KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah kami yang berjudul “Kultur Jaringan Anggrek”Pada makalah ini kami
banyak mengambil dari berbagai sumber dan refrensi dan pengarahan dari berbagai
pihak .oleh sebab itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih
sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Penyusunan menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat
jauh dari sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna kesempurnaan laporan ini.
Akhir kata penyusun mengucapkan terima
kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak yang membaca…
Taluk Kuantan, Juli 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar............................................................................................................. i
Daftar
Isi...................................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN............................................................................................. 1
1.1
Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2
Rumusan Masalah............................................................................................ 3
1.3
Tujuan.............................................................................................................. 3
BAB
II PEMBAHASAN.............................................................................................. 4
2.1
Defenisi Kultur Jaringan.................................................................................. 4
2.2
Manfaat Kultur Jaringan tanaman................................................................... 6
BAB
III PENUTUP...................................................................................................... 8
3.1 Kesimpulan...................................................................................................... 8
DAFTARPUSTAKA.................................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keanekaragaman spesies anggrek di
indonesia sangat besar,diperkirakan sekitar 5000 spesies anggrek yang tersebar
di hutan Indonesia. Keadaan ini merupakan potensi yang sangat berharga bagi
pengembangan anggrek di Indonesia. Terutama berkaitan dengan sumber daya
genetik angger yang sangat diperlukan untuk menghasilkan anggrek-anggrek silang
yang baik dan unggul.
Sangat disayangkan keanekaragaman
jenis anggrek tersebut terancam kelestariannya karena maraknya penebangan hutan
dan konversi hutan. Penyebab lainnya adalah banyaknya pencurian terselubung
oleh orang asing terhadap anggrek-anggrek asli alam. Oleh karena itu perlu
melestarikan serta menginventariskan plasma nutfah jenis-jenis anggrek yang
kita miliki. Sehingga terjamin kelestarian keanekaragaman jenis anggrek
tersebut ( Sandra, 2004).
Kultur jaringan tanaman adalah
metode atau teknik mengisolasi jaringan, organ, sel maupun protoplas tanaman,
menjadikan eksplan dan menumbuhkannya ke dalam media pertumbuhan yang aseptik
sehingga eksplan tersebut dapat tumbuh dan berkembang, berorganogenesis dan
dapat beregenerasi menjadi tanaman sempurna. Teknik kultur jaringan beranjak
dari teori totipotensi (total genetic potensial) yang dikemukakan oleh
Sleiden dan Schwan pada tahun 1838. Menurut teori ini sel tanaman adalah suatu
unit yang otonom yang didalamnya mengandung material genetik lengkap, sehingga
apabila ditumbuhkan didalam lingkungan tumbuh yang sesuai akan tumbuh dan
bregenerasi menjadi tanaman lengkap/utuh (Mattjik 2005).
Menurut Yusnita (2003) kultur jaringan
dapat digunakan untuk keperluan ; menyimpan plasma nutfah, menyelamatkan
embrio, memperbanyak klonal tanaman, manipulasi kultur protoplas, merekayasa
genetik tanaman, memproduksi tanaman haploid, dan menginduksi ragam somaklonal.
Tanaman yang digunakan sebagai eksplan, perlu memperhatikan umur fisiologis dan
ontogenetik tanaman induk, serta ukuran eksplan karena ini merupakan faktor
penting dalam kultur jaringan.
Eksplan yang digunakan pada umumnya
adalah bagian tunas pucuk (tunas apikal) atau mata tunas lateral pada potongan
batang berbuku dan bagian daun. Pada kultur jaringan penyimpangan dalam proses
mitosis tetap dapat terjadi. Penyimpangan mitosis ini akan mengakibatkan
perubahan genetika sehingga tanaman baru yang dihasilkan tidak sama dengan induknya
(ragam somaklonal). Ragam somaklonal didefinisikan sebagai ragam genetik dari
tanaman yang dihasilkan oleh sel somatik tanaman yang ditumbuhkan secara in
vitro (Mattjik 2005).
Perbanyakan anggrek dapat dilakukan
secara generatif maupun vegetatif. Secara generatif, perbanyakan dilakukan
melalui proses perkecambahan biji anggrek secara in vitro yang diawali
dengan penanaman biji dengan cara penaburan biji pada media padat atau cair.
Biji tersebut dapat ditumbuhkan langsung menjadi planlet. Secara vegetatif
perbanyakan dapat dilakukan menggunakan bagian somatis tanaman melalui
subkultur yang ditanam dalam media tanam sehingga tumbuh menjadi PLB (protocorm
like bodies) dan kemudian diregenerasikan menjadi planlet. Hal tersebut
dapat dilakukan melalui modifikasi media baik hormon maupun nutrisi (Hendaryono
2000).
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa
defenisi kultur jaringan?
2.
Apa manfaat kultur jaringan tanaman ?
1.3 Tujuan
1.
Megetahui
defenisi kultur jaringan
2.
Megetahui
manfaat kultur jaringan tanaman
BAB II
PEMBAHAN
2.1
Defenisi Kultur Jaringan
Kultur
jaringan tanaman pertama kali berhasil dilakukan ole White pada thaun 1934.
Pada tahun 1939, Whiter melaporkan keberhasilannya dalam membuat kultur kalus
dari wortel (animasi kultur kalus wortel) dan tembakau. Pada tahun 1957,
tulisan penting Skoog dan Miller dipublikasikan dimana mereka menyatakan bahwa
interkasi kuantitatif antara auksin dan sitokinin menentukan tipe pertumbuhan
dan morfogenik yang akan terjadi.
Penelitian
mereka pada tembakau mengindikasikan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin
yang tinggi akan menginduksi pengakaran, sedangkan rasio sebaliknya akan
menginduksi pembentukan tunas. Akan tetapi pola respon ini tidak berlaku
universal. Temuan penting lainnya adalah hasil penelitian Morel tentang
perbanyakan anggrek melalui kultur jaringan pada tahun 1960, dan penggunaan
yang meluas media kultur dengan konsentrasi garam mineral yang tinggi,
dikembangkan oleh Murashige dan Skoog tahun 1962.
Kultur
jaringan, cara ini disebut juga cara non konvensional karena membutuhkan
teknologi dan biaya yang tidak sedikit untuk memulai dan melakukannya, juga
dibutuhkan pengetahuan yang lebih rumit. Perbanyakan ini menggunakan bagian
kecil dari tanaman (dapat berupa daun, akar, ujung batang, atau bunga) yang
ditanam dalam kondisi aseptik dan lingkungan yang terkendali (Wattimena et
al., 1992).
Perkembangan
kultur jaringan anggrek di Indonesia sangat lambat dibandingkan negara-negara
lain, bahkan impor bibit anggrek dalam bentuk ‘flask’ sempat membanjiri
nursery-nursery anggrek. Keadaan ini disebabkan pengetahuan pembudidaya anggrek
yang sangat sedikit mengenai teknik ini. Selain itu kultur jaringan memerlukan
investasi yang besar untuk membangun laboratorium yang mungkin hanya cocok
untuk perusahaan.
Kultur
jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian
tanaman dalam kondisi aseptik sehingga dapat memperbanyak diri dan beregenerasi
menjadi individu baru yang utuh. Teknik kultur jaringan didasari oleh konsep totipotensi
sel yang artinya total genetic potential atau setiap sel dari tubuh
multisel memiliki potensi memperbanyak diri dan berdiferensiasi menjadi tanaman
lengkap (George dan Sherrington, 1984).
Media yang
digunakan dalam kultur jaringan anggrek tidak jauh berbeda dengan media
lainnya. Beberapa media yang digunakan untuk perbanyakan anggrek adalah Knudson
'C' (Knudson, 1946), Wimber (Wimber, 1963) atau Fonnesbech (Fonnesbech, 1972)
atau media MS (Murashige and Skoog, 1962). Media yang digunakan umumnya media
padat, kecuali Cattleya yang dikulturkan dalam media cair. Media ini
dipadatkan dengan Bacto agar (8 - 10 %). Sebagai sumber karbon, sukrose
ditambahkan dalam media (20 gr/L), atau kombinasi glukose (10%) dan sukrose
(10%).
Hormon
pertumbuhan ditambahkan dalam media ini dalam konsentrasi rendah. Auksin yang
digunakan antara lain IAA, IBA, NAA atau 2,4-D pada konsentrsi 1 mg/L karena
diduga auksin dapat merangsang pertumbuhan akar. Sitokinin yang digunakan
umumnya adalah Kinetin dan BAP pada konsentrsi 0.5 mg/L untuk merangsang
pertumbuhan tunas (Mulyaningsih dan Nikmatullah, 2006).
Kultur
Jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian
tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut
dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh
dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat
memperbanyak diri & bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utamanya
adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman,
menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril. Teknik kultur
jaringan pada saat ini telah berkembang menjadi teknik perkembangbiakan tanaman
yang sangat penting pada berbagai spesies tanaman.
2.2 Manfaat Kultur Jaringan Tanaman
1.
Perbanyakan
cepat dari klon
Kecepatan multiplikasi sebanyak 5
akan memberikan 2 juta plantlet dalam 9 generasi yang memerlukan waktu 9 – 12
bulan.
2.
Keseragaman
genetik.
Karena kultur jaringan merupakan
perbanyakan vegetatif, rekombinasi karakter genetik acak yang umum terjadi pada
perbanyakan seksual melalui biji, dapat dihindari. Karenanya, anakan yang
dihasilkan bersifat identik. Akan tetapi, mutasi dapat terjadi pada kultur
jaringan pada saat sel bermultiplikasi, terutama pada kondisi hormone dan hara
yang tinggi. Mutasi genetik pada masa multiplikasi vegetatif ini disebut
„variasi somaklonal‟.
3.
Kondisi
aseptik
Proses kultur jaringan memerlukan
kondisi aseptik, sehingga pemeliharaan kultur tanaman dalam kondisi aseptik
memberi bahan tanaman yang bebas pathogen
4.
Seleksi
tanaman
Adalah memungkinkan untuk memiliki
tanaman dalam jumlah besar pada wadah kultur yang relative kecil. Seperti telah
disebutkan sebelumnya, variasi genetik mungkin terjadi. Juga, adalah
memungkinkan untuk memberi perlakuan kultur untuk meningkatkan kecepatan
mutasi. Perlakkuan dengan bahan kimia (bahan mutasi, hormone) atau fisik
(radiasi) dapat digunakan.
5.
Stok
mikro
Memelihara
stok tanaman dalam jumlah besar mudah dilakukan pada in vitro culture. Stok
induk biasanya dipelihara in vitro, dan stek mikro diambil untuk diakarkan di
kultur pengakaran atau dengan perbanyakan biasa.
6.
Lingkungan
terkontrol
7.
Konservasi
genetik
Kultur jaringan dapat digunakan
untuk menyelamatkan spesies tanaman yang terancam (rare and endangered
species). Metode dengan pemeliharaan minimal, penyimpanan jangka panjang telah
dikembangkan.
8.
Teknik
kultur jaringan dapat digunakan untuk menyelamatkan hibrida dari spesies yang
tidak kompatibel melalui kultur embrio atau kultur ovule.
9.
Tanaman
haploid dapat diperoleh melaui kultur anther.
10.
Produksi
tanaman sepanjang tahun.
11.
Perbanyakan
vegetatif untuk spesies yang sulit diperbanyak secara normal dapat dilakukan
melalui kultur jaringan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemanfaatan metode kultur jaringan tanaman anggrek mulai
diterapkan pada perusahaan anggrek milik Everest Me Dede pada tahun 1950,
tetapi tidak dilaporkan secara luas pada waktu itu ( Bergman, 1972). Kultur
jaringan tumbuh dan berkembang menjadi tanaman kecil-kecil yang banyak
jumlahnya dan bebas dari virus. Berdasarka percobaan inilah digunakan teknik
kultur jaringan anggrek untuk memperoleh klon-klon yang bebas dari virus.
Eksplan yang diambil dari tunas anggrek berasal dari bagian
terujung meristem apikal atau tunas ketiak sebesar 4-10 cm, selain itu eksplan
anggrek juga dapat diperoleh dari biji tanaman anggrek yang keluar pada bagian
atas. Media kultur jaringan memegang peranan penting dalam menunjang
pertumbuhan jaringan yang terdiri dari unsur makro dan unsur mikro. Gula
sebagai pengganti karbon, juga tersusun dari vitamin-vitamin, asam amino, zat
pengatur tubuh, bahan pemadat berupa agar dan senyawa-senyawa komplek alamiah (
Winata,1988).
Kondisi lingkungan kultur jaringan memrupakan faktor lain
yang sangat menentukan keberhasilan dalam kultur jaringan. Menurut Sutji (
1988) faktor-faktor lingkungan tersebut antara lain, cahaya, temperatur dan pH
media. Perana cahaya terhadap pertumbuhan ditentukan oleh lamanya penyinaran.
Intensitas cahaya yang baik dari lampu antara 100-400 Ft-0. Untukpembentukan
tunas dan akar diperlukan tunas dan akar pada PLB anggrek diperlukan penyinaran
optimum 16 jam per hari. Sutji (1988) mengatakan pertumbuhan kultur jaringan
memerlukan temperatur tertentu. Secara umum kultur jaringan tumbuh dengan baik
pada temperatur 20 C sampai 28 C. Untuk mengontrol temperatur ruangan kultur
jaringan dibantu dengan AC.
DAFTAR PUSTAKA
Anggrek.org. 2005. Budidaya Tanaman
Anggrek. http://www.anggrek.org/ budidaya tanaman-anggrek.html. 8 November
2008.
Baker K. F. and Cook R. J. 1974.
Biological Control of Plant Pathogens. San Fransisco: W. H. Freeman and
Company. 433 p.
Departemen Perindustrian dan
Perdagangan. 2004. Peluang ekspor produk florikultura. Makalah pada Seminar
Nasional Florikultura, Kebun Raya Bogor, 4-5 Agustus 2004. Pusat
Pengembangan Pasar Wilayah Eropa.
Badan Pengembangan Ekspor Nasional.
Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. 2004. Teknologi agribisni tanaman hias. Balai Penelitian
Tanaman Hias. Pusat Penelitian dan Pengembanga Hortikultura. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar