yang diterima Nabi Muhammad
s.a.w. dari jibril. Kalau dirubah susunan kata ataupun di ganti kata dengan
sinonimnya, itu tidak lagi wahyu. Itu sudah merupakan penafsiran dari ayat
al-Qur’an. Penafsiran bukanlah wahyu, tetapi adalah hasil ijtihat atau
pemikiran manusia
Konsepsi islam tentang wahyu adalah
bahwa kehendak ilahi selalu akan di ungkapkan dalam bentuk komunikasi yang
jelas dan pasti, dari Allah melalui rasulnya. Wahyu Allah yang di turunkan pada
nabi ibrahim, musa, daut, isa, adalah sesuai dengan masing” zamanya. Sedang
al-quran sebagai wahyu terakhir yang di turunkan Allah kepada nabi muhammad SAW
merupakan pengulangan, koreksi, pelengkaap, dan penyempurna dari wahyu-wahyu
yang pernah di turunkan sebelumnya.
Tuhan yang menuntun manusia-dalam
kenyataan seluruh tuntunan Allah melimpah ke seluruh makhluk melalui sejumlah
jalan. Di antaranya adalah naluri, intuisi, inspirasi, dan juga mimpi para
rasul. Dan petunjuk tuhan tertinggi telah di wahyukan melalui cara yang teramat
gamblang dan kategoris. Yaitu melalui firman tuhan yang di wahyukan melalui
rasul-nya.firman tuhan, sebagaimana yang terkandung di dalam kitab suci, berisi
hukum yaitu kode (aturan) tertinggi yang mengatur seluruh kehidupan manusia.
Rosul, yang juga manusia biasa, adalah insan pertama yang menerima wahyu
tersebut dan terus mempraktekanya, dan kemudian menjadi contoh untuk di tiru
umatnya. Memang peran seorang rasul adalah membawa pesan ilahi kepada seluruh
umat manusia, menjelaskan, memerinci, menerapkan, dan kemudian melalui proses
tersebut-baik dalam lingkup kehidupan pribadi ataupun masyarakat sehingga
akhirnya cita-cita dan gagasan yang terkandung dalam wahyu ilahi akan terwujud
da atas panggung sejarah.
Titik perhatian utama islam adalah
menjadikan firman ilahi sebagai ideologi yang menuntun transformasi masyarakat
manusia di dalam kenyataan kehidupan manusia. Diharapkan bahwa sepiritualitas akan
mewarnai seluruh perubahan yang ada-yaitu pada lubuk terdalam nurani
manusia-sosial ekonomi, lembaga-lembaga politik, dan kebijakan di masyarakat.
Pemahaman ini juga mendasari konsep persamaan manusia dan kesatuan manusia. Di
dalam islam tidak ada lembaga kependetaan, atau orang-orang terpilih.
Di hadapan tuhan, seluruh manusia
sama, dan semua tunduk di bawah hukum kuasa ilahi. Tidak seorangpun yang
menempati posisi manusia adi (supra-human) atau memiliki otoritas agama,
sehingga miliki hak-hak istimewa terhadap orang lain. Apa pun bentuk
otoritasnya, semua terletak di tangan tuhan dan rasulnya. Dan tidak satu pun,
juga tidak pada ulama atau pemerintah yang di tegakkanya, apabila ada, yang
mempunyai hak untuk mengaku sebagai wakil tuhan dan kehendak-nya. Kehendak
ilahi hanya dapat di temukan dalam kitab suci-nya, dan pada contoh perbuatan
yang di lakukan rasul-nya. Yang ini memang tersedia, dan mudah di jangkau oleh
umat manusia. Kitab suci dan rasul-nya, merupakan kriteria manusia yang di
cita-citakan. Tolak-ukur inilah yang merobek tabir eksploitasi manusia oleh
manusia dalam segala bentuk, baik yang agamis ataupun bukan, dan kemudian
meletakan manusia di bawah supremasi satu kode dan satu hukum. AL-Quran adalah
pernyataan kehendak ilahi yang terakhir-yaitu kode penuntun bagi ummat manusia.
Ummat islam, yaitu masyarakat ummat beriman, merupakan gambaran sekumpulan
orang yang setia kepada kitab suci tersebut. Yaitu mereka yang mempercayainya,
yang tegak di bawah aturannya, dan yang mengembangkan identitas diri di bawah
titahnya.
2.2
Kenabian
Secara etimologi nabi berasal
dari kata na-baartinya di tinggikan, atau dari kata na-ba artinya berita. Dalam
hal ini seorang Nabi adalah seorang yang ditinggikan derajatnya oleh Allah swt,
dengan memberinya berita (wahyu). Sedangkan kenabian itu artinya penunjukan
atau pemilihan Allah, terhadap salah seorang dari hambanya-Nya dengan
memberinya wahyu. sedangkan arti temologis Nabi aadalah manusia biasa yang
mendapatkan keistimewaan menerima wahyu dari Allah Swt. Di aatara para abi ada
yang di amanatkan unutuk menyampaiakn wahyu yang diteriumanya, kepada umat
manusia. Nabi yang demikian itu di sebut Rasul.
Dalam
agama islam beriman kepada para Rasul dan para Nabi adalah salah satu
dari rukun iman. Al Qur’an surah al-Baqarah(2:77) mengatakan .
* }§øŠ©9 §ŽÉ9ø9$# br& (#q—9uqè? öNä3ydqã_ãr Ÿ@t6Ï% É-ÎŽô³yJø9$# É>ÌøóyJø9$#ur £`Å3»s9ur §ŽÉ9ø9$# ô`tB z`tB#uä «!$$Î ÏQöqu‹ø9$#ur ÌÅzFy$# Ïpx6Í´¯»n=yJø9$#ur É=»tGÅ3ø9$#ur z`¿Íh‹Î;¨Z9$#ur ’tA#uäur tA$yJø9$# 4’n?tã ¾ÏmÎm6ãm “ÍrsŒ 4†n1öà)ø9$# 4’yJ»tGuŠø9$#ur tûüÅ3»|¡yJø9$#ur tûøó$#ur È@‹Î6¡¡9$# tû,Î#ͬ!$¡¡9$#ur ’Îûur ÅU$s%Ìh9$# uQ$s%r&ur no4qn=¢Á9$# ’tA#uäur no4qŸ2¨“9$# šcqèùqßJø9$#ur öNÏdωôgyèÎ #sŒÎ) (#r߉yg»tã ( tûïÎŽÉ9»¢Á9$#ur ’Îû Ïä!$y™ù't7ø9$# Ïä!#§ŽœØ9$#ur tûüÏnur Ĩù't7ø9$# 3 y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# (#qè%y‰|¹ ( y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)GßJø9$# ÇÊÐÐÈ
“Bukanlah menghadapkan wajahmu
ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan
itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan
orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat,
dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia
berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah
orang-orang yang bertakwa.”(Q.S
Al Baqarah:77).
2.3 Urgensi, Tujuan Dalam Kenabian
a)
Urgensi Nabi
Ketika membahas tentang kenabian
pertanyaan mendasar yang muncul adalah mengapa harus ada nabi? Untuk membahas
persoalan ini, dapat di lihat dari dua sudut pendekatan, yaitu:
1.Pendekatan
Doktrinal
Dari sudut pandang Tuhan sendir,
apakah sebenarnya yang di kehendaki Tuhan dengan menutus para nabi itu. Di
lihat dari sudut pandang firman, doktrin atau normatif, maka kedatangan
kelahiran nabi-nabi dalam realitas masyarakat adalah merupakan nikmat yang di
berikan Tuhan kepada masyarakat itu sendir, agar kehidupan masyarakat dapat
berjalan seimbang, selamat dari konflik yang menghancurkan diri mereka sendiri.
Dengan kata lain, para nabi adalah suara hati masyarakat yang harus ada, dan
tidak boleh mati, karena jika dalam masyarakt telah kehilangan hati nuraninya,
atau hati nuraninya mati, maka masyarakat itu menjadi rusak karena konflik yang
terjadi sudah tidak terkendali, yang dapat menimbulkan kekerasan dan kekacauan.
2.Pendekatan
Historis
Apakah memang kehadiran para nabi di
perlukan dalam realitas kehidupan suatu masyarakat, sehingga Tuhan perlu
mengutusnya untuk masyarakat itu. Jika di lihat dari konteks social, maka
sejarah menjelaskan bahwa pada saat kelahiaran Nabi Muhammad SAW. Keadaan
masyarakat pada waktu itu sedang di landa krisis moral yang fundamental, yang
di tandai oleh adanya perbudakan dan penindasanyang kuat tehadap yang lemah,
sehingga manusia menjadi suatu komediti dalam pasar jual beli budak, penindasan
terhadap kaum perempuan yang di bunuh sejak di ketahui jenis kelamin, sistem
politik yang di kuasai oleh fanatisme kesukuan yang sempit, serta dengan
landasan sestem ketuhanan yang memuja materi yang di wujudkan pada penyembahan
patung-patung. Krisis moral itu telah menghancurkan kehidupan masyarakat dalam
berbagai aspeknya:social politik, ekonomi, budaya, dan agama. Barangkali karena
kenyataan itulah Nabi Muhammad SAW sendiri menegaskan bahwa sesungguhnya ia di
utus untuk menyempurnakkan budi pekerti yang mulia masyarakatnya yang telah
sakit dan berada dalam jurang kehancuran.
b)
Tujuan Nabi
Di antara para Nani yang ada yang di
amanatkan untuk menyampaikan risalah yang dibawanya. Berikut ini adalah
rinciannya:
1) Sebagai penyampai syariat rabbani
manusia (Q.S AL Maidah 5;67) dan (Al Ahzab 33: 38)
2) Menjelaskan makna nas yang
diturunkan kepada umat (Q.S An Nahl 16: 44)
3) Menunutun umat kepada kebaikan dan
mewanti-wanti mereka agar menghindari keburukan. Hal ini di tegaskan oleh
rasulullah dalam sabdanya yang di riwayatkan oleh Muslim yang artinya sebagai
berikut : “ tidak ada seorang nabi pun sebelum ku kecuali di haruskan unutuk
menuntun dan menunjukkan kebaikan kepada umatnya, apa yang di ajarkan kepada
mereka dan memperingatkan akan kejahatan yang di ajarakan kepada mereka.”
4) Mendidik manusia dengan metode
rabbani.
2.4
Misi Dan Sifat Nabi
a.
Misi
Nabi mulai menda’wahkan misinya
dengan cara rahasia pertama kali kepada kawan-kawan karibnua ke udian kepada
anggota-anggota sukunya sendiri, dan sesudah itu dengan cara umum di dalam kota
dan daerah-daerah luar kota. Dia berpegang pada kepercayaan pada tuhan satu
yang transcendent (di luar alam dunia), pada kebangkitan dan pengadilan
hari akhir. Dia mengajak para manusia untuk bertulus ikhlas, dan bermurah hati.
Dia telah mengambil langjah-langkah yang perlu untuk memelihara melalui tulisan
wahyu-wahyu yang telah di terima, dan memerintah kan kepada pengikutnya juga
untuk menghafalkannya ini semua berlansung terus menerus sepanjang hidupnya,
karena Qur’an tidak di wahyukan semua sekaligus, tetapi sepotong-sepotong
sewaktu keadaan memerlukan.
b.
Sifat Nabi
Keutamaan sifatnya nabi Muhammad Saw
Meskipun
para nabi itu Manusia biasa yang makan dan minum, sehat dan sakit, kwain dengan
wanita, berjalan di pasar-pasar, mengalami berbagai hal yang lazim di alami
oleh manusia, seperti lemah, tua, mati dan sebagainya, namun mereka
memiliki keistimewaan dan mempunyai sifat-sifat yang khusus dan agung sesuai
dangan kedudukannya. Sifat-sifat tersebut ialah
a) Ash Shidiqi
Sidat ini merupakan kelaziman bagi
seorang Nabi meskipun sifat ini merupakan suatu keharusan bagi setiap orang.
Namun, karena kaitannya dengan dakwah para Nabi, maka siaft ini merupakan sifat
yang lazim, lekat pada mereka, bahakn merupakan sifat fitriyah mereka. Karena
itu ada seorang Nabipun yang melakukan perbuatan yang sekiranya dapat menurunkan
gengsi dan drajadnya, seperti berdusta, berhianat, curang, makan harta orang
lain secara batil dan sifat-sifat tercela lainnya. Sifat-sifat tercela seperti
itu tidak layak kepada oaring biasa apalagi terhadap seorang nabi yang selalu
dekat dengan Allah atau terdapat kepada seorang Rasull yang sangat terhormat.
Dalam firmanya di bawah ini Allah
menjelaskan;
“seandainya dia Muhammad
mengada-adakan sebagian perkattan atas nama kami, niscaya benar-benar kami
pegang dia pada tangan kanannya ( kami beri tindakan sekeras-kerasnya ).
Kemudian benar-benar kami potong urat tali jantungnya. Maka tidak ada
seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi kami dari melakukan tindakan itu.
Sesunggunya al-qur’an itu benar-benar suatu pelajaran bagi orang-orang yang
bertaqwa”.(al- Haqqah 44-48 ).
b)
Al-Amanah (dapat di percaya )
Nabi adalah orang yang dapat di
percayang dalam mengemban wahyu, menyampaikan perintah-printah dan larangan
Allah kepada hamba-hambanya, tanpa di tambah atau dikurangi, tanpa di ubah atau
di ganti demi merealisasikan firman Allah.
”Orang-orang yang menyampaikan risalah Alllah. Mereka takut
kepadanya dan tiada takut kepada seorangpun selain Allah. Dan cukuplah Allah
sebagai pembuat perhitungan.”(Al-Ahzab 39).[
c)
At Tabligh
Sifat ini hanya khusus bagi para
Rasul. Yang di maksud dengan tabligh adalah bahwa para Rasul menyampaikan
hokum-hukum Allah dan menyampaikan wahyu yang diturunkan kepada mereka dari
langit. Maka, tidak ada sedikit pun wahyu Allah yang mereka sembunyikan
meskipun dalam penyampaian itu mereka mengahdapi resiko dan tantangan dari
orang-orang jahat dan durhaka.
Al-Qur’am
merekam perkataan Nabi Nuh As sebagai berikut.
“Nuh
berkata, “ Hai kaumku, taka da padaku kesesatan sedikitpun, tetapi aku adalah
utusan dari rabb semesta alam. Aku samapaikan kepadamu amanat-amanat Robbku dan
aku memberi nasihat kepadamu, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu
ketahui”(Al-A’raf 61-62)
d) Al-Fathanah
Setiap nabi yang di utus oleh Allah
pasti memiliki kecerdasan yang tinggi, pikiran yang sempurna dan lurus, cerdik
dan cendikia. Marilah kita perhatikan firman allah dalam menyifati kekasihnya,
Ibrahim As.
“sesungguhnya telah kami anugrahkan kepada Ibrahim
kecerdasan (hidayah kepada kebenaran) sebelum( Musa dan Harun) dan adalah kami
mengetahui (keadaan) nya “(Al
Anbiya’ 51)
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1)
Wahyu
Wahyu berasal dari kata arab al-wahy
(الو حى), dan al-wahy adalah kata asli Arab dan bukan kata
pinjaman dari bahasa asing. Kata itu berarti suara, api dan kecepatan. Di
samping itu ia juga mengandung arti bisikan, isyarat, tulisan dan kitab. Al-wahy
selanjutnya mengandung arti pemberitahuan secara tersembunyi dan dengan cepat.
Tetapi kata itu lebih di kenal dalam arti” apa yang di sampaikan Tuhan kepada
nabi-nabi”.
2) Kenabian
Secara etimologi nabi berasal
dari kata na-baartinya di tinggikan, atau dari kata na-ba artinya berita. Dalam
hal ini seorang Nabi adalah seorang yang ditinggikan derajatnya oleh Allah swt,
dengan memberinya berita ( wahyu). Sedangkan kenabian itu artinya
penunjukan atau pemilihan Allah, terhadap salah seorang dari hambanya-Nya
dengan memberinya wahyu. sedangkan arti temologis Nabi aadalah manusia biasa
yang mendapatkan keistimewaan menerima wahyu dari Allah Swt.
3) Urgensi Nabi
1. Pendekatan Doktrinal
2. Pendekatan Historis
4) Misi
Dia
berpegang pada kepercayaan pada tuhan satu yang transcendent (di luar
alam dunia), pada kebangkitan dan pengadilan hari akhir.
5) Sifat Nabi
e)
Ash Shidiqi
f)
Al-Amanah (dapat di percaya )
g) At Tabligh
h)
Al-Fathanah
DAFTAR PUSTAKA
Alcaff, Muhammad. 2009. Teladan Abadi
Muhammad SAW. Jakarta : Al-Huda
Syukur, Amin. 2006. Pengantar Studi
Islam. Semarang : Lemkota Semarang
Zhafran, Muh.Atha. 2009. Pintar Agama
Islam. Solo : CV. Bringin 55
Sigit Marwanto, Definisi Nabi dan
Rasul, sigit-ajaranislam.blogspot.com/2011/05/definisi-nabi-dan-rasul.html
(diakses pada 5 November 2013 pukul 13:47)
Luqman Hakim, Nabi Muhammad di
Mata Orientalis,
terimakasih nuhun
BalasHapus