KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah kami yang berjudul “Pengendalian Penyakit Dan Obat-Obatan”Pada makalah ini kami banyak
mengambil dari berbagai sumber dan refrensi dan pengarahan dari berbagai pihak
.oleh sebab itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih
sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh
dari sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penyusun mengucapkan terima
kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak yang membaca…
Taluk
Kuantan, Oktober 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar............................................................................................................. i
Daftar
Isi...................................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN............................................................................................. 1
1.1
Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2
Rumusan Masalah............................................................................................ 2
1.3
Tujuan.............................................................................................................. 2
BAB
II PEMBAHASAN.............................................................................................. 3
2.1
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit Pada Ternak........................... 3
2.2
Agen Penyebab Penyakit Pada Ternak............................................................... 5
BAB
III PENUTUP.................................................................................................... 14
3.1 Kesimpulan.................................................................................................... 14
DAFTARPUSTAKA.................................................................................................. 15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Indonesia
adalah negara yang memiliki potensi yang besar di bidang pertanian. Dalam
sektor pertanian, peran subsektor peternakan sangat penting sebagai pendukung
penyediaan protein hewani yang berasal dari ternak. Program ketahanan dan
keamanan pangan yang dilaksanakan pemerintah Indonesia saat ini telah dilakukan
melalui program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) yang telah
dicanangkan pada beberapa tahun yang lalu. Melalui PSDSK ini pemerintah
bertekad mewujudkan ketahanan pangan hewani yang berasal dari ternak berbasis
sumberdaya domestik khususnya ternak sapi potong.
Swasembada
daging sapi sudah lama didambakan oleh masyarakat agar ketergantungan terhadap
impor baik sapi bakalan maupun daging semakin menurun dengan mengembangkan
potensi dalam negeri. Berbagai hambatan muncul dalam program PSDSK ini yang
salah satunya adalah penyakit pada ternak sapi dan kerbau. Penyakit pada ternak
sapi dan kerbau dapat disebabkan oleh infeksi patogen seperti bakteri, virus,
parasit dan jamur, sedangkan penyebab yang non infeksi diantaranya adalah pakan,
genetik, lingkungan, kandang, dan pola pemeliharaan
Usaha
ternak ruminansia seperti sapi, kambing, dan domba memiliki potensi yang sangat
menjanjikan dengan melimpahnya sumber pakan berupa hijauan yang merupakan
kebutuhan utama ternak hewan ruminansia yang dapat diperoleh dengan sangat
mudah. Penyakit pada hewan ternak dapat dikategorikan sebagai penyakit yang
menyerang hewan ternak yang disebabkan oleh agen patogen seperti bakteri,
virus, parasit, dan jamur. Ada juga penyakit yang menyerang hewan ternak yang
disebabkan oleh agen infeksius seperti senyawa beracun atau gangguan
metabolisme. Penularan penyakit dapat dibedakan juga dengan hanya menular antar
hewan dan menular dari hewan ke manusia (zoonosis). Salah satu penyakit
yang disebabkan oleh jamur pada sapi/kerbau yang sering dijumpai atau bahkan
jarang terjadi di lingkungan masyarakat yaitu kegagalan reproduksi pada sapi
atau kerbau.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit pada
ternak?
2.
Apakah agen penyebab penyakit pada ternak?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit pada
ternak
2.
Mengetahui
agen penyebab penyakit
pada ternak
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Penyakit Pada Ternak
Kesehatan ternak
merupakan kunci penentu keberhasilan suatu usaha peternakan. Motto klasik tetap berlaku sampai saat ini, yaitu pencegahan lebih baik
daripada pengobatan, sehingga tindakan-tindakan seperti sanitasi, vaksinasi dan
pelaksanaan biosekuritas di lingkungan peternakan secara konsisten harus
dilaksanakan.
Seringkali
pengobatan terhadap suatu penyakit tidak membuahkan hasil, hal ini disebabkan
oleh beberapa hal, antara lain harus dimengerti bahwa tidak semua penyakit
dapat diobati, seperti penyakit virus. Penyakit-penyakit non infeksius harus
diatasi dengan memperbaiki tatalaksana budidaya yang baik dan benar.
Berdasarkan pemikiran tersebut sangat perlu untuk diketahui adanya
faktor-faktor yang dapat menyebabkan penyakit pada ternak, sehingga dapat
dilakukan metode penanggulangan penyakit yang efisien dan efektif.
Timbulnya penyakit
pada ternak merupakan proses yang berjalan secara dinamis dan merupakan hasil
interaksi tiga faktor, yaitu ternak, agen penyakit (pathogen) dan lingkungan.
Lingkungan memegang peran yang sangat penting dalam menentukan pengaruh positif
atau negatif terhadap hubungan antara ternak dengan agen penyakit. Interaksi
ketiga faktor yang normal dan seimbang sebagaimana akan menghasilkan ternak
yang sehat dan tidak ada wabah penyakit.
Keseimbangan
ketiga faktor di atas tidak selalu stabil, pada keadaan tertentu akan
berubah. Jika hal ini terjadi maka ternak yang dipelihara akan sakit dan
menunjukkan tampilan (performance) yang tidak memuaskan. Terdapat beberapa
kondisi yang mampu menciptakan perubahan keseimbangan ketiga faktor tersebut.
Kondisi-kondisi tersebut antara lain adalah (1) perubahan-perubahan yang
terjadi pada ternak, misalnya penurunan kondisi tubuh yang mungkin disebabkan
oleh beberapa hal, antara lain : kualitas dan kuantitas zat-zat gizi dalam
pakan yang kurang, faktor-faktor yang mampu menekan timbulnya kekebalan (immunosupressif)
dalam tubuh ternak, sehingga akan terjadi kegagalan dalam program vaksinasi.
Di lain pihak
terjadi peningkatan tantangan terhadap ternak oleh mikroorganisme yang hidup
dan berkembang di sekeliling ternak akibat sistim biosekuritas yang tidak
konsisten, waktu istirahat kandang yang minim, kegagalan program vaksinasi dan
pengobatan (2) terjadi perubahan hanya pada aspek lingkungan, sedangkan kondisi
hewan ternak dan mikroorganisme tidak berubah. Perubahan lingkungan ini mungkin
disebabkan oleh perubahan iklim, perubahan suhu dan kelembaban lingkungan yang
ekstrim, ketinggian tempat, kesalahan menejemen, seperti : kepadatan kandang
yang tinggi, ventilasi yang jelek, intensitas cahaya yang terlalu tinggi,
kegaduhan suara dan tingginya tingkat polusi. Kondidi-kondisi lingkungan
demikian akan berdampak negatif bagi ternak yang berakibat penurunan kondisi
tubuh ternak, sebaliknya menguntungkan bagi mikroorganisme untuk berkembang
biak, baik jumlah maupun jenisnya.
Tiga aspek usaha
penting harus dilakukan guna mencegah wabah penyakit di lingkungan peternakan,
yaitu (1) usaha-usaha mengurangi jenis dan jumlah mikroorganisme,
terutama yang patogen di sekeliling ternak yang dipelihara (aspek
mikroorganisme) (2) usaha-usaha mencegah terjadinya kontak antara
ternak yang dipelihara dengan mikroorganisme patogen (aspek lingkungan)
dan (3) usaha-usaha meningkatkan daya kebal tubuh ternak yang dipelihara (aspek
ternak).
Vaksinasi
dilakukan secara tepat waktu dengan meminimalkan faktor-faktor penyebab
kegagalan vaksinasi, sehingga akan menstimulir terbentuknya kekebalan ternak
secara sempurna. Penggunaan antibiotik harus terkontrol, cocok untuk
menekan perkembangan atau membunuh mikroorganisme penyebab penyakit
tertentu dan dengan dosis yang tepat. Memperlakukan ternak dengan penuh
kasih sayang, tidak kasar, memperkecil faktor-faktor yang merugikan ternak,
seperti adanya parasit cacing, mikotoksin dan zat antinutrisi di dalam bahan
pakan, logam-logam dalam air minum.
2.2 Agen
Penyebab Penyakit
Agen penyebab
penyakit pada ternak dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok, yaitu a)
penyebab fisik, b) penyebab kimiawi, dan c) penyebab biologis.
1. Penyebab Fisik
Penyakit ternak yang disebabkan oleh agen fisik antara lain luka akibat benturan, terjatuh karena lantai kandang yang licin pada sapi, terjepit pada ayam. Penanganan kasar oleh anak kandang sering kali menyebabkan luka-luka pada tubuh ternak.
2. Kimiawi
Penyakit yang disebabkan oleh agen penyakit yang bersifat kimiawi antara lain : penyakit defisiensi dan keracunan. Penyakit defisiensi mineral, seperti kalsium menyebabkan pertumbuhan terhambat, konsumsi pakan turun, laju metabolik basal meningkat, aktivitas menurun dan osteoporosis. Defisiensi vitamin, misalnya vitamin D menyebabkan rachitis, terutama pada hewan muda dan osteomalasia pada ternak yang sudah sempurna tulangnya, namun diberi pakan dengan kadar vitamin D yang kurang dari kebutuhan Osteomalasia adalah suatu keadaan yang ditandai oleh dekalsifikasi sebagian tulang sehingga mengakibatkan tulang menjadi lunak dan rapuh.
Turkey Diseases merupakan penyakit akibat keracunan oleh mikotoksin yang mencemari bahan pakan pernah terjadi di Inggris dan menyebabkan kematian sampai 10.000 ekor kalkun. Mikotoksin adalah sejenis racun yang dihasilkan oleh sejenis jamur. Mikotoksin terkenal yang dihasilkan oleh Aspergillus flavus disebut aflatoksin bersifat sangat toksik bagi ternak, baik unggas maupun ruminansia.
Keracunan bisa juga disebabkan oleh bahan-bahan anorganik, seperti : H2S, NH3, CH4, merkaptan dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut sebagai kontaminan yang dibebaskan dari kotoran ternak. Amoniak memiliki arti penting pada peternakan ayam oleh karena gas tersebut tersebar luas di peternakan dan memberikan andil yang cukup besar dalam mempengaruhi kesehatan ternak maupun dan manusia. Toleransi maksimal manusia terhadap amoniak sebesar 5 – 10 ppm dan pada unggas sebesar 15 – 20 ppm.
Pada manusia, kadar amoniak 20 ppm menyebabkan iritasi mata dan saluran pernapasan. Kadar amoniak 50 ppm akan menghambat pertumbuhan babi dan apabila terjadi kontak dalam waktu yang lama menyebabkan ternak tersebut terserang pneumonia maupun penyakit pernapasan yang lain. Pada kadar tersebut broiler akan terganggu pertumbuhannya sampai 7%. Pada kadar amoniak antara 50 –100 ppm akan mengganggu pertumbuhan broiler dan pulet sebesar 15%.
3. Penyebab Biologis
Penyebab penyakit yang berupa agen biologis antara lain : bakteri, virus, jamur, protozoa dan metazoa. Penyakit akibat agen biologis ini bersifat menular (infeksius), sedangkan agen kimiawi maupun fisik bersifat tidak menular (non infeksius). Pada umumnya penyakit virus bersifat sangat akut karena menimbulkan angka kematian yang tinggi bagi ternak dan penyakit ini tidak dapat diobati, hanya dapat dicegah dengan sanitasi dan vaksinasi. Pengobatan pada penyakit virus dengan antibiotik dimaksudkan tidak untuk membunuh virus, namun hanya bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri yang memperburuk kondisi ternak.
Itulah beberapa faktor penyebab penyakit pada ternak yang perlu kita ketahui bersama, dan untuk mengendalikan berbagai macam penyakit yang mengganggu ternak diperlukan sebuah manajemen yang baik untuk mengatasi masalah penyakit pada ternak.
Manajemen kesehatan ternak dapat diartikan sebagai proses
perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian faktor-faktor
produksi melalui optimalisasi sumberdaya yang dimilikinya agar produktivitas
ternak dapat dimaksimalkan, kesehatan ternak dapat dioptimalkan dan kesehatan
produk hasil ternak memiliki kualitas kesehatan sesuai dengan standar yang
diinginkan. Manajemen kesehatan ternak harus melalui suatu proses yaitu suatu
cara yang sistematis untuk menjalankan suatu pekerjaan. Penyakit merupakan
salah satu hambatan yang perlu diatasi dalam usaha ternak.
Melalui
penerapan manajemen kesehatan ternak yang dilakukan secara berkelanjutan,
diharapkan dampak negatif dari penyakit ternak dapat diminimalkan.
Penyakit-penyakit yang dijadikan prioritas untuk diatasi adalah penyakit
parasiter, terutama skabies dan parasit saluran pencernaan (nematodiasis).
Sementara itu, untuk penyakit bakterial terutama anthrax, pink eye, dan
pneumonia. Penyakit viral yang penting adalah orf, dan penyakit lainnya
(penyakit non infeksius) yang perlu diperhatikan adalah penyakit diare pada
anak ternak, timpani (kembung rumen) dan keracunan sianida dari tanaman.
Pengendalian
penyakit parasit secara berkesinambungan (sustainable parasite controle)
perlu diterapkan agar infestasi parasit selalu di bawah ambang yang dapat mengganggu
produktivitas ternak. Vaksinasi terhadap penyakit Anthrax (terutama untuk
daerah endemis anthrax), dan orf merupakan tindakan preventif yang dianjurkan.
Penanganan
kesehatan merupakan salah satu hal yang memiliki peranan penting dalam
memperoleh pejantan yang sehat. Selain itu ternak juga penting untuk diperiksa,
agar dapat mendeteksi infeksi penyakit-penyakit tertentu. Penyakit pada
masing-masing jenis juga berbeda, misalnya pada sapi Bali yang paling umum
adalah Jembrana (Gregory, 1983). Adapun upaya
yang dilakukan untuk menjaga kesehatan ternak meliputi tindakan karantina, pemeriksaan
kesehatan harian, penanganan kesehatan hewan, pemotongan kuku, desinfeksi
kandang, kontrol ektoparasit, pemberian vaksin, pemberian obat cacing, biosecurity
maupun otopsi.
1. Tindakan
Karantina
Ternak
yang baru tiba di lokasi peternakan tidak langsung ditempatkan pada kandang/
tempat pemeliharaan permanent, tetapi tempatkan dahulu pada kandang sementara
untuk proses adaptasi yang memerlukan waktu sekitar beberapa minggu. Dalam
proses adaptasi ternak diamati terhadap penyakit cacing (dengan memeriksa
fesesnya), penyakit orf, pink eye, kudis, diare, dan sebagainya. Apabila
positif terhadap penyakit tertentu segera diobati dan lakukan isolasi. Dalam
adaptasi ini juga termasuk adaptasi terhadap jenis pakan yang akan digunakan
dalam usaha ternak kambing.
Pada
adaptasi ini biasanya harus disiapkan berbagai obat-obatan untuk mengantisipasi
terhadap kemungkinan timbulnya berbagai penyakit. Setelah 7-21 hari ternak
dalam keadaan sehat, maka siap untuk dipindahkan dalam kandang utama. Tujuan dari karantina adalah untuk
memastikan ternak yang baru datang dari luar wilayah peternakan terbebas dari
penyakit.
Kandang karantina harus terletak jauh dari lokasi perkandangan
ternak pejantan yang lain, hal ini bertujuan untuk menghindari penularan
penyakit oleh ternak yang baru di datangkan.
2. Pemeriksaan
Kesehatan Harian
Pengamatan
kesehatan harian dilakukan setiap hari yaitu pada pagi dan sore hari.
Pengamatan kesehatan harian ini bertujuan untuk memantau kondisi kesehatan
ternak dan mengetahui ada tidaknya abnormalitas pada ternak sehingga jika
ditemukan ternak yang sakit atau mengalami kelainan dapat segera ditangani.
Pada pagi hari pemeriksaan kesehatan hewan dilakukan sebelum kandang
dibersihkan. Sedangkan pada sore hari, pemeriksaan dilakukan sesudah sapi
diberi makan.
Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan pemeriksaan kesehatan
harian antara lain nafsu makan dari ternak, mengamati keadaan sekitar ternak
(mengamati feses, urin, dan keadaan sekitar kandang apakah terdapat
bercak-bercak darah atau tidak), mengamati keadaan tubuh ternak normal atau
tidak (bisa dilihat dari hidung, kejernihan mata, telinga dan bulu ternak),
mengamati cara ternak berdiri atau bergerak, ada tidaknya luka atau pembengkakan
serta ada atau tidaknya eksudat pada luka. Kondisi
feses feses yang tidak normal (encer) mengindikasiakan adanya kelainan atau
suatu penyakit pada sistem pencernannya.
Adanya
pengamatan kesehatan harian diharapkan abnormalitas yang ada dapat ditangani
sesegera mungkin dan apabila ada pejantan yang sakit dapat segera diobati. Saat
pengamatan kesehatan harian juga dilakukan recording atau pencatatan
abnormalitas yang terjadi sehingga terdapat data yang lengkap mengenai riwayat
penyakit yang pernah di alami oleh pejantan.
3. Penanganan
Kesehatan Hewan
Penanganan
kesehatan hewan bertujuan untuk melakukan pemeriksaan dan penanganan medis pada
pejantan yang sakit sehingga pejantan yang sakit secepatnya dapat ditangani
sesuai dengan gejala klinis yang timbul. Penanganan kesehatan hewan dilakukan
saat ditemukan adanya kelainan atau gejala klinis yang terlihat pada hewan
setelah dilakukan pengontrolan rutin.
a. Pemeriksaan
Klinis
Ternak yang terlihat menunjukkan
adanya gejala klinis maka akan dilakukan pemeriksaan klinis. Pemeriksaan klinis
tersebut dilakukan Sebelum pengobatan. Pemeriksaan klinis dapat dilakukan
didalam dan diluar kandang (di kandang jepit). Pemeriksaan klinis meliputi :
1)
Pengukuran suhu tubuh melalui rektum dengan cara memasukkan
thermometer kedalam rektum dan dibiarkan selama 3 menit, kemudian dibaca
suhunya.
2)
Pengukuran pulsus dilakukan dengan menggunakan stetoskop.
3)
Pengukuran frekuensi pernafasan dan lapang paru-paru untuk
mengetahui apakah frekuensi pernafasan hewan normal atau tidak.
4) Palpasi dilakukan dengan sentuhan
atau rabaan pada bagian yang akan diperiksa apakah normal atau tidak.
b. Pengobatan
Pengobatan
dilakukan apabila telah ditemukan ternak yang di diagnosa sakit berdasarkan
pengamatan harian. Pengobatan ternak dilakukan sesuai diagnosa yang telah
ditentukan, dengan dosis obat yang telah diperhitungkan sesuai kebutuhan ternak
tersebut. Ternak yang sakit diistirahatkan di kandang karantina hingga
dinyatakan sehat oleh bagian kesehatan hewan.
c. Pemberian
Vitamin
Pemberian vitamin pada ternak
dilakukan secara rutin sebulan sekali. Vitamin yang diberikan antara lain
adalah vitamin A, D, dan E. Pemberian vitamin dilakukan untuk menjaga kondisi
kesehatan ternak sehingga produkstifitasnya terjaga.
d. Pemotongan
Kuku
Pemotongan
kuku pada setiap ternak umumnya dilakukan secara rutin yaitu setiap 6 bulan
sekali. Tetapi apabila ditemukan masalah seperti ternak yang kukunya sudah
panjang atau antara kuku luar dan dalam panjangnya tidak seimbang maka
pemotongan kuku dapat dilakukan sewaktu-waktu sesuai kondisi ternak tersebut.
Kegiatan ini bertujuan untuk mengembalikan posisi normal kuku, membersihkan
kotoran pada celah kuku, menghindari pincang, mempermudah pada saat penampungan
dan deteksi dini terhadap laminitis dan kemungkinan terjadinya infeksi pada
kuku.
Hal
ini karena setiap hari ternak berpijak pada permukaan lantai yang kasar,
sehingga kuku sedikit demi sedikit akan terkikis dengan sendirinya. Alat-alat
yang digunakan adalah mesin potong kuku, kama gata teito (pisau pemotong kuku),
rennet, gerinda, mistar ukur, dan tali hirauci. Bahan dan obat-obatan yang
diperlukan adalah perban, kapas, Providon iodine, Gusanex, antibdiotik,
antiinflamasi, dan salep. Langkah-langkah dalam pemotongan kuku yaitu sebagai
berikut :
a.
Siapkan peralatan untuk memotong kuku kemudian atur tali
pada mesin potong kuku.
b.
Keluarkan ternak dari kandang, pastikan ternak sudah
dimandikan dan diberi pakan.
c.
Ternak dimasukkan kedalam mesin potong kuku yang bentuknya
seperti kandang jepit kemudian ternak di restrain dengan tali penompang tubuh
sapi dibagian tengah, depan dan belakang tubuh sapi yang sudah dikaitkan pada
mesin potong kuku dengan cara melingkarkan tali pada bagian perut dan dada
kemudian dikencangkan.
d.
Kemudian tekan tombol hidrolik untuk mengangkat sapi ke atas
meja dan dibaringkan terlebih dahulu. Proses pengangkatan tubuh sapi
menggunakan sistem hidrolik dengan 2 buah silinder sehingga proses pengangkatan
lebih halus dan lebih bertenaga.
e.
Setelah itu ikat kaki ternak dengan tali pada tiang mesin
potong kuku yang terangkat tadi. Perlu diperhatikan bahwa pada saat pemotongan
kuku sebaiknya ternak ditali dengan model Halter (tali kepala) yang ditambat
kuat, sedangkan tali nose ring ditambat sedikit longgar. Tujuannya supaya
apabila ternak berontak maka hidungnya tidak terluka atau bahkan terputus.
f.
Ukur panjang kuku ternak dengan mistar ukur, setelah dicatat
kemudian bersihkan kotoran-kotoran atau
batu pada kuku. Setelah itu kuku diberi desinfektan dan dibersihkan lagi
menggunakan sikat.
g.
Selanjutnya Buatlah pola dengan gerinda.
h.
Gerakan tangan memotong kuku ternak adalah mengiris, yaitu
kama ditarik vertikal dari atas ke bawah, bukan mencabik. Lakukan pemotongan
menurut garis pola yang sudah dibuat secara rata sampai kedua belah kuku
betul-betul simetris dan rata.
i.
Apabila ada cekungan pada kuku, bersihkan menggunakan
rennet.
j.
Bila dinding kuku masih terlihat tebal, gunakan gerinda atau
alat kikir hingga 0,5 cm dari batas garis putih.
k.
Setelah selesai, panjang kuku diukur dengan mistar dan
dicatat kembali kemudian kaki ternak dan tali hirauchi dilepas
l.
Mendipping ternak pada cairan desinfektan yang tersedia di
depan tempat potong kuku, kemudian ternak dibawa kembali ke kandang.
m. Mesin potong kuku yang telah selesai
dipakai kemudian di sanitasi agar mesin tetap terawat dan terjaga
kebersihannya.
4. Kontrol
Ektoparasit
Ektoparasit
adalah parasit yang hidupnya menumpang pada bagian luar atxau permukaan tubuh
inangnya, seperti berbagai jenis serangga (lalat, dll) serta jenis akari
(caplak, tungau dll). Keberadaan ektoparasit akan mengakibatkan ternak merasa
tidak nyaman, sehingga nafsu makan ternak menurun dan akan berdampak pada
kualitas produk ternak. oleh karena itu penyemprotan anti ektoparasit sangat
penting dalam agenda pencegahan penyakit. Penyemprotan anti ektoparasit merupakan
suatu tindakan pengendalian terhadap parasit-parasit dari luar tubuh yang dapat
mengganggu kesehatan ternak.
Ektoparasit
dapat menyebabkan stres pada pejantan, serta dapat bertindak sebagai vektor
mekanik maupun biologis penyakit hewan.
Penyemprotan
anti ektoparasit dilakukan secara rutin setiap sebulan sekali menggunakan
sunschin dengan obat anti ektoparasit cyperkiller 25 WP (25% Cypermethrin
dengan dosis 30 gr/50 liter air) dan disemprotkan ke bagian tubuh ternak,
seperti bagian perut, pantat, kaki dan punggung. Penyemprotan anti ektoparasit
dilakukan sebaiknya tidak mencemari pakan, tempat pakan, dan air minum.
Cypermethrin adalah piretroid sintetis yang digunakan untuk keperluan rumah
tangga. Ini berperan sebagai neurotoksin cepat bertindak pada serangga. Dalam
hal ini mudah terdegradasi di tanah dan tanaman.
Anti
ektoparasit lain yang digunakan untuk ternak adalah gusanex. Cara
pemakaiannya yaitu dengan menyemprotkan gusanex pada bagian tubuh ternak
yang mengalami luka. Tujuannya agar luka tersebut segera kering dan tidak
dihinggapi oleh lalat yang selanjutnya akan menjadi tempat berkembangnya telur
lalat dan ektoparasit lainnya.
5.
Biosecurity
Menurut
Winkel (1997) biosekurity merupakan suatu sistem untuk mencegah penyakit
baik klinis maupun subklinis, yang berarti sistem untuk mengoptimalkan produksi
ternak secara keseluruhan, dan merupakan bagian untuk mensejahterakan hewan (animal
welfare). Biosecurity adalah semua tindakan yang merupakan pertahanan
pertama untuk pengendalian wabah dan dilakukan untuk mencegah semua kemungkinan
kontak/ penularan dengan peternakan tertular dan penyebaran penyakit (Dwicipto,
2010) .
Biosecurity merupakan tindakan perlindungan
terhadap ternak dari berbagai bibit penyakit (bakteri dan virus) melalui
pengamanan terhadap lingkungannya dan orang atau individu yang terlibat dalam
siklus pemeliharaan yang dimaksud. Tujuannya yaitu supaya bibit penyakit
(bakteri dan virus) yang terbawa dari luar tidak menyebar dan menginfeksi
ternak. Tindakan biosecurity meliputi :
a. Lokasi peternakan harus terbebas
dari gangguan binatang liar yang dapat merugikan.
b. Melakukan desinfeksi dan
penyemprotan insektisida terhadap serangga, lalat, nyamuk, kumbang, belalang
disetiap kandang secara berkala.
c. Setiap kendaraan yang akan masuk ke
areal peternakan harus melewati bak biosecurity dan disemprot, yang mana
cairan yang digunakan adalah cairan desinfektan (lysol).
d. Setiap petugas yang akan masuk ke
kandang diharuskan mencelupkan sepatu boot ke dalam bak biosecurity
yaitu wadah berisi desinfektan yang sudah disediakan.
e. Segera mengeluarkan ternak yang mati
untuk diotopsi lalu dikubur atau dimusnahkan.
f. Selain petugas dilarang memasuki
areal kandang.
g. Membatasi kendaraan yang masuk ke
areal kandang.
h. Meyediakan kendaraan khusus bagi
tamu yang berkunjung, contohnya seperti kereta biosecurity.
i. Untuk aktivitas di dalam
laboratorium harus menggunakan pakaian khusus berupa jas dan alas kaki khusus
untuk laboratorium
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
uraian-uraian tersebut, sistem manajemen kesehatan ternak merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari sistem usaha agribisnis. Upaya yang dilakukan untuk menjaga kesehatan ternak
meliputi tindakan karantina, pemeriksaan kesehatan harian, penanganan kesehatan
hewan, pemotongan kuku, desinfeksi kandang, kontrol ektoparasit, pemberian
vaksin, pemberian obat cacing, biosecurity maupun otopsi.
Tahap
karantina ternak untuk menjamin bahwa ternak yang akan dipelihara lebih lanjut
telah benar-benar aman dari penyakit yang kemungkinan terbawa dari daerah asal.
Tahap pemeliharaan sendiri sangat menentukan produktivitas ternak berkaitan
dengan gangguan kesehatan. Oleh karena itu pencegahan dan pengendalian terhadap
penyakit-penyakit ternak tertentu harus selalu mendapat perhatian terutama
penyakit skabies dan cacingan untuk golongan penyakit parasiter dengan
menerapkan kontrol penyakit secara berkesinambungan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonimus. 2008. Penularan Kongenital Penyakit
Infectious Bovine Rhino Tracheitis pada Sapi dan Kerbau di Indonesia
http://peternakan.Iitbang. deptan.go.id.
Kurniadhi. P. 2003. Teknik pembuatan biakan sel Primer
Ginjal Janin Sapi Untuk Menumbuhkan Virus Infectious Bovine Rhinotracheitis.
Bogor
Sudarisman, 2003. Penularan Kongenital Penyakit
Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) pada Sapi dan Kerbau di Indonesia.
Wartazoa Vol. 17 No. 1 Th. 2007
Blaha, T., 1989. Applied Veterinary
Epidemiology. Development in Animal and Veterinary Sciences, 21. Elsevier.
Amsterdam-Oxford-New York-Tokyo.
Fardiaz, S., 1992.
Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius, Kerjasama dengan Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Rahayu, ID., 2000.
Mungkinkah Mycoplasma Dicegah dan Diobati?. Infovet
Edisi 071 Juni 2000.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar