Senin, 05 Desember 2016

MAKALAH MENAKAR RSPO DAN ISPO



KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ MENAKAR RSPO DAN ISPO “. Pada makalah ini Penulis banyak mengambil dari berbagai sumber dan refrensi dan pengarahan dari berbagai pihak .oleh sebab itu, dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna, untuk itu Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan laporan ini.
Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak yang membaca…
           





                                                                      Taluk Kuantan,     Januari 2016


Penulis

DAFTAR ISI


Kata Pengantar............................................................................................................. i
Daftar Isi...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 2
1.2 Tujuan Makalah................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 3
BAB III PEMBAHASAN............................................................................................. 6
3.1 Respon Global Terhadap RRPO Serta Alasan Di Lahirkannya ISPO.............. 6
3.2 Menakar RSPO Dan ISPO Berdasrkan Prakteknya.......................................... 7
BAB IV PENUTUP...................................................................................................... 9
4.1  Kesimpulan...................................................................................................... 9
4.2  Saran................................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 10









BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar  Belakang
Industri sawit telah menjadi ‘rejim’ tersendiri semenjak Booming komoditi ini dalam dua deka deterakhir. Indonesia, bersama Malaysia, menjadi pusaran ekspansi industri sawit dunia. Minyak sawit,tidak hanya untuk kebutuhan makanan, kosmetik, hingga pakan ternak, tetapi diperkirakan sebagai “kandidat” utama energi alternatif terbarukan, menggantikan energi fosil yang menipis. Mata dunia     mengarah ke industri ini karena signifikansinya dalam pertumbuhan ekonomi di satu sisi, tetapi biaya sosial dan lingkungan yang harus dikorbankan untuk menopangnya sangat besar di sisi lain. Kalangan pasar dan konsumen global merespon dengan RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil), dan pemerintah Indonesia merespon dengan membentuk ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil).
Harga minyak dan inti sawit relatif terus meningkat dalam 20 tahun terakhir--kecuali tahun 2008,akibat dampak krisis global saat itu. Permintaan minyak dan inti sawit terus meroket, khususnya darinegara maju lama --seperti Eropa dan Amerika, dan negara maju baru seperti China dan India. Luarbiasanya, dua negara terakhir menyerap hampir dua pertiga produksi minyak sawit Indonesia yangangka produksinya diperkirakan akan mencapai 25 juta ton tahun ini. China menampung 6,65 jutaton, dan India mengimpor 7,1 juta ton minyak sawit Indonesia tahun 2012.Indonesia, yang memproduksi 50 persen dari produksi global minyak sawit, menikmati 9,11 miliar USDollar atau sekitar 12 persen dari total pendapatan pemerintah tahun 2011.



1.2  Perumusan Masalah
1.     Bagaimana respon global terhadap RSPO serta apa alasan dilahirkannya ISPO ?
2.     Bagaimana takaran RSPO dan ISPO berdasarkan prakterknya dilapangan  ?

1.3  Tujuan Makalah
1.     Untuk Mengetahui Bagaimana Respon global terhadap RSPO serta alasan dilahirkannya ISPO.
2.     Untuk Mengetahui Bagaimana Takaran RSPO dan ISPO berdasarkan prakterknya.
















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Minyak kelapa sawit diperkenalkan pertama kali di Asia tenggara pada tahun 1848  ketika empat bibit pohon yang berasal dari Afrika Barat ditanam di Buitenzorg botanical gardens atau yang saat ini dikenal dengan nama kebun raya Bogor di  Jawa,  tetapi  hal  ini  tidak  serta merta menjadi  akar dari  munculnya industri kelapa sawit, bahkan pada saat itu pohon  kelapa sawit hanya dijadikan tanaman hias oleh para petani tembakau.
Pada tahun 1905 Adrien Hallet yang merupakan insiyur pertanian yang berasal dari  Belgia tiba di Sumatra dan menyadari bahwa pohon kelapa sawit tumbuh  lebih  cepat  dan  menghasilkan  buah  yang  lebih  banyak  dibandingkan dengan  yang  ditanam  di  Kongo.   Selain   itu  buah  yang  dihasilkan  terlihat menghasilkan  lebih  banyak  pulp  oil  dan  memiliki  biji  buah  yang  lebih  kecil dibandingkan dengan tanaman – tanaman kelapa sawit di Afrika. (Martin, S. M. 1988)
Keunggulan  yang  dimiliki  oleh  tanaman    tanaman  ini  merupakan cerminan dari kondisi tanah yang sangat subur, curah hujan yang mencukupi serta kondisi sinar matahari yang bersinar di Asia Tenggara cukup untuk mendukung optimalisasi kondisi tanaman – tanaman tersebut. Perusahaan Deli Duras melihat peluang ini, dengan memanfaatkan kondisi sosial saat  itu  yang terdapat lebih banyak  populasi  orang    orang  usia  produktif  perusahaan  ini  mengharapkan adanya  hasil  yang  baik.  Selain  itu  didukung  dengan  tidak  adanya  hama  dan penyakit yang biasanya menyerang tanaman kelapa sawit menjadi alasan kuat perusahaan ini mendirikan perkebunan. (Rosenquist, E. 1986)
Hasil produksi tinggi yang diperoleh dari penanaman di Asia Tenggara dengan resiko  yang relatif rendah mengakibatkan industri kelapa sawit menjadi tumbuh dengan sangat cepat.  Setelah penanaman perintis yang di lakukan oleh Hallet di Sumatra dan rekannya Henri  Fauconnier di Malaya di tahun 1910an, kemudian tahun 1919 perkebunan kelapa sawit telah berkembang menjadi hingga 6.000 hektar di kawasan Sumatera, bahkan luas perkebunan kelapa sawit di tahun 1925 telah mencapai 32.000 hektar, meningkat hingga hampir 400% dalam jangka waktu 6 tahun. Sementara itu, di Malaya pada tahun 1919 sebanyak 3.400 hektar hektar telah ditanam dan enam tahun kemudian meningkat hingga 17.000 hektar. Pada tahun  1919  lebih dari  6.000  ha telah  ditanam  di  Sumatera,  naik menjadi 32.000 pada tahun 1925, saat 3.400 ha telah datang di bawah budidaya di Malaya. Selama  lima  tahun  ke  depan,  lebih  jauh  17.000  ha  telah  ditanam  di Malaya, sementara wilayah Sumatera dua kali lipat. (Khera, H. S. 1976)
Perkembangan kelapa sawit yang sangat pesat di kedua negara hingga saat ini minyak  mentah yang dihasilkan dari kelapa sawit, atau yang lebih dikenal dengan Crude Palm Oil (CPO) menjadi komoditi ekspor Malaysia dan Indonesia paling  besar  pada  pasar  dunia,  Indonesia  merupakan  produsen  kelapa  sawit terbesar di dunia dan diikuti oleh Malaysia pada  posisi kedua5, jumlah ekspor kelapa  sawit  dari  Indonesia  sendiri  pada  tahun  2012  memiki  jumlah  sebesar
28.000.000 metric ton meningkat 8,11% dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sebesar  25.900.000 metric ton. Sedangkan Malaysia mampu memberikan hasil ekspor kelapa sawit  pada  tahun 2012 sebesar 17.205.000 metric ton dan meningkat 3,64% dibanding tahun  sebelumnya sebesar 16.600.000 metric ton dengan pasar – pasar impor terbesar ke negara India, Cina dan Uni Eropa.
90% perkebunan kelapa sawit di kawasan Kalimantan telah menggunakan lahan hutan yang merupakan kawasan hutan yang dilindungi oleh pemerintah (Dewi, S., Khasanah, N., Rahayu, S., Ekadinata A., and van Noordwijk, M. 2009) yang kemudian mengakibatkan adanya beberapa halangan di dalam perdagangan industri kelapa sawit salah satu hambatan  yang ada adalah  terancamnya pasar kelapa sawit Indonesia dan Malaysia di kawasan Uni Eropa, hal ini  dikarenakan Uni Eropa telah menyetujui EU emission trading scheme (EU ETS), yaitu kebijakan yang disetujui oleh anggota Uni Eropa untuk mendukung produk negara negara yang memiliki low carbon industrial sectors.
Pasar EU ETS menggunakan sistem cap and trade yaitu cap (capped) Emisi total suatu negara dibatasi dari emisi yang dibatasi inilah nanti akan muncul allowances (kelebihan emisi yang tidak dipakai). EU ETS sendiri resmi  dimulai tahun 2005, hingga tahun  2013 EU ETS telah berjalan dalam 3 periode yang berbeda, yaitu periode 2005 – 2008, 2008 – 2012, dan yang paling  baru  dilaksanakan  adalah  periode  2013    2020.  Skema  2008  disebut dengan fase “learning by doing” dengan melakukan  beberapa penetapan yang lebih matang, fase kedua 2008 – 2012 merupakan periode komitmen  Protokol Kyoto  dengan  melakukan  Rencana Alokasi  Nasional  bagi  setiap  negara  yang mengsulkan batas cap dar total emisi dar instalasi yang relevan, yang kemudian akan disetujui oleh Komisi Eropa.
Dengan standard EU ETS produk kelapa sawit dari Indonesia – Malaysia dinilai  tidak   memenuhi  standar  tersebut,  produksi  kelapa  sawit  gabungan Indonesia dan Malaysia dinilai memproduksi karbon yang ada di atas ambang batas normal, sebesar 0,86 metrik ton atau sebesar 860 kilogram karbon dioksida diproduksi dari perkebunan kelapa sawit setiap harinya (Dutton,  N.  2012)
Untuk itu, RSPO sangat  diperlukan jika produsen – produsen kelapa sawit di  Indonesia dan Malaysia ingin  tetap  membuka pasar kelapa sawit di Uni Eropa. Salah satu jalan yang ditawarkan oleh RSPO di dalam perdangan kelapa sawit adalah dengan adanya certified sustainable palm oil atau sertifikasi terhadap produk kelapa sawit dengan  menggunakan sistem stadardisasi internasional dan beberapa   syarat   yang   dibutuhkan   untuk   mendapatkan   sertifikasi   tersebut. Beberapa  syarat  diantara  lain  adalah  transparansi,  komitmen,  tanggung  jawab lingkungan, serta kondisi keuangan dan pengelolaan yg stabil. Importir dari Uni Eropa sangat mengutamakan perusahaan produsen kelapa sawit yang  memiliki sertifikasi  tersebut  karena  dengan  adanya  CSPO  setidaknya  terdapat  sebuah jaminan terhadap importir kelapa sawit bahwa mereka tidak melanggar kebijakan trading emission yang dijalankan secara ketat di kawasan Eropa. 


BAB III
PEMBAHASAN

3.1  Resppon Global Terhadap RSPO Serta Alasan Dilahirkannya ISPO
RSPO semakin kokoh setelah para pemangku kepentingan sebisanya dirangkul, dari yang berkepentingan keuntungan ekonomi hingga yang bersuara sedikit kritis seperti Organisasi Non pemerintah internasional, termasuk beberapa LSM lokal di Indonesia. Prinsip sosial dan lingkungan yang ketat disusun, struktur serta mekanisme penyelesaian konflik juga sudah terbangun, hingga sertifikatnya juga sudah keluar melalui Greenpalm , sebuah organisasi stempel sertifikat sawit berbasis di London, Inggris. Oleh karena itu, konsumen negara barat akan nyaman berbelanja produk yang mengandung minyak sawit di ritel-ritel supermarket yang telah bertuliskan “Certified Palm Oil”. Namun, banyak pihak masih mempertanyakan relevansi dan akuntabilitas rejim minyak sawit ini.
Semenjak kehadiran RSPO hampir 10 tahun, ternyata tidak sedikit fakta lapangan yang menunjukkan tidak adanya perubahan dan perbaikan. Ekspansi sawit terus berjalan mulus, sementara konflik agraria terus meningkat, masyarakat lokal tersingkirkan, penghancuran hutan tak berhenti. Lantas, Badan Lingkungan Hidup (EPA), Amerika Serikat menyampaikan catatan bahwa produksi sawit dari Indonesia belum memenuhi syarat yang ditetapkan lembaga itu untuk dipakai sebagai biofuel, bulanMaret 2012 yang lalu.
Respon dari sektor industri dan pemerintah Indonesia terhadap rejim ini cukup beragam. Pemerintah secara aktif melakukan green campaign. Sejak tahun 2007 pemerintah Indonesia bersama Ma lays ia sudah aktif kampanye ke Eropa dan AS untuk menangkal ‘ kampanye negatif  terhadap sawit’. Tahun 2012, Dewan Minyak Sawit Indonesia, dengan dukungan penuh kementerian pertanian, berkampanye ke AS, Rusia dan Eropa. Tahun lalu, untuk menunjukkan keseriusan melindungi hutan yang tersisa, Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan moratorium hutan: yakni penundaan ijin baru di hutan primer dan lahan gambut, melalui Inpres No. 10 tahun 2011. Tetapi, Koalisi Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global mengeluarkan fakta menyesakkan bahwa peta hutan dan lahan gambut yang termaktub didalam Inpres tersebut mengalami revisi dan pengecilan.
Sejak Juni 2011 hingga Mei 2012, sebanyak10,54 juta hektar hutan dan lahan gambut diotak-atik dan akhirnya dikeluarkan dari peta awal. Tahun 2011 yang lalu, lagi-lagi untuk memastikan bahwa sawit Indonesia harus berasal dari sumber-sumber yang berkelanjutan, pemerintah mendeklarasikan lahirnya ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil). Berbeda dengan RSPO yang digagasi oleh pasar sawit, ISPO digagasi oleh pemerintah, khususnya kementerian pertanian, tetapi dengan tujuan yang diatas kertas sama: produksi sawit yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

3.2   Menimbang RSPO dan ISPO Berdasarkan Praktekya
Baik itu RSPO dan ISPO, Kedua badan ini memiliki perbedaan mendasar. Sertifikasi RSPO merupakan tuntutan dan keinginan konsumen negara maju sehingga korporasi secara sukarela (voluntary) mengubah cara produksi komoditinya, sementara sertifikasi ISPO adalah kewajiban (obligatory) bagi produsen sawit oleh pemerintah Indonesia. Kedua, dari segi bangunan organisasi, ISPO harus banyak belajar dari RSPO, meski tentunya tidak sekedar meng-copy bangunannya. RSPO telah melalui diskusi panjang membangun prinsip, criteria dan indikator, serta mekanisme kelembagaan, keterlibatan para pihak, akuntabilitas, hingga  penyelesaian konflik. ISPO masih belum menunjukkan bangunan organisasinya hingga saat ini. Cara paling awam untuk mengetahui perkembangan ISPO ini adalah dengan mengunjungi halaman website-nya yang belum berisi apa-apa. Persamaan kedua badan ini adalah sama sama bicara keberlanjutan sawit. Ini adalah poin kritis ,artinya menghentikan ekspansi sawit tidak masuk dalam agenda kedua lembaga.
Oleh karena itu suara ‘stop ekspansi sawit’ hanya merupakan suara pinggiran yang dianggap mengancam keberlanjutan industri ini. Selain itu, badan ini juga sama-sama membutuhkan auditor mahal yang membebani produsen sawit. Tercatat bahwa auditor masing masing organisasi juga tumpang tindih. Auditor semacam Sucofindo, TUV, dan SAI Global adalah auditor yang dipakai oleh ISPO yang sudah lebih dulu minta oleh RSPO untuk mengaudit anggota-anggotanya yang ingin mendapatkan sertifikat sawit berkelanjutan di Indonesia. Diatas kertas, institusi, sistem, dan regulasi meningkat, tetapi bagaimana praktek dilapangan? Setiap tahun, termasuk di tahun jeda ekspansi sawit ini (2011 dan 2012), fakta menunjukkan laju pengrusakan hutan tidak pernah berhenti.
Hingga Juni 2011, ekspansi sawit sudah mencapai 11, 5 juta hektar (Sawit Watch, 2011), meroket dari sekitar 7,5 juta tahun 2009. Komunitas lokal terus tergusur karena pencaplokan tanah untuk perkebunan sawit, menimbulkan peningkatan konflik agraria di seantero nusantara (KPA, 2011). Tahun 2007 konflik yang berkaitan dengan perkebunan sawit tercatat 514 kasus, bandingkan dengan jumlah konflik tahun 2010 yang meningkat menjadi 663 kasus (Sawit Watch, idem).
Dari sekitar 4 juta buruh kebun sawit skala besar, hanya sepertiga yang berstatus buruh tetap, selebihnya adalah buruh harian lepas, dan kernet yang tidak terdokumentasi, tidak digaji layak, serta bekerja dengan basis target (Saurlin, 2011Pada akhirnya, secanggih apapun organisasi, sistem dan mekanisme yang dibangun kedua badan ini, publik, baik domestik maupun internasional, masih sulit menaruh kepercayaan, ketika hutan masihterus dicederai, hak hak buruh kebun dan masyarakat lokal masih termarjinalkan. Tidak lupa,semoga proyek Dinas Pertanian bernama ISPO ini, tidak menjadi sumber korupsi baru di negeri ini.




BAB IV
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Dari rangkaian penjelasan diatas dapat kita ambil beberapa kesimpulan yakni, Semenjak kehadiran RSPO dalam prakteknya dilapangan tidak sedikit fakta yang menunjukkan tidak adanya perubahan dan perbaikan. Ekspansi berjalan mulus, sementara konflik agraria terus meningkat, masyarakat lokal tersingkirkan, penghancuran hutan tak berhenti. Dengan keseriusan pemerintah Indonesia untuk menjaga hutan yang tersisa di Indonesia lalu pemerintah membuat sebuah koalisi penyelamatan hutan Indonesia. Ternyata dalam prakteknya mereka mendapatkan fakta yang mesakkan karena peta hutun dan lahan gambut yang termaktub dalam inpren telah mengalami revisi dan pengecilan.
Sejak Juni 2011 hingga Mei 2012, sebanyak10,54 juta hektar hutan dan lahan gambut diotak-atik dan akhirnya dikeluarkan dari peta awal. Tahun 2011 yang lalu, lagi-lagi untuk memastikan bahwa sawit Indonesia harus berasal dari sumber-sumber yang berkelanjutan, pemerintah mendeklarasikan lahirnya ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil). Berbeda dengan RSPO yang digagasi oleh pasar sawit, ISPO digagasi oleh pemerintah, khususnya kementerian pertanian, tetapi dengan tujuan yang diatas kertas sama: produksi sawit yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

3.2  Saran
Adapun saran yang dapat penulis ajukan pada makalah ini adalah kepada seluruh warga Indonesia agar kiranya kita bersama dapat menjaga kelestarian hutan kita. Apapun organisasinya baik itu RSPO maupun ISPO yang mungkin memiliki Visi dan Misi yang hebat, namun tidak ada yang pernah selalu benar dalam prakteknya dilapangan. Kita seharusnya mengklarifikasi ini bersama. Bersatu untuk menjaga kelestarian alam di negeri kita tercinta Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Website Resmi Kementerian BUMN, “Saurlin Siagian : Rejim Minyak Sawit, Menakar RSPO dan ISPO”, http://www.bumn.go.id/ptpn8/galeri/artikel/rejim-minyak-sawit-menakar-rspo-dan-ispo/., diakses pada 10 Januari 2016.
Website Resmi Kementerian Lingkungan Hidup, “Berikan Kesempatan Pada Bumi (Give Earth A Chance)”, http://www.menlh.go.id/berikan-kesempatan-pada-bumi-give-earth-a-chance/., diakses pada 10 Januari 2016.
Website Resmi Kementerian Pertanian, “Daftar Alamat Kantor Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota Lingkup Kementerian Pertanian”, www.deptan.go.id., diakses pada 10 Januari 2016.
Website Resmi RSPO, “Dokumen Panduan : Prinsip dan Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan”, www.rspo.org., diakses 10 Januari 2016.
Website Resmi RSPO, “Factsheet Indonesia – Mei 2012”, www.rspo.org/file/RSPO_factsheet_indo_May2012.pdf., diakses pada 08 Agustus 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar