Senin, 05 Desember 2016

makalah UMKM



KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis persembahkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah “ UMKM “. Pada makalah ini Penulis banyak mengambil dari berbagai sumber dan refrensi dan pengarahan dari berbagai pihak .oleh sebab itu, dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna, untuk itu Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak yang membaca…
           





                                                                    


 Taluk Kuantan,  Juni  2016



Penyusun

 

 

DAFTAR ISI


Kata Pengantar....................................................................................................................      i
Daftar Isi.............................................................................................................................      ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................      1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................      1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................      3
1.3 Tujuan Makalah.......................................................................................................      3
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................      4
2.1  Perkembangan dan Pemberdayaan UMKM di Indonesia.......................................      4.................................................................................................................................
2.2  Hambatan dalam Pemberdayaan UMKM di Indonesia..........................................      6
2.3  Peran Pemerintah dalam Pemberdayaan UMKM di Indonesia..............................      8
BAB III PENUTUP.............................................................................................................. ......................................................................................................................................... 12
3.1  Kesimpulan............................................................................................................. .................................................................................................................................... 12
3.2  Saran........................................................................................................................ .................................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... ......................................................................................................................................... 13








BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah
Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) :
a.      Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur  dalam Undang-Undang ini. Usaha Mikro memiliki kriteria asset maksimal sebesar 50 juta dan omzet sebesar 300 juta.
b.     Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Usaha Kecil memiliki kriteria asset sebesar 50 juta  sampai dengan 500 juta dan omzet sebesar 300 juta sampai dengan 2,5 miliar.
c.      Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Usaha Menengah memiliki kriteria asset sebesar 500 juta sampai dengan 10 miliar dan omzet sebesar 2,5 miliar sampai dengan 50 miliar.
2       Terdapat beberapa acuan definisi yang digunakan berbagai instansi di Indonesia, yaitu:
·       UU No.9 tahun 1995 tentang mengatur kriteria usaha kecil berdasarkan nilai aset tetap (di luar tanah dan bangunan) paling besar Rp 200 juta dengan omzet per tahun maksimal Rp 1 milyar. Sementara itu berdasarkan Inpres No.10 tahun 1999 tentang usaha menengah, batasan aset tetap (di luar tanah dan bangunan) untuk usaha menengah adalah Rp 200 juta hingga Rp 10 milyar
·       Kementerian Koperasi dan UKM menggolongkan suatu usaha sebagai usaha kecil jika memiliki omset kurang dari Rp 1 milyar per tahun. Untuk usaha menengah batasannya adalah usaha yang memiliki omset antara Rp 1 sampai dengan Rp 50 milyar per tahun.
·       Departemen Perindustrian dan Perdagangan menetapkan bahwa industri kecil dan menengah adalah industri yang memiliki nilai investasi sampai dengan Rp 5 milyar. Sementara itu usaha kecil di bidang perdagangan dan industri juga dikategorikan sebagai usaha yang memiliki aset tetap kurang dari Rp 200 juta dan omzet per tahun kurang dari Rp 1 milyar (sesuai UU no.9 tahun 1995)
·       Bank Indonesia menggolongkan usaha kecil dengan merujuk pada UU no 9/1995, sedangkan untuk usaha menengah BI menentukan sendiri kriteria aset tetapnya dengan besaran yang dibedakan antara industri manufaktur (Rp 200 juta s/d Rp 5 miliar) dan non manufaktur (Rp 200 – 60 juta).
·       Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan suatu usaha berdasarkan jumlah tenaga kerja. Usaha mikro adalah usaha yang memiliki pekerja 1-5 orang.  Usaha kecil adalah usaha yang memiliki pekerja 6-19 orang. Usaha menengah memiliki pekerja 20-99 orang dan usaha besar memiliki pekerja sekurang-kurangnya 100 orang.


Menurut  Sri Winarni (2006)  Pada umumnya, usaha kecil mempunyai ciri antara lain sebagai berikut (1)  Biasanya berbentuk usaha perorangan dan belum berbadan hukum perusahaan, (2) Aspek legalitas usaha lemah, (3) Struktur organisasi bersifat sederhana dengan pembagian kerja yang tidak baku, (4) Kebanyakan tidak mempunyai laporan keuangan dan tidak melakukan pemisahan antara kekayaan pribadi dengan kekayaan perusahaan, (5) Kualitas manajemen rendah dan jarang yang memiliki rencana usaha, (6) Sumber utama modal usaha adalah modal pribadi, (7)  Sumber Daya Manusia (SDM) terbatas, (7) Pemilik memiliki ikatan batin yang kuat dengan perusahaan, sehingga seluruh kewajiban perusahaan juga menjadi kewajiban pemilik.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana perkembangan dan pemberdayaan UMKM di Indonesia?
2.      Apa hambatan dalam pemberdayaan UMKM di Indonesia?
3.      Bagaimana peran pemerintah dalam pemberdayaan UMKM di Indonesia?
4.      Apa Strategi Pemberdayaan UMKM menghadapi Pasar Bebas ASEAN?

1.3  Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui perkembangan dan pemberdayaan UMKM di Indonesia.
2.      Mengetahui hambatan dalam pemberdayaan UMKM di Indonesia
3.      Mengetahui peran pemerintah dalam pemberdayaan UMKM di Indonesia
4.      Mengetahui Strategi Pemberdayaan UMKM menghadapi Pasar Bebas ASEAN




















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan dan Pemberdayaan UMKM di Indonesia
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang mengalami peningkatan yang sangat menggembirakan dikarenakan berhasil menyumbangkan 57% dari PDB (di dukung oleh data BPS tahun 2006 - 2010) dimana UMKM meningkat bukan hanya dari segi kuantitas melainkan tenaga kerja, modal serta asset mereka. UMKM juga dikatakan usaha ekonomi produktif yang cukup kuat, sekalipun terjadi gejolak atau krisis mereka tidak terkena dampak yang begitu menyedihkan. Hal tersebut dikarena prinsip kemandirian yang dimiliki yang artinya mereka memiliki modal sendiri dan tidak terlalu bergantung pada lembaga lain sehingga membuat mereka kokoh hingga saat ini dan menjadi katup perekonomian negara.
Pencapaian yang sangat menggembirakn bagi UMKM kita tidak didapat hanya dengan sekali mengedipkan mata. Banyak tantangan yang mereka harus lalui dan banyak masalah yang harus mereka selesaikan baik secara modal, tenaga kerja, kegiatan produksi dan hal lainnya. Sehingga apabila terdapat UMKM yang tidak siap dan tak mampu menghindari atau mengatasi gejolak yang datang maka tidak mustahil akan ada juga UMKM yang kolaps.
Berdasarkan masalah-maslah yang dialami oleh koperasi dan UMKM di Indonesia penulis menganalisis dan memiliki strategi penyelesaian masalah-masalah tersebut yang mereka alami agar tak terulang kembali dan terus meningkat baik secara kuantitas maupun kualitas. Strategi yang penulis sarankan, baik bagi pemerintah khususnya Menteri Koperasi dan UMKM, anggota serta pengurus koperasi di seluruh Indonesia dan para owner UMKM di seluruh Indonesia untuk agar memiliki komitmen yang kuat untuk meningkatkan perekonomian Indonesia melalui cara-cara berikut, diantaranya:
1.     Penyediaan modal dan akses kepada sumber dan lembaga keuangan. Ditambah dengan pemberian kemudahan (bukan berbelit-belit) dalam mengurus administrasi untuk mendapatkan modal dari lembaga keuangan. Dapat juga melalui pengefektifan dan pengefisienan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang telah disediakan oleh pemerintah sebelumnya.
2.     Meningkatkan kualitas dan kapasitas kompetensi SDM. Melalui pendidikan dan pelatihan baik dilakukan oleh pemerintah maupun oleh koperasi atau UMKM itu sendiri. Selain itu, untuk meningkatkan kualitas SDM, mereka perlu “dibangunkan” kembali mengapa mereka berada di koperasi, orang yang masih konsisten berusaha mengembalikan mindset orang yang  tidak aktif agar mereka mau berorganisasi khususnya koperasi berdasarkan asas dan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.
3.     Meningkatkan kemampuan pemasaran UMKM. Pemberian pendidikan mengenai pemasaran atau dengan cara membuka/merekrut tenaga profesional yang ahli dalam hal pemasaran.
4.     Meningkatkan akses informasi usaha bagi UMKM.
5.     Menjalin kemitraan yang saling menguntungkan antar pelaku usaha (UMKM, Usaha Besar dan BUMN).
6.     Melakukan/membuat program goes to goal, yaitu langsung ke tujuan atau sasaran. Dilakukan dengan cara memberikan bantuan baik modal, konsep, dan hal-hal yang dibutuhkan oleh koperasi dan UMKM atau dengan membidik para individu yang memiliki jiwa enterpreneur dengan tetap adanya prinsip prudensial dan adanya manager investasi (meminjam istilah perbankan syariah dimana nasabah yang telah diberi pinjaman tetap terus mendapat pengawasn atau layanan prima dalam pengolahan dana yang ). Selama ini banyak orang ahli dalam bidang UMKM mengadakan seminar-seminar demi meningkatnya kualitas dan kuantitas dari UMKM, namun “efek” yang ada dari seminar tersebut tidaklah lama, hanya bertahan sebentar, untuk itu lebih baik mereka mencari langsung terjun ke lapangan untuk mencari orang-orang yang benar-benar serius di UMKMK dan jika dilihat potensi usahanya bagus segera dipinjami dana dalam rangka mengembangkan usahanya.
Sejatinya perkembangan UMKM di Indonesia cukup baik, jika ditinjau dari segi jumlah unit usaha maupun jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMKM dalam rangka mengurangi pengangguran. Data BPS (1994) menunjukkan jumlah pengusaha kecil telah mencapai 34,316 juta orang yang meliputi 15,635 juta pengusaha kecil mandiri (tanpa menggunakan tenaga kerja lain), 18,227 juta orang pengusaha kecil yang menggunakan tenaga kerja anggota keluarga sendiri serta 54 ribu orang pengusaha kecil yang memiliki tenaga kerja tetap.

2.2  Hambatan dalam Pemberdayaan UMKM di Indonesia
Meskipun Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah telah menunjukkan peranannya dalam perekonomian nasional, namun masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Sebagai usaha yang ruang lingkup usahanya dan anggotanya adalah (umumnya) rakyat kecil dengan modal terbatas dan kemampuan manajerial yang juga terbatas, UMKM sangat rentan terhadap masalah-masalah perekonomian.  
Perlu digaris bawahi bahwa lebih dan 51 juta usaha yang ada, atau lebih dan 99,9% pelaku usaha adalah Usaha Mikro dan Kecil, dengan skala usaha yang sulit berkembang karena tidak mencapai skala usaha yang ekonomis. Dengan badan usaha perorangan, kebanyakan usaha dikelola secara tertutup, dengan Legalitas usaha dan administrasi kelembagaan yang sangat tidak memadai. Upaya pemberdayaan UMKM makin rumit karena jumlah dan jangkauan UMKM demikian banyak dan luas, terlebih bagi daerah tertinggal, terisolir dan perbatasan.
Kuncoro (2000) mengungkapkan ada beberapa kendala yang dialami oleh UMKM dalam menjalankan usahanya. Kendala tersebut berupa tingkat kemampuan, ketrampilan, keahlian, manajemen sumber daya manusia, kewirausahaan, pemasaran dan keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial dan sumberdaya manusia ini mengakibatkan pengusaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya dengan baik. Secara lebih spesifik, masalah dasar yang dihadapi pengusaha kecil adalah: Pertama, kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar. Kedua, kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh jalur terhadap sumber-sumber permodalan. Ketiga, kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia. Keempat, keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil (sistem informasi pemasaran). Kelima, iklim usaha yang kurang kondusif, karena persaingan yang saling mematikan. Keenam, pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil.
Kuncoro juga mengungkapkan bahwa tantangan yang dihadapi pengusaha kecil dapat dibagi dalam dua kategori: Pertama, bagi PK dengan omset kurang dari Rp 50 juta umumnya tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menjaga kelangsungan hidup usahanya. Bagi mereka, umumnya asal dapat berjualan dengan “aman” sudah cukup. Mereka umumnya tidak membutuhkan modal yang besar untuk ekspansi produksi; biasanya modal yang diperlukan sekedar membantu kelancaran cashflow saja. Bisa dipahami bila kredit dari BPR-BPR, BKK, TPSP (Tempat Pelayanan Simpan Pinjam-KUD) amat membantu modal kerja mereka.
Kedua, bagi PK dengan omset antara Rp 50 juta hingga Rp 1 milyar, tantangan yang dihadapi jauh lebih kompleks. Umumnya mereka mulai memikirkan untuk melakukan ekspansi usaha lebih lanjut. Berdasarkan pengamatan Pusat Konsultasi Pengusaha Kecil UGM, urutan prioritas permasalahan yang dihadapi oleh PK jenis ini adalah (Kuncoro, 1997): (1) Masalah belum dipunyainya sistem administrasi keuangan dan manajemen yang baik karena belum dipisahkannya kepemilikan dan pengelolaan perusahaan; (2) Masalah bagaimana menyusun proposal dan membuat studi kelayakan untuk memperoleh pinjaman baik dari bank maupun modal ventura karena kebanyakan PK mengeluh berbelitnya prosedur mendapatkan kredit, agunan tidak memenuhi syarat, dan tingkat bunga dinilai terlalu tinggi; (3) Masalah menyusun perencanaan bisnis karena persaingan dalam merebut pasar semakin ketat; (4) Masalah akses terhadap teknologi terutama bila pasar dikuasai oleh perusahaan/grup bisnis tertentu dan selera konsumen cepat berubah; (5) Masalah memperoleh bahan baku terutama karena adanya persaingan yang ketat dalam mendapatkan bahan baku, bahan baku berkulaitas rendah, dan tingginya harga bahan baku; (6) Masalah perbaikan kualitas barang dan efisiensi terutama bagi yang sudah menggarap pasar ekspor karena selera konsumen berubah cepat, pasar dikuasai perusahaan tertentu, dan banyak barang pengganti; (7) Masalah tenaga kerja karena sulit mendapatkan tenaga kerja yang terampil.
Hasil penelitian Schiffer-Weder (2001) dalam Rizali secara keseluruhan juga memperkuat persepsi bahwa UKM menghadapi hambatan berusaha yang lebih besar daripada UB. Bila dilihat dari persentasi jawaban responden, secara umum hambatan utama dalam berusaha adalah sumber pembiayaan.

Sekitar 39% responden UKM menyatakan pembiayaan sebagai hambatan utama dalam berusaha, sedangkan responden Usaha Besar (UB) yang menyatakan pembiayaan sebagai sumber hambatan utama usaha sekitar 28%. Ini mengindikasikan bahwa UKM memang lebih sulit memperoleh kredit dari sektor keuangan formal dibandingkan dengan UB. Berbeda dengan UKM, pengelola UB memandang ketidakstabilan kebijakan pemerintah sebagai hambatan utama dalam berusaha, demikianlah pendapat 30% responden dari UB.
Tiga faktor selanjutnya yang menghambat dunia usaha adalah inflasi (35% responden), ketidakstabilan kebijakan (34%), dan pajak dan peraturan pemerintah (33,5%). Yang menarik sekitar 37% UKM menganggap aspek perpajakan dan peraturan pemerintah sebagai hambatan utama berusaha dibandingkan dengan hanya 21% UB. Hal ini mengindikasikan bahwa UB lebih mudah menghindari pajak, misalnya, dengan mengalihkan dan melaporkan keuntungannya ke daerah yang tingkat pajaknya lebih rendah. Responden memandang nilai tukar (28%), korupsi (28%), kejahatan jalanan (27%), dan kejahatan teroganisir (24,5%) sebagai faktor lain yang menghambat kegiatan usaha.

2.3  Peran Pemerintah dalam Pemberdayaan UMKM di Indonesia.
Semenjak Indonesia merdeka, pemerintah berusaha mencetak pengusaha-pengusaha baru untuk merobohkan sistem ekonomi kolonial dan diganti dengan ekonomi kerakyatan. Beberapa program disusun oleh pemerintah Orde Lama. Di masa demokrasi liberal, dikenal Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
Gagal dengan Program Benteng, pemerintah mengenalkan program baru yakni sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina (baba) dan pengusaha pribumi (ali). Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
Di masa Orde Baru, pengembangan UMKM terus berlanjut. Pemerintah Orba membuat UU No.9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil guna memberdayakan usaha kecil. UU ini berisi XI bab dan 38 pasal dan mengatur pelaksanan permberdayaan UMKM di Indonesia. Sehubungan dengan perkembangan lingkungan perekonomian yang semakin dinamis dan global, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, yang hanya mengatur Usaha Kecil perlu diganti, agar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia dapat memperoleh jaminan kepastian dan keadilan usaha. UU tersebut diganti dengan UU No.20 Tahun 2008 tentang UMKM. Dalam UU tersebut, disebutkan peran pemerintah untuk memberdayakan UMKM.
Terkait dengan urusan pemerintahan, setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan (Pasal 4 ayat 1). Kementerian Koperasi dan UKM RI merupakan Kementerian di kelompok ketiga yaitu urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah (Pasal 4 ayat 2, huruf C), berkaitan dengan urusan pemerintahan bidang Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (Pasal 5 ayat 3). Undang-Undang telah memberi amanat terhadap pemerintah untuk mengembangkan UMKM. Dalam UU No.20 Tahun 2008 tentang UMKM disebutkan peran pemerintah antara lain:
a.      Bersama Pemerintah Daerah melaksanakan pengawasan dan pengendalian kesempatan berusaha (Pasal 13).
b.     Bersama Pemerintah Daerah melaksanakan kegiatan promosi dagang (Pasal 14, ayat2).
c.      Bersama Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan usaha dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, dan desain dan teknologi (Pasal 16 ayat 1).
d.     Menyusun Peraturan Pemerintah mengenai tata cara pengembangan, prioritas, intensitas, dan jangka waktu pengembangan usaha dimaksud (Pasal 16 ayat 3).
e.      Bersama dengan Pemerintah Daerah menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (Pasal 2l). Dalam hal ini Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan dunia usaha dapat memberikan hibah, mengusahakan bantuan luar negeri, dan mengusahakan sumber pembiayaan lain yang sah serta tidak mengikat untuk Usaha Mikro dan Kecil(Pasal 2l ayat4).
f.      Memberikan insentif datam bentuk kemudahan persyaratan perizinan, keringanan tarif sarana prasarana, dan bentuk insentif lainnya yang sesual dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kepada dunia usaha yang menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil (Pasal 21 ayat 5).
g.     Meningkatkan sumber pembiayaan Usaha Mikro dan Usaha Kecil (Pasal 22).
h.     Bersama Pemerintah Daerah, meningkatkan akses Usaha Mikro dan Kecil terhadap sumber pembiayaan (Pasal 23 ayat 1).
i.       Bersama dengan Pemerintah Daerah melakukan pemberdayaan Usaha Menengah dalam bidang pembiayaan dan penjaminan (Pasal 24).
j.       Bersama Pemerintah Daerah, dunia usaha dan masyarakat memfasilitasi, mendukung, dan menstimulasi kegiatan kemitraan, yang saling membutuhkan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan (Pasal 25 ayat 1). Kemitraan antar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar mencakup proses alih keterampilan di bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumberdaya manusia, dan teknologi (Pasal 25 ayat 2).
k.     Menteri Koperasi dan UKM dan Menteri teknis lain mengatur pemberian insentif kepada Usaha Besar yang melakukan kemitraan dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui inovasi dan pengembangan produk berorientasi ekspor, penyerapan tenaga kerja, pengunaan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan, serta menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan (Pasal 25 ayat 3).
l.       Menteri Koperasi dan UKM dapat membentuk lembaga koordinasi kemitraan usaha nasional dan daerah untuk memantau pelaksanaan kemitraan (Pasal 34).
m.   Melarang Usaha Besar memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro, Kecil, dan/atau Menengah sebagai mitra usahanya dalam pelaksanaan hubungan kemitraan (Pasal 35).
n.     Melarang Usaha Menengah memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil mitra usahanya(Pasal 35).
o.     Menteri Koperasi dan UKM melaksanakan koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Pasal 38 ayat 1).
p.     Mengatur dan menetapkan Peraturan Pemerintah tentang tata cara pemberian sanksi administratif pelaggaran UU Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Pasal 39 ayat 3).
1.     Sehubungan dengan amanat Undang-Undang, pemerintah melaksanakan berbagai program yang bertujuan untuk memberdayakan UMKM. Program tersebut antara lain adalah program Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN) dan pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR).





















BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
UMKM sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia telah terbukti mampu menjaga stabilitas ekonomi disaat krisis terjadi. Keberadaan UMKM di Indonesia yang jumlahnya mencapai 99,99% dari total usaha di Indonesia telah menyerap 97,30% tenaga kerja di Indonesia. Keberadaan UMKM juga memberikan kontribusi sebesar 57,12% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Namun UMKM juga memiliki berbagai hambatan dalam hal pengelolaan usahanya. Masalah utama yang dihadapi oleh UMKM adalah permodalan. Menyusul masalah lain adalah pengelolaan yang kurang profesional, kesulitan dalam persaingan usaha yang pesat, rendahnya tingkat inovasi pelaku UMKM, kebijakan pemerintah yang kurang pro UMKM, bahan baku sukar diperoleh, pasar yang cepat berubah selera sehingga pemasaran menjadi sulit.
Untuk mengatasi hambatan tersebut, peran pemerintah sangat diharapkan. Undang-Undang telah memberi amanat kepada pemerintah untuk mengembangkan dan memberdayakan UMKM.  Sinergi antra pemerintah pusat dan daerah juga harus diperhatikan guna menumbuhkembangkan iklim usaha yang kondusif bagi pelaku UMKM. Beberapa program telah dilakukan pemerintah untuk melaksanakan amanat Undang-Undang. Program GKN dan pemberian KUR mencadi contoh peran pemerintah dalam upaya untuk menghasilkan UMKM yang berdaya dan mampu bersaing dengan usaha lain.









DAFTAR PUSTAKA

Kementerian UMKM dan Koperasi, Rencana Strategis 2009-2014
Kementerian UMKM dan Koperasi, Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2014 Bidang Pemberdayaan UMKM dan Koperasi.
UU No 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Kecil Mikro Dan Menengah
UU No 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil
Kementerian Koperasi dan UMKM, data UMKM dan UB tahun 2006-2010.
http://www.pustaka.ut.ac.id/dev25/pdfprosiding2/fisip201240.pdf
 http://yohkandjoek.blogspot.co.id/2014/10/peranan-pemerintah-dalam-pemberdayaan.html

3 komentar:

  1. tidak mantap walau isinya bagus, biasakan melengkapi dengan footnote

    BalasHapus
  2. Alhamdulliah isinya sangat bermanfaat sekali, Numpang berbagi ilmu ya min , bagi Kakak2,Adik2 bantu like dan comment nya ya disini ya https://t.co/tZbbd6oLDK , untuk projek kuliah.. Video ini mengenai kebangkitan UMKM dimasa pandemi.., Jazakillah 🙏🙏🙏, Semoga segala urusannya akan dipermudah

    BalasHapus