KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis persembahkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa karena atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga Penulis dapat
menyelesaikan makalah β UMKM β. Pada
makalah ini Penulis banyak mengambil dari berbagai sumber dan refrensi dan
pengarahan dari berbagai pihak .oleh sebab itu, dalam kesempatan ini Penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh
dari sempurna, untuk itu Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata Penulis mengucapkan
terima kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak yang
membacaβ¦
Taluk Kuantan,
Juni 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar.................................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
1.1
Latar Belakang......................................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah.................................................................................................... 3
1.3
Tujuan Makalah....................................................................................................... 3
BAB
II PEMBAHASAN..................................................................................................... 4
2.1
Perkembangan dan Pemberdayaan UMKM
di Indonesia....................................... 4.................................................................................................................................
2.2 Hambatan dalam Pemberdayaan UMKM di
Indonesia.......................................... 6
2.3 Peran Pemerintah dalam Pemberdayaan
UMKM di Indonesia.............................. 8
BAB
III PENUTUP.............................................................................................................. ......................................................................................................................................... 12
3.1 Kesimpulan............................................................................................................. .................................................................................................................................... 12
3.2 Saran........................................................................................................................ .................................................................................................................................... 12
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................................................................... ......................................................................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
:
a.
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik
orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha
Mikro sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini. Usaha Mikro memiliki kriteria asset maksimal sebesar 50 juta
dan omzet sebesar 300 juta.
b.
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif
yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha
yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini. Usaha Kecil memiliki kriteria asset sebesar
50 juta sampai dengan 500 juta dan omzet
sebesar 300 juta sampai dengan 2,5 miliar.
c.
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif
yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha
yang bukan merupakan anak perusahaan
atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan
jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini. Usaha Menengah memiliki kriteria asset sebesar 500 juta
sampai dengan 10 miliar dan omzet sebesar 2,5 miliar sampai dengan 50 miliar.
2
Terdapat
beberapa acuan definisi yang digunakan berbagai instansi di Indonesia, yaitu:
Β·
UU No.9 tahun 1995 tentang mengatur kriteria usaha kecil berdasarkan nilai aset
tetap (di luar tanah dan bangunan) paling besar Rp 200 juta dengan omzet per
tahun maksimal Rp 1 milyar. Sementara itu berdasarkan Inpres No.10 tahun 1999
tentang usaha menengah, batasan aset tetap (di luar tanah dan bangunan) untuk
usaha menengah adalah Rp 200 juta hingga Rp 10 milyar
Β·
Kementerian Koperasi dan UKM menggolongkan suatu usaha sebagai usaha kecil jika
memiliki omset kurang dari Rp 1 milyar per tahun. Untuk usaha menengah
batasannya adalah usaha yang memiliki omset antara Rp 1 sampai dengan Rp 50
milyar per tahun.
Β·
Departemen
Perindustrian dan Perdagangan menetapkan bahwa industri kecil dan menengah
adalah industri yang memiliki nilai investasi sampai dengan Rp 5 milyar.
Sementara itu usaha kecil di bidang perdagangan dan industri juga dikategorikan
sebagai usaha yang memiliki aset tetap kurang dari Rp 200 juta dan omzet per
tahun kurang dari Rp 1 milyar (sesuai UU no.9 tahun 1995)
Β·
Bank Indonesia
menggolongkan usaha kecil dengan merujuk pada UU no 9/1995, sedangkan untuk
usaha menengah BI menentukan sendiri kriteria aset tetapnya dengan besaran yang
dibedakan antara industri manufaktur (Rp 200 juta s/d Rp 5 miliar) dan non
manufaktur (Rp 200 β 60 juta).
Β·
Badan Pusat
Statistik (BPS) menggolongkan suatu usaha berdasarkan jumlah tenaga kerja.
Usaha mikro adalah usaha yang memiliki pekerja 1-5 orang. Usaha kecil adalah usaha yang memiliki
pekerja 6-19 orang. Usaha menengah memiliki pekerja 20-99 orang dan usaha besar
memiliki pekerja sekurang-kurangnya 100 orang.
Menurut
Sri Winarni (2006) Pada umumnya, usaha kecil mempunyai ciri antara
lain sebagai berikut (1) Biasanya berbentuk usaha perorangan dan belum
berbadan hukum perusahaan, (2) Aspek legalitas usaha lemah, (3) Struktur
organisasi bersifat sederhana dengan pembagian kerja yang tidak baku, (4)
Kebanyakan tidak mempunyai laporan keuangan dan tidak melakukan pemisahan
antara kekayaan pribadi dengan kekayaan perusahaan, (5) Kualitas manajemen
rendah dan jarang yang memiliki rencana usaha, (6) Sumber utama modal usaha
adalah modal pribadi, (7) Sumber Daya Manusia (SDM) terbatas, (7) Pemilik
memiliki ikatan batin yang kuat dengan perusahaan, sehingga seluruh kewajiban
perusahaan juga menjadi kewajiban pemilik.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana perkembangan dan
pemberdayaan UMKM di Indonesia?
2.
Apa hambatan dalam pemberdayaan UMKM
di Indonesia?
3.
Bagaimana peran pemerintah dalam
pemberdayaan UMKM di Indonesia?
4.
Apa Strategi Pemberdayaan UMKM
menghadapi Pasar Bebas ASEAN?
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui perkembangan dan
pemberdayaan UMKM di Indonesia.
2.
Mengetahui hambatan dalam pemberdayaan
UMKM di Indonesia
3.
Mengetahui peran pemerintah dalam
pemberdayaan UMKM di Indonesia
4.
Mengetahui Strategi Pemberdayaan
UMKM menghadapi Pasar Bebas ASEAN
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan dan Pemberdayaan UMKM di Indonesia
Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) yang mengalami peningkatan yang sangat menggembirakan dikarenakan
berhasil menyumbangkan 57% dari PDB (di dukung oleh data BPS tahun 2006 - 2010)
dimana UMKM meningkat bukan hanya dari segi kuantitas melainkan tenaga kerja,
modal serta asset mereka. UMKM juga dikatakan usaha ekonomi produktif yang
cukup kuat, sekalipun terjadi gejolak atau krisis mereka tidak terkena dampak
yang begitu menyedihkan. Hal tersebut dikarena prinsip kemandirian yang
dimiliki yang artinya mereka memiliki modal sendiri dan tidak terlalu
bergantung pada lembaga lain sehingga membuat mereka kokoh hingga saat ini dan
menjadi katup perekonomian negara.
Pencapaian yang sangat menggembirakn
bagi UMKM kita tidak didapat hanya dengan sekali mengedipkan mata. Banyak
tantangan yang mereka harus lalui dan banyak masalah yang harus mereka
selesaikan baik secara modal, tenaga kerja, kegiatan produksi dan hal lainnya.
Sehingga apabila terdapat UMKM yang tidak siap dan tak mampu menghindari atau
mengatasi gejolak yang datang maka tidak mustahil akan ada juga UMKM yang
kolaps.
Berdasarkan masalah-maslah yang
dialami oleh koperasi dan UMKM di Indonesia penulis menganalisis dan memiliki
strategi penyelesaian masalah-masalah tersebut yang mereka alami agar tak terulang
kembali dan terus meningkat baik secara kuantitas maupun kualitas. Strategi
yang penulis sarankan, baik bagi pemerintah khususnya Menteri Koperasi dan
UMKM, anggota serta pengurus koperasi di seluruh Indonesia dan para owner UMKM
di seluruh Indonesia untuk agar memiliki komitmen yang kuat untuk meningkatkan
perekonomian Indonesia melalui cara-cara berikut, diantaranya:
1.
Penyediaan modal dan akses kepada
sumber dan lembaga keuangan. Ditambah dengan pemberian kemudahan (bukan
berbelit-belit) dalam mengurus administrasi untuk mendapatkan modal dari
lembaga keuangan. Dapat juga melalui pengefektifan dan pengefisienan program
Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang telah disediakan oleh pemerintah sebelumnya.
2.
Meningkatkan kualitas dan kapasitas
kompetensi SDM. Melalui pendidikan dan pelatihan baik dilakukan oleh pemerintah
maupun oleh koperasi atau UMKM itu sendiri. Selain itu, untuk meningkatkan
kualitas SDM, mereka perlu βdibangunkanβ kembali mengapa mereka berada di
koperasi, orang yang masih konsisten berusaha mengembalikan mindset orang
yang tidak aktif agar mereka mau berorganisasi khususnya koperasi
berdasarkan asas dan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.
3.
Meningkatkan kemampuan pemasaran
UMKM. Pemberian pendidikan mengenai pemasaran atau dengan cara membuka/merekrut
tenaga profesional yang ahli dalam hal pemasaran.
4.
Meningkatkan akses informasi usaha
bagi UMKM.
5.
Menjalin kemitraan yang saling
menguntungkan antar pelaku usaha (UMKM, Usaha Besar dan BUMN).
6.
Melakukan/membuat program goes to
goal, yaitu langsung ke tujuan atau sasaran. Dilakukan dengan cara memberikan
bantuan baik modal, konsep, dan hal-hal yang dibutuhkan oleh koperasi dan UMKM
atau dengan membidik para individu yang memiliki jiwa enterpreneur dengan tetap
adanya prinsip prudensial dan adanya manager investasi (meminjam istilah
perbankan syariah dimana nasabah yang telah diberi pinjaman tetap terus
mendapat pengawasn atau layanan prima dalam pengolahan dana yang ). Selama ini
banyak orang ahli dalam bidang UMKM mengadakan seminar-seminar demi meningkatnya
kualitas dan kuantitas dari UMKM, namun βefekβ yang ada dari seminar tersebut
tidaklah lama, hanya bertahan sebentar, untuk itu lebih baik mereka mencari
langsung terjun ke lapangan untuk mencari orang-orang yang benar-benar serius
di UMKMK dan jika dilihat potensi usahanya bagus segera dipinjami dana dalam
rangka mengembangkan usahanya.
Sejatinya perkembangan UMKM di
Indonesia cukup baik, jika ditinjau dari segi jumlah unit usaha maupun jumlah
tenaga kerja yang diserap oleh UMKM dalam rangka mengurangi pengangguran. Data
BPS (1994) menunjukkan jumlah pengusaha kecil telah mencapai 34,316 juta orang
yang meliputi 15,635 juta pengusaha kecil mandiri (tanpa menggunakan tenaga
kerja lain), 18,227 juta orang pengusaha kecil yang menggunakan tenaga kerja anggota
keluarga sendiri serta 54 ribu orang pengusaha kecil yang memiliki tenaga kerja
tetap.
2.2 Hambatan dalam Pemberdayaan UMKM di Indonesia
Meskipun Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah telah menunjukkan peranannya dalam perekonomian nasional, namun masih
menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yang bersifat internal maupun
eksternal. Sebagai usaha yang ruang lingkup usahanya dan anggotanya adalah
(umumnya) rakyat kecil dengan modal terbatas dan kemampuan manajerial yang juga
terbatas, UMKM sangat rentan terhadap masalah-masalah perekonomian.
Perlu digaris bawahi bahwa lebih dan
51 juta usaha yang ada, atau lebih dan 99,9% pelaku usaha adalah Usaha Mikro
dan Kecil, dengan skala usaha yang sulit berkembang karena tidak mencapai skala
usaha yang ekonomis. Dengan badan usaha perorangan, kebanyakan usaha dikelola
secara tertutup, dengan Legalitas usaha dan administrasi kelembagaan yang sangat
tidak memadai. Upaya pemberdayaan UMKM makin rumit karena jumlah dan jangkauan
UMKM demikian banyak dan luas, terlebih bagi daerah tertinggal, terisolir dan
perbatasan.
Kuncoro (2000) mengungkapkan ada
beberapa kendala yang dialami oleh UMKM dalam menjalankan usahanya. Kendala
tersebut berupa tingkat kemampuan, ketrampilan, keahlian, manajemen sumber daya
manusia, kewirausahaan, pemasaran dan keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial
dan sumberdaya manusia ini mengakibatkan pengusaha kecil tidak mampu menjalankan
usahanya dengan baik. Secara lebih spesifik, masalah dasar yang dihadapi
pengusaha kecil adalah: Pertama, kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan
memperbesar pangsa pasar. Kedua, kelemahan dalam struktur permodalan dan
keterbatasan untuk memperoleh jalur terhadap sumber-sumber permodalan. Ketiga,
kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia. Keempat,
keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil (sistem informasi
pemasaran). Kelima, iklim usaha yang kurang kondusif, karena persaingan yang
saling mematikan. Keenam, pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu
dan kurangnya kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil.
Kuncoro juga mengungkapkan bahwa
tantangan yang dihadapi pengusaha kecil dapat dibagi dalam dua kategori:
Pertama, bagi PK dengan omset kurang dari Rp 50 juta umumnya tantangan yang
dihadapi adalah bagaimana menjaga kelangsungan hidup usahanya. Bagi mereka,
umumnya asal dapat berjualan dengan βamanβ sudah cukup. Mereka umumnya tidak
membutuhkan modal yang besar untuk ekspansi produksi; biasanya modal yang
diperlukan sekedar membantu kelancaran cashflow saja. Bisa dipahami bila
kredit dari BPR-BPR, BKK, TPSP (Tempat Pelayanan Simpan Pinjam-KUD) amat
membantu modal kerja mereka.
Kedua, bagi PK dengan omset antara
Rp 50 juta hingga Rp 1 milyar, tantangan yang dihadapi jauh lebih kompleks.
Umumnya mereka mulai memikirkan untuk melakukan ekspansi usaha lebih lanjut.
Berdasarkan pengamatan Pusat Konsultasi Pengusaha Kecil UGM, urutan prioritas
permasalahan yang dihadapi oleh PK jenis ini adalah (Kuncoro, 1997): (1)
Masalah belum dipunyainya sistem administrasi keuangan dan manajemen yang baik
karena belum dipisahkannya kepemilikan dan pengelolaan perusahaan; (2) Masalah
bagaimana menyusun proposal dan membuat studi kelayakan untuk memperoleh
pinjaman baik dari bank maupun modal ventura karena kebanyakan PK mengeluh
berbelitnya prosedur mendapatkan kredit, agunan tidak memenuhi syarat, dan
tingkat bunga dinilai terlalu tinggi; (3) Masalah menyusun perencanaan bisnis
karena persaingan dalam merebut pasar semakin ketat; (4) Masalah akses terhadap
teknologi terutama bila pasar dikuasai oleh perusahaan/grup bisnis tertentu dan
selera konsumen cepat berubah; (5) Masalah memperoleh bahan baku terutama
karena adanya persaingan yang ketat dalam mendapatkan bahan baku, bahan baku
berkulaitas rendah, dan tingginya harga bahan baku; (6) Masalah perbaikan
kualitas barang dan efisiensi terutama bagi yang sudah menggarap pasar ekspor
karena selera konsumen berubah cepat, pasar dikuasai perusahaan tertentu, dan
banyak barang pengganti; (7) Masalah tenaga kerja karena sulit mendapatkan
tenaga kerja yang terampil.
Hasil penelitian Schiffer-Weder
(2001) dalam Rizali secara keseluruhan juga memperkuat persepsi bahwa UKM
menghadapi hambatan berusaha yang lebih besar daripada UB. Bila dilihat dari
persentasi jawaban responden, secara umum hambatan utama dalam berusaha adalah
sumber pembiayaan.
Sekitar 39% responden UKM
menyatakan pembiayaan sebagai hambatan utama dalam berusaha, sedangkan
responden Usaha Besar (UB) yang menyatakan pembiayaan sebagai sumber hambatan
utama usaha sekitar 28%. Ini mengindikasikan bahwa UKM memang lebih sulit
memperoleh kredit dari sektor keuangan formal dibandingkan dengan UB. Berbeda
dengan UKM, pengelola UB memandang ketidakstabilan kebijakan pemerintah sebagai
hambatan utama dalam berusaha, demikianlah pendapat 30% responden dari UB.
Tiga faktor selanjutnya yang
menghambat dunia usaha adalah inflasi (35% responden), ketidakstabilan
kebijakan (34%), dan pajak dan peraturan pemerintah (33,5%). Yang menarik
sekitar 37% UKM menganggap aspek perpajakan dan peraturan pemerintah sebagai
hambatan utama berusaha dibandingkan dengan hanya 21% UB. Hal ini
mengindikasikan bahwa UB lebih mudah menghindari pajak, misalnya, dengan
mengalihkan dan melaporkan keuntungannya ke daerah yang tingkat pajaknya lebih
rendah. Responden memandang nilai tukar (28%), korupsi (28%), kejahatan jalanan
(27%), dan kejahatan teroganisir (24,5%) sebagai faktor lain yang menghambat
kegiatan usaha.
2.3 Peran Pemerintah dalam Pemberdayaan UMKM di
Indonesia.
Semenjak Indonesia merdeka,
pemerintah berusaha mencetak pengusaha-pengusaha baru untuk merobohkan sistem
ekonomi kolonial dan diganti dengan ekonomi kerakyatan. Beberapa program
disusun oleh pemerintah Orde Lama. Di masa demokrasi liberal, dikenal Program
Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan
mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing
dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya
pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan
pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional.
Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif
dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
Gagal dengan Program Benteng,
pemerintah mengenalkan program baru yakni sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali
Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan
kerjasama antara pengusaha cina (baba) dan pengusaha pribumi (ali). Pengusaha
non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan
pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional.
Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang
berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit
dari pemerintah.
Di masa Orde Baru, pengembangan UMKM
terus berlanjut. Pemerintah Orba membuat UU No.9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
guna memberdayakan usaha kecil. UU ini berisi XI bab dan 38 pasal dan mengatur
pelaksanan permberdayaan UMKM di Indonesia. Sehubungan dengan perkembangan
lingkungan perekonomian yang semakin dinamis dan global, Undang-Undang Nomor 9
Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, yang hanya mengatur Usaha Kecil perlu diganti,
agar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia dapat memperoleh jaminan
kepastian dan keadilan usaha. UU tersebut diganti dengan UU No.20 Tahun 2008
tentang UMKM. Dalam UU tersebut, disebutkan peran pemerintah untuk
memberdayakan UMKM.
Terkait dengan urusan pemerintahan,
setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan (Pasal 4 ayat 1). Kementerian Koperasi dan
UKM RI merupakan Kementerian di kelompok ketiga yaitu urusan pemerintahan dalam
rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah (Pasal 4 ayat
2, huruf C), berkaitan dengan urusan pemerintahan bidang Koperasi, Usaha Kecil
dan Menengah (Pasal 5 ayat 3). Undang-Undang telah memberi amanat terhadap
pemerintah untuk mengembangkan UMKM. Dalam UU No.20 Tahun 2008 tentang UMKM
disebutkan peran pemerintah antara lain:
a.
Bersama Pemerintah Daerah
melaksanakan pengawasan dan pengendalian kesempatan berusaha (Pasal 13).
b.
Bersama Pemerintah Daerah
melaksanakan kegiatan promosi dagang (Pasal 14, ayat2).
c.
Bersama Pemerintah Daerah
memfasilitasi pengembangan usaha dalam bidang produksi dan pengolahan,
pemasaran, sumber daya manusia, dan desain dan teknologi (Pasal 16 ayat 1).
d.
Menyusun Peraturan Pemerintah
mengenai tata cara pengembangan, prioritas, intensitas, dan jangka waktu
pengembangan usaha dimaksud (Pasal 16 ayat 3).
e.
Bersama dengan Pemerintah Daerah
menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (Pasal 2l). Dalam hal ini
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan dunia usaha dapat memberikan hibah,
mengusahakan bantuan luar negeri, dan mengusahakan sumber pembiayaan lain yang
sah serta tidak mengikat untuk Usaha Mikro dan Kecil(Pasal 2l ayat4).
f.
Memberikan insentif datam bentuk
kemudahan persyaratan perizinan, keringanan tarif sarana prasarana, dan bentuk
insentif lainnya yang sesual dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
kepada dunia usaha yang menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil
(Pasal 21 ayat 5).
g.
Meningkatkan sumber pembiayaan Usaha
Mikro dan Usaha Kecil (Pasal 22).
h.
Bersama Pemerintah Daerah,
meningkatkan akses Usaha Mikro dan Kecil terhadap sumber pembiayaan (Pasal 23
ayat 1).
i.
Bersama dengan Pemerintah Daerah
melakukan pemberdayaan Usaha Menengah dalam bidang pembiayaan dan penjaminan
(Pasal 24).
j.
Bersama Pemerintah Daerah, dunia
usaha dan masyarakat memfasilitasi, mendukung, dan menstimulasi kegiatan
kemitraan, yang saling membutuhkan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan
(Pasal 25 ayat 1). Kemitraan antar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan
Kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar mencakup
proses alih keterampilan di bidang produksi dan pengolahan, pemasaran,
permodalan, sumberdaya manusia, dan teknologi (Pasal 25 ayat 2).
k.
Menteri Koperasi dan UKM dan Menteri
teknis lain mengatur pemberian insentif kepada Usaha Besar yang melakukan
kemitraan dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui inovasi dan
pengembangan produk berorientasi ekspor, penyerapan tenaga kerja, pengunaan
teknologi tepat guna dan ramah lingkungan, serta menyelenggarakan pendidikan
dan pelatihan (Pasal 25 ayat 3).
l.
Menteri Koperasi dan UKM dapat
membentuk lembaga koordinasi kemitraan usaha nasional dan daerah untuk memantau
pelaksanaan kemitraan (Pasal 34).
m.
Melarang Usaha Besar memiliki
dan/atau menguasai Usaha Mikro, Kecil, dan/atau Menengah sebagai mitra usahanya
dalam pelaksanaan hubungan kemitraan (Pasal 35).
n.
Melarang Usaha Menengah memiliki
dan/atau menguasai Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil mitra usahanya(Pasal 35).
o.
Menteri Koperasi dan UKM
melaksanakan koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (Pasal 38 ayat 1).
p.
Mengatur dan menetapkan Peraturan
Pemerintah tentang tata cara pemberian sanksi administratif pelaggaran UU Nomor
20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Pasal 39 ayat 3).
1.
Sehubungan dengan amanat Undang-Undang,
pemerintah melaksanakan berbagai program yang bertujuan untuk memberdayakan
UMKM. Program tersebut antara lain adalah program Gerakan Kewirausahaan
Nasional (GKN) dan pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
UMKM sebagai tulang punggung
perekonomian Indonesia telah terbukti mampu menjaga stabilitas ekonomi disaat
krisis terjadi. Keberadaan UMKM di Indonesia yang jumlahnya mencapai 99,99%
dari total usaha di Indonesia telah menyerap 97,30% tenaga kerja di Indonesia.
Keberadaan UMKM juga memberikan kontribusi sebesar 57,12% terhadap produk
domestik bruto (PDB).
Namun UMKM juga memiliki berbagai
hambatan dalam hal pengelolaan usahanya. Masalah utama yang dihadapi oleh UMKM
adalah permodalan. Menyusul masalah lain adalah pengelolaan yang kurang
profesional, kesulitan dalam persaingan usaha yang pesat, rendahnya tingkat
inovasi pelaku UMKM, kebijakan pemerintah yang kurang pro UMKM, bahan baku
sukar diperoleh, pasar yang cepat berubah selera sehingga pemasaran menjadi
sulit.
Untuk mengatasi hambatan tersebut,
peran pemerintah sangat diharapkan. Undang-Undang telah memberi amanat kepada
pemerintah untuk mengembangkan dan memberdayakan UMKM. Sinergi antra pemerintah pusat dan daerah
juga harus diperhatikan guna menumbuhkembangkan iklim usaha yang kondusif bagi
pelaku UMKM. Beberapa program telah dilakukan pemerintah untuk melaksanakan
amanat Undang-Undang. Program GKN dan pemberian KUR mencadi contoh peran
pemerintah dalam upaya untuk menghasilkan UMKM yang berdaya dan mampu bersaing
dengan usaha lain.
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian UMKM dan
Koperasi, Rencana Strategis 2009-2014
Kementerian UMKM dan
Koperasi, Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2014 Bidang Pemberdayaan UMKM dan
Koperasi.
UU No 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Kecil Mikro Dan
Menengah
UU No 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil
Kementerian Koperasi dan UMKM, data UMKM dan UB tahun
2006-2010.
http://www.pustaka.ut.ac.id/dev25/pdfprosiding2/fisip201240.pdf
http://yohkandjoek.blogspot.co.id/2014/10/peranan-pemerintah-dalam-pemberdayaan.html
tidak ada footnot
BalasHapustidak mantap walau isinya bagus, biasakan melengkapi dengan footnote
BalasHapusAlhamdulliah isinya sangat bermanfaat sekali, Numpang berbagi ilmu ya min , bagi Kakak2,Adik2 bantu like dan comment nya ya disini ya https://t.co/tZbbd6oLDK , untuk projek kuliah.. Video ini mengenai kebangkitan UMKM dimasa pandemi.., Jazakillah πππ, Semoga segala urusannya akan dipermudah
BalasHapusSaya tidak percaya ada pemberi pinjaman online asli yang begitu baik dan jujur ββseperti Tuan Pedro yang memberi saya pinjaman sebesar 2 juta Euro untuk melaksanakan proyek saya yang sudah lama datang dan menunggu untuk dilaksanakan tetapi dengan bantuan Petugas Tuan Pedro dan semuanya mudah bagi saya.
BalasHapusSaya akan meminta Anda untuk menghubungi Petugas Pinjaman Pedro di pedrloanss@gmail.com atau WhatsApp +393510140339