Senin, 05 Desember 2016

makalah kultur jaringan anggrek



KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Kultur Jaringan Anggrek”Pada makalah ini kami banyak mengambil dari berbagai sumber dan refrensi dan pengarahan dari berbagai pihak .oleh sebab itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penyusunan menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan laporan ini.
Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak yang membaca…
           




                                                                      Taluk Kuantan,   Juli 2016


    Penyusun

 


 


DAFTAR ISI


Kata Pengantar............................................................................................................. i
Daftar Isi...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 1
1.1  Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2  Rumusan Masalah............................................................................................ 3
1.3  Tujuan.............................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................. 4
2.1  Defenisi Kultur Jaringan.................................................................................. 4
2.2  Manfaat Kultur Jaringan tanaman................................................................... 6
BAB III PENUTUP...................................................................................................... 8
3.1  Kesimpulan...................................................................................................... 8
DAFTARPUSTAKA.................................................................................................... 9













BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Keanekaragaman spesies anggrek di indonesia sangat besar,diperkirakan sekitar 5000 spesies anggrek yang tersebar di hutan Indonesia. Keadaan ini merupakan potensi yang sangat berharga bagi pengembangan anggrek di Indonesia. Terutama berkaitan dengan sumber daya genetik angger yang sangat diperlukan untuk menghasilkan anggrek-anggrek silang yang baik dan unggul.
Sangat disayangkan keanekaragaman jenis anggrek tersebut terancam kelestariannya karena maraknya penebangan hutan dan konversi hutan. Penyebab lainnya adalah banyaknya pencurian terselubung oleh orang asing terhadap anggrek-anggrek asli alam. Oleh karena itu perlu melestarikan serta menginventariskan plasma nutfah jenis-jenis anggrek yang kita miliki. Sehingga terjamin kelestarian keanekaragaman jenis anggrek tersebut ( Sandra, 2004).
Kultur jaringan tanaman adalah metode atau teknik mengisolasi jaringan, organ, sel maupun protoplas tanaman, menjadikan eksplan dan menumbuhkannya ke dalam media pertumbuhan yang aseptik sehingga eksplan tersebut dapat tumbuh dan berkembang, berorganogenesis dan dapat beregenerasi menjadi tanaman sempurna. Teknik kultur jaringan beranjak dari teori totipotensi (total genetic potensial) yang dikemukakan oleh Sleiden dan Schwan pada tahun 1838. Menurut teori ini sel tanaman adalah suatu unit yang otonom yang didalamnya mengandung material genetik lengkap, sehingga apabila ditumbuhkan didalam lingkungan tumbuh yang sesuai akan tumbuh dan bregenerasi menjadi tanaman lengkap/utuh (Mattjik 2005).
Menurut Yusnita (2003) kultur jaringan dapat digunakan untuk keperluan ; menyimpan plasma nutfah, menyelamatkan embrio, memperbanyak klonal tanaman, manipulasi kultur protoplas, merekayasa genetik tanaman, memproduksi tanaman haploid, dan menginduksi ragam somaklonal. Tanaman yang digunakan sebagai eksplan, perlu memperhatikan umur fisiologis dan ontogenetik tanaman induk, serta ukuran eksplan karena ini merupakan faktor penting dalam kultur jaringan.
Eksplan yang digunakan pada umumnya adalah bagian tunas pucuk (tunas apikal) atau mata tunas lateral pada potongan batang berbuku dan bagian daun. Pada kultur jaringan penyimpangan dalam proses mitosis tetap dapat terjadi. Penyimpangan mitosis ini akan mengakibatkan perubahan genetika sehingga tanaman baru yang dihasilkan tidak sama dengan induknya (ragam somaklonal). Ragam somaklonal didefinisikan sebagai ragam genetik dari tanaman yang dihasilkan oleh sel somatik tanaman yang ditumbuhkan secara in vitro (Mattjik 2005).
Perbanyakan anggrek dapat dilakukan secara generatif maupun vegetatif. Secara generatif, perbanyakan dilakukan melalui proses perkecambahan biji anggrek secara in vitro yang diawali dengan penanaman biji dengan cara penaburan biji pada media padat atau cair. Biji tersebut dapat ditumbuhkan langsung menjadi planlet. Secara vegetatif perbanyakan dapat dilakukan menggunakan bagian somatis tanaman melalui subkultur yang ditanam dalam media tanam sehingga tumbuh menjadi PLB (protocorm like bodies) dan kemudian diregenerasikan menjadi planlet. Hal tersebut dapat dilakukan melalui modifikasi media baik hormon maupun nutrisi (Hendaryono 2000).















1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa defenisi kultur jaringan?
2.      Apa manfaat kultur jaringan tanaman ?

1.3  Tujuan
1.      Megetahui defenisi kultur jaringan
2.      Megetahui manfaat kultur jaringan tanaman























BAB II
PEMBAHAN

2.1 Defenisi Kultur Jaringan
Kultur jaringan tanaman pertama kali berhasil dilakukan ole White pada thaun 1934. Pada tahun 1939, Whiter melaporkan keberhasilannya dalam membuat kultur kalus dari wortel (animasi kultur kalus wortel) dan tembakau. Pada tahun 1957, tulisan penting Skoog dan Miller dipublikasikan dimana mereka menyatakan bahwa interkasi kuantitatif antara auksin dan sitokinin menentukan tipe pertumbuhan dan morfogenik yang akan terjadi.
Penelitian mereka pada tembakau mengindikasikan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin yang tinggi akan menginduksi pengakaran, sedangkan rasio sebaliknya akan menginduksi pembentukan tunas. Akan tetapi pola respon ini tidak berlaku universal. Temuan penting lainnya adalah hasil penelitian Morel tentang perbanyakan anggrek melalui kultur jaringan pada tahun 1960, dan penggunaan yang meluas media kultur dengan konsentrasi garam mineral yang tinggi, dikembangkan oleh Murashige dan Skoog tahun 1962.
Kultur jaringan, cara ini disebut juga cara non konvensional karena membutuhkan teknologi dan biaya yang tidak sedikit untuk memulai dan melakukannya, juga dibutuhkan pengetahuan yang lebih rumit. Perbanyakan ini menggunakan bagian kecil dari tanaman (dapat berupa daun, akar, ujung batang, atau bunga) yang ditanam dalam kondisi aseptik dan lingkungan yang terkendali (Wattimena et al., 1992).
Perkembangan kultur jaringan anggrek di Indonesia sangat lambat dibandingkan negara-negara lain, bahkan impor bibit anggrek dalam bentuk ‘flask’ sempat membanjiri nursery-nursery anggrek. Keadaan ini disebabkan pengetahuan pembudidaya anggrek yang sangat sedikit mengenai teknik ini. Selain itu kultur jaringan memerlukan investasi yang besar untuk membangun laboratorium yang mungkin hanya cocok untuk perusahaan.
Kultur jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman dalam kondisi aseptik sehingga dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi individu baru yang utuh. Teknik kultur jaringan didasari oleh konsep totipotensi sel yang artinya total genetic potential atau setiap sel dari tubuh multisel memiliki potensi memperbanyak diri dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap (George dan Sherrington, 1984).
Media yang digunakan dalam kultur jaringan anggrek tidak jauh berbeda dengan media lainnya. Beberapa media yang digunakan untuk perbanyakan anggrek adalah Knudson 'C' (Knudson, 1946), Wimber (Wimber, 1963) atau Fonnesbech (Fonnesbech, 1972) atau media MS (Murashige and Skoog, 1962). Media yang digunakan umumnya media padat, kecuali Cattleya yang dikulturkan dalam media cair. Media ini dipadatkan dengan Bacto agar (8 - 10 %). Sebagai sumber karbon, sukrose ditambahkan dalam media (20 gr/L), atau kombinasi glukose (10%) dan sukrose (10%).
Hormon pertumbuhan ditambahkan dalam media ini dalam konsentrasi rendah. Auksin yang digunakan antara lain IAA, IBA, NAA atau 2,4-D pada konsentrsi 1 mg/L karena diduga auksin dapat merangsang pertumbuhan akar. Sitokinin yang digunakan umumnya adalah Kinetin dan BAP pada konsentrsi 0.5 mg/L untuk merangsang pertumbuhan tunas (Mulyaningsih dan Nikmatullah, 2006).
Kultur Jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri & bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utamanya adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman, menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril. Teknik kultur jaringan pada saat ini telah berkembang menjadi teknik perkembangbiakan tanaman yang sangat penting pada berbagai spesies tanaman.





2.2  Manfaat Kultur Jaringan Tanaman
1.     Perbanyakan cepat dari klon
Kecepatan multiplikasi sebanyak 5 akan memberikan 2 juta plantlet dalam 9 generasi yang memerlukan waktu 9 – 12 bulan.
2.     Keseragaman genetik.
Karena kultur jaringan merupakan perbanyakan vegetatif, rekombinasi karakter genetik acak yang umum terjadi pada perbanyakan seksual melalui biji, dapat dihindari. Karenanya, anakan yang dihasilkan bersifat identik. Akan tetapi, mutasi dapat terjadi pada kultur jaringan pada saat sel bermultiplikasi, terutama pada kondisi hormone dan hara yang tinggi. Mutasi genetik pada masa multiplikasi vegetatif ini disebut „variasi somaklonal‟.
3.     Kondisi aseptik
Proses kultur jaringan memerlukan kondisi aseptik, sehingga pemeliharaan kultur tanaman dalam kondisi aseptik memberi bahan tanaman yang bebas pathogen
4.     Seleksi tanaman
Adalah memungkinkan untuk memiliki tanaman dalam jumlah besar pada wadah kultur yang relative kecil. Seperti telah disebutkan sebelumnya, variasi genetik mungkin terjadi. Juga, adalah memungkinkan untuk memberi perlakuan kultur untuk meningkatkan kecepatan mutasi. Perlakkuan dengan bahan kimia (bahan mutasi, hormone) atau fisik (radiasi) dapat digunakan.
5.     Stok mikro
Memelihara stok tanaman dalam jumlah besar mudah dilakukan pada in vitro culture. Stok induk biasanya dipelihara in vitro, dan stek mikro diambil untuk diakarkan di kultur pengakaran atau dengan perbanyakan biasa.
6.     Lingkungan terkontrol
7.     Konservasi genetik
Kultur jaringan dapat digunakan untuk menyelamatkan spesies tanaman yang terancam (rare and endangered species). Metode dengan pemeliharaan minimal, penyimpanan jangka panjang telah dikembangkan.
8.     Teknik kultur jaringan dapat digunakan untuk menyelamatkan hibrida dari spesies yang tidak kompatibel melalui kultur embrio atau kultur ovule.
9.     Tanaman haploid dapat diperoleh melaui kultur anther.
10.  Produksi tanaman sepanjang tahun.
11.  Perbanyakan vegetatif untuk spesies yang sulit diperbanyak secara normal dapat dilakukan melalui kultur jaringan.
























BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Pemanfaatan metode kultur jaringan tanaman anggrek mulai diterapkan pada perusahaan anggrek milik Everest Me Dede pada tahun 1950, tetapi tidak dilaporkan secara luas pada waktu itu ( Bergman, 1972). Kultur jaringan tumbuh dan berkembang menjadi tanaman kecil-kecil yang banyak jumlahnya dan bebas dari virus. Berdasarka percobaan inilah digunakan teknik kultur jaringan anggrek untuk memperoleh klon-klon yang bebas dari virus.
Eksplan yang diambil dari tunas anggrek berasal dari bagian terujung meristem apikal atau tunas ketiak sebesar 4-10 cm, selain itu eksplan anggrek juga dapat diperoleh dari biji tanaman anggrek yang keluar pada bagian atas. Media kultur jaringan memegang peranan penting dalam menunjang pertumbuhan jaringan yang terdiri dari unsur makro dan unsur mikro. Gula sebagai pengganti karbon, juga tersusun dari vitamin-vitamin, asam amino, zat pengatur tubuh, bahan pemadat berupa agar dan senyawa-senyawa komplek alamiah ( Winata,1988).
Kondisi lingkungan kultur jaringan memrupakan faktor lain yang sangat menentukan keberhasilan dalam kultur jaringan. Menurut Sutji ( 1988) faktor-faktor lingkungan tersebut antara lain, cahaya, temperatur dan pH media. Perana cahaya terhadap pertumbuhan ditentukan oleh lamanya penyinaran. Intensitas cahaya yang baik dari lampu antara 100-400 Ft-0. Untukpembentukan tunas dan akar diperlukan tunas dan akar pada PLB anggrek diperlukan penyinaran optimum 16 jam per hari. Sutji (1988) mengatakan pertumbuhan kultur jaringan memerlukan temperatur tertentu. Secara umum kultur jaringan tumbuh dengan baik pada temperatur 20 C sampai 28 C. Untuk mengontrol temperatur ruangan kultur jaringan dibantu dengan AC.       




DAFTAR PUSTAKA

Anggrek.org. 2005. Budidaya Tanaman Anggrek. http://www.anggrek.org/ budidaya tanaman-anggrek.html. 8 November 2008.
Baker K. F. and Cook R. J. 1974. Biological Control of Plant Pathogens. San Fransisco: W. H. Freeman and Company. 433 p.
Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 2004. Peluang ekspor produk florikultura. Makalah pada Seminar Nasional Florikultura, Kebun Raya Bogor, 4-5 Agustus 2004. Pusat Pengembangan Pasar Wilayah Eropa.
Badan Pengembangan Ekspor Nasional. Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2004. Teknologi agribisni tanaman hias. Balai Penelitian Tanaman Hias. Pusat Penelitian dan Pengembanga Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar