DAFTAR ISI
Daftar
Isi............................................................................................................. i
BAB
II PEMBAHASAN..................................................................................... 1
2.1 konsep Government........................................................................... 1
2.2 Konsep Good Government................................................................. 2
2.3
Prinsip- Prinsip Good Government................................................... 6
DAFTARPUSTAKA........................................................................................... 11
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Konsep Governance
Pemerintah
atau “Government” berarti “Pengarahan dan administrasi yang berwenang atas
kegiatan orang-orang dalam sebuah negara, negara bagian, kota dan sebagainya”.
Sedangkan istilah “kepemerintahan”
atau “governance” yaitu:
1.
Tindakan , fakta, pola, dan kegiatan atau
penyelenggaraan pemerintahan (Sedarmayanti, 2004);
2.
Serangkaian proses interaksi sosial politik antara
pemerintahan dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan
kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintahan atas kepentingan-2 tersebut
(Kooiman, 1993);
3.
Tidak hanya berarti kepemerintahan sebagai suatu
kegiatan, tetapi juga mengandung arti pengurusan, pengelolaan, pengarahan,
pembinaan penyelenggaraan dan bisa juga diartikan pemerintahan (Sedarmayanti,
2004);
4.
Pelaksanaan kewenangan/kekuasaan dibidang ekonomi,
politik dan administrative untuk mengelola berbagai urusan negara pada setiap
tingkatannya dan merupakan instrument kebijakan negara untuk mendorong
terciptanya kondisi kesejahteraan integritas, dan kohesivitas sosial dalam
masyarakat (UNDP, 1997);
Pengertian
secara Harfiah bahwa Pemerintah atau government dalam bahasa Inggris berarti “The Authoritative direction and
administration of the affairs of men/women in nation, state, city, etc”. atau dalam bahasa Indonesia berarti “Pengarahan dan administrasi yang berwenang
atas kegiatan orang orang dalam sebuah Negara, Negara bagian, kota dan sebagainya.
Atau
sebagai The Governing Body of a Nation, state, city, etc. Atau sebagai
lembaga/badan yang menyelenggarakan pemerintahan Negara, Negara bagian, kota
dan sebagainya.
Sedangkan istilah kepemerintahan dalam bahasa
Inggris disebut Governance yang berarti “Act,
fact, manner, of governing”, jika diterjemahkan berarti tindakan, fakta,
pola, dari kegiatan penyelenggaraan pemerintahan.
Governance
merupakan suatu proses atau kegiatan, oleh Kooiman (1993) berarti merupakan
serangkaian kegiatan (proses) interaksi sosial politik antara pemerintah dengan
masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat
dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan tersebut.
Menurut
Prof. Bintoro Tjokroamidjojo (34:2000) dalam Buku Paradigma Baru Management
Pembangunan, mengemukakan bahwa Governance
berarti ; memerintah, menguasai, mengurusi, mengelola. Kemudian kutipan
pendapat Bondan Gunawan dengan istilah penyelenggaraan sebagai terjemahan dari
Governance. Begitu juga dalam pidato Presiden RI tanggal 16 Agustus 2000
istilah Governance diterjemahkan menjadi pengelolaan.
Kesimpulan
pengertian Governance disamping berarti kepemerintahan, juga mengandung arti
pengurusan, pengelolaan, pengarahan, pembinaan, penyelenggaraan dan bisa juga
diartikan Pemerintahan. Istilah
Public Governance, Private Governance, Corporate Governance, Banking Governance
kemudian berkembang secara luas secara populer dalam berbagai bidang kehidupan
masyarakat dan bisnis.
Sedangkan
dalam praktek terbaiknya disebut Good
Governance (kepemerintahan yang baik)
yang sampaikan dalam PP nomor 101 tahun 2000 tentang Diklat Jabatan PNS.
2.2
Konsep Good Governance
Konsep
good governance dapat diartikan menjadi acuan untuk proses dan struktur
hubungan politik dan sosial ekonomi yang baik. Human interest adalah faktor
terkuat yang saat ini mempengaruhi baik buruknya dan tercapai atau tidaknya
sebuah negara serta pemerintahan yang baik. Sudah menjadi bagian hidup yang
tidak bisa dipisahkan bahwa setiap manusia memiliki kepentingan. Baik
kepentingan individu, kelompok, dan/atau kepentingan masyarakat nasional bahkan
internasional. Dalam rangka mewujudkan setiap kepentingan tersebut selalu
terjadi benturan. Begitu juga dalam merealisasikan apa yang namanya “good
governance” benturan kepentingan selalu lawan utama. Kepentingan melahirkan
jarak dan sekat antar individu dan kelompok yang membuat sulit tercapainya kata
“sepakat”.
Konsep
Good Governance sebenarnya telah lama dilaksanakan oleh semua pihak yaitu
Pemerintah, Swasta dan Masyarakat, namun demikian masih banyak yang rancu
memahami konsep Governance. Secara sederhana, banyak pihak menerjemahkan
governance sebagai Tata Pemerintahan. Tata pemerintahan disini bukan hanya
dalam pengertian struktur dan manajemen lembaga yang disebut eksekutif, karena
pemerintah (government) hanyalah salah satu dari tiga aktor besar yang
membentuk lembaga yang disebut governance. Dua aktor lain adalah private sektor
(sektor swasta) dan civil society (masyarakat madani). Karenanya memahami
governanceadalah memahami bagaimana integrasi peran antara pemerintah
(birokrasi), sektor swasta dancivil society dalam suatu aturan main yang
disepakati bersama. Lembaga pemerintah harus mampu menciptakan lingkungan
ekonomi, politik, sosial budaya, hukum dan keamanan yang kondusif. Sektor
swasta berperan aktif dalam menumbuhkan kegiatan perekonomian yang akan
memperluas lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan, sedangkan civil society
harus mampu berinteraksi secara aktif dengan berbagai macam aktifitas
perekonomian, sosial dan politik termasuk bagaimana melakukan kontrol terhadap
jalannya aktifitas-aktifitas tersebut.
Dalam
konsep ini, Negara berperan memberikan pelayanan demi kesejahteraan rakyat
dengan sistem peradilan yang baik dan sistem pemerintahan yang dapat dipertanggungjawaban
kepada publik.
Kunci
utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di
dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja
suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah
bersinggungan dengan semua unsur
Pelayanan
publik sebagai penggerak utama juga dianggap penting oleh semua aktor dari
unsur good governance. Para pejabat publik, unsur-unsur dalam masyarakat sipil
dan dunia usaha sama-sama memiliki kepentingan terhadap perbaikan kinerja
pelayanan publik. Ada tiga alasan penting yang melatar-belakangi bahwa
pembaharuan pelayanan publik dapat mendorong praktik good governance di
Indonesia. Pertama, perbaikan kinerja pelayanan publik dinilai penting oleh
stakeholders, yaitu pemerintah , warga, dan sektor usaha. Kedua, pelayanan
publik adalah ranah dari ketiga unsur governance melakukan interaksi yang
sangat intensif. Ketiga, nilai-nilai yang selama ini mencirikan praktik good
governance diterjemahkan secara lebih mudah dan nyata melalui pelayanan publik
Fenomena
pelayanan publik oleh birokrasi pemerintahan sarat dengan permasalahan,
misalnya prosedur pelayanan yang bertele-tele, ketidakpastian waktu dan harga
yang menyebabkan pelayanan menjadi sulit dijangkau secara wajar oleh
masyarakat. Hal ini menyebabkan terjadi ketidakpercayaan kepada pemberi
pelayanan dalam hal ini birokrasi sehingga masyarakat mencari jalan alternatif
untuk mendapatkan pelayanan melalui cara tertentu yaitu dengan memberikan biaya
tambahan. Dalam pemberian pelayanan publik, disamping permasalahan diatas, juga
tentang cara pelayanan yang diterima oleh masyarakat yang sering melecehkan
martabatnya sebagai warga Negara. Masyarakat ditempatkan sebagai klien yang
membutuhkan bantuan pejabat birokrasi, sehingga harus tunduk pada ketentuan
birokrasi dan kemauan dari para pejabatnya. Hal ini terjadi karna budaya yang
berkembang dalam birokrasi selama ini bukan budaya pelayanan, tetapi lebih
mengarah kepada budaya kekuasaan.
Upaya
untuk menghubungkan tata-pemerintahan yang baik dengan pelayanan publik
barangkali bukan merupakan hal yang baru. Namun keterkaitan antara konsep
good-governance (tata-pemerintahan yang baik) dengan konsep public service
(pelayanan publik) tentu sudah cukup jelas logikanya publik dengan
sebaik-baiknya. Argumentasi lain yang membuktikan betapa pentingnya pelayanan
publik ialah keterkaitannya dengan tingkat kesejahteraan rakyat. Inilah yang
tampaknya harus dilihat secara jernih karena di negara-negara berkembang
kesadaran para birokrat untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat
masih sangat rendah.
Secara
garis besar, permasalahan penerapan Good Governance meliputi :
1.
Reformasi birokrasi belum berjalan sesuai dengan
tuntutan masyarakat;
2.
Tingginya kompleksitas permasalahan dalam mencari
solusi perbaikan;
3.
Masih tingginya tingkat penyalahgunaan wewenang,
banyaknya praktek KKN, dan masih lemahnya pengawasan terhadap kinerja aparatur;
4.
Makin meningkatnya tuntutan akan partisipasi masyarakat
dalam kebijakan publik;
5.
Meningkatnya tuntutan penerapan prinsip-prinsip tata
kepemerintahan yang baik antara lain transparansi, akuntabilitas dan kualitas
kinerja publik serta taat pada hukum;
6.
Meningkatnya tuntutan dalam pelimpahan tanggung jawab,
kewenangan dan pengambilan keputusan dalam era desentralisasi;
7.
Rendahnya kinerja sumberdaya manusia dan kelembagaan
aparatur; sistem kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan (manajemen)
pemerintahan daerah yang belum memadai;
Ada pun beberapa konsep Good Governance yaitu :
1.
Tata pemerintahan yang berwawasan ke depan (visi
strategis), Semua kegiatan pemerintah di berbagai bidang dan tingkatan
seharusnya didasarkan pada visi dan misi yang jelas dan jangka waktu
pencapaiannya serta dilengkapi strategi implementasi yang tepat sasaran,
manfaat dan berkesinambungan.
2.
Tata pemerintahan yang bersifat terbuka (transparan),
Wujud nyata prinsip tersebut antara lain dapat dilihat apabila masyarakat
mempunyai kemudahan untuk mengetahui serta memperoleh data dan informasi
tentang kebijakan, program, dan kegiatan aparatur pemerintah, baik yang dilaksanakan
di tingkat pusat maupun daerah.
3.
Tata pemerintahan yang mendorong partisipasi
masyarakat, Masyarakat yang berkepentingan ikut serta dalam proses perumusan
dan/atau pengambilan keputusan atas kebijakan publik yang diperuntukkan bagi
masyarakat, sehingga keterlibatan masyarakat sangat diperlukan pada setiap
pengambilan kebijakan yang menyangkut masyarakat luas.
4.
Tata pemerintahan yang bertanggung jawab/ bertanggung
gugat (akuntabel), Instansi pemerintah dan para aparaturnya harus dapat
mempertanggungjawabkan pelaksanaan kewenangan yang diberikan sesuai dengan
tugas pokok dan fungsinya. Demikian halnya dengan kebijakan, program, dan
kegiatan yang dilakukannya dapat dipertanggungjawabkan.
5.
Tata pemerintahan yang menjunjung supremasi hukum,
Wujud nyata prinsip ini mencakup upaya penuntasan kasus KKN dan pelanggaran
HAM, peningkatan kesadaran HAM, peningkatan kesadaran hukum, serta pengembangan
budaya hukum. Upaya-upaya tersebut dilakukan dengan menggunakan aturan dan
prosedur yang terbuka dan jelas, serta tidak tunduk pada manipulasi
politik.
6.
Tata pemerintahan yang demokratis dan berorientasi pada
konsensus, Perumusan kebijakan pembangunan baik di pusat maupun daerah
dilakukan melalui mekanisme demokrasi, dan tidak ditentukan sendiri oleh
eksekutif. Keputusan-keputusan yang diambil antara lembaga eksekutif dan
legislatif harus didasarkan pada konsensus agar setiap kebijakan publik yang
diambil benar-benar merupakan keputusan bersama.
7.
Tata pemerintahan yang berdasarkan profesionalitas dan
kompetensi, Wujud nyata dari prinsip profesionalisme dan kompetensi dapat
dilihat dari upaya penilaian kebutuhan dan evaluasi yang dilakukan terhadap
tingkat kemampuan dan profesionalisme sumber daya manusia yang ada, dan dari
upaya perbaikan atau peningkatan kualitas sumber daya manusia.
8.
Tata pemerintahan yang cepat tanggap (responsif),
Aparat pemerintahan harus cepat tanggap terhadap perubahan situasi/kondisi
mengakomodasi aspirasi masyarakat, serta mengambil prakarsa untuk mengatasi
berbagai masalah yang dihadapi masyarakat.
9.
Tata pemerintahan yang menggunakan struktur &
sumber daya secara efisien & efektif, Pemerintah baik pusat maupun daerah
dari waktu ke waktu harus selalu menilai dukungan struktur yang ada, melakukan
perbaikan struktural sesuai dengan tuntutan perubahan seperti menyusun kembali
struktur kelembagaan secara keseluruhan, menyusun jabatan dan fungsi yang lebih
tepat, serta selalu berupaya mencapai hasil yang optimal dengan memanfaatkan
dana dan sumber daya lainnya yang tersedia secara efisien dan efektif.
10.
Tata pemerintahan yang terdesentralisasi, Pendelegasian
tugas dan kewenangan pusat kepada semua tingkatan aparat sehingga dapat
mempercepat proses pengambilan keputusan, serta memberikan keleluasaan yang
cukup untuk mengelola pelayanan publik dan menyukseskan pembangunan di pusat
maupun di daerah.
11.
Tata pemerintahan yang mendorong kemitraan dengan dunia
usaha swasta dan masyarakat, Pembangunan masyarakat madani melalui peningkatan
peran serta masyarakat dan sektor swasta harus diberdayakan melalui pembentukan
kerjasama atau kemitraan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Hambatan
birokrasi yang menjadi rintangan terbentuknya kemitraan yang setara harus
segera diatasi dengan perbaikan sistem pelayanan kepada masyarakat dan sektor
swasta serta penyelenggaraan pelayanan terpadu.
12.
Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada
pengurangan kesenjangan, Pengurangan kesenjangan dalam berbagai bidang baik
antara pusat dan daerah maupun antardaerah secara adil dan proporsional
merupakan wujud nyata prinsip pengurangan kesenjangan. Hal ini juga mencakup
upaya menciptakan kesetaraan dalam hukum (equity of the law) serta mereduksi
berbagai perlakuan diskriminatif yang menciptakan kesenjangan antara laki-laki
dan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat.
13.
Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada
lingkungan hidup, Daya dukung lingkungan semakin menurun akibat pemanfaatan
yang tidak terkendali. Kewajiban penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan
secara konsekuen, penegakan hukum lingkungan secara konsisten, pengaktifan
lembaga-lembaga pengendali dampak lingkungan, serta pengelolaan sumber daya
alam secara lestari merupakan contoh perwujudan komitmen pada lingkungan hidup.
2.3
Prinsip-Prinsip Good Governance
Kunci
utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di
dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja
suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah
bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance.
Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip good governance diurai satu
persatu sebagaimana tertera di bawah ini:
1. Partisipasi Masyarakat (Participation)
Semua
warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara
langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili
kepentingan mereka.
Partisipasi
menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan
pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif. Partisipasi
bermaksud untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan
aspirasi masyarakat. Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu yang ada,
pemerintah daerah menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat dapat
mengutarakan pendapatnya. Jalur komunikasi ini meliputi pertemuan umum, temu
wicara, konsultasi dan penyampaian pendapat secara tertulis. Bentuk lain untuk
merangsang keterlibatan masyarakat adalah melalui perencanaan partisipatif
untuk menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan secara
partisipatif dan mekanisme konsultasi untuk menyelesaikan isu sektoral.
2. Tegaknya Supremasi Hukum (Rule of
Law)
Partisipasi
masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan kebijakan publik
memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum. Sehubungan dengan itu, dalam proses
mewujudkan cita good governance, harus diimbangi dengan komitmen untuk
menegakkan rule of law dengan karakter-karakter antara lain sebagai
berikut: Supremasi hukum (the supremacy of law), Kepastian hukum (legal
certainty), Hukum yang responsip, Penegakkan hukum yang konsisten dan
non-diskriminatif, Indepedensi peradilan. Kerangka hukum harus adil dan
diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang
menyangkut hak asasi manusia.
3. Transparansi (Transparency)
Transparansi
adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh
pemerintah. Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan timbal-balik antara
pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan
di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Tranparansi dibangun
atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan,
lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang
berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti
dan dipantau. Sehingga bertambahnya wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap
penyelenggaraan pemerintahan. Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintahan, meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam
pembangunan dan berkurangnya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan.
4. Peduli pada Stakeholder/Dunia Usaha
Lembaga-lembaga
dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang
berkepentingan. Dalam konteks praktek lapangan dunia usaha, pihak korporasi
mempunyai tanggungjawab moral untuk mendukung bagaimana good governance
dapat berjalan dengan baik di masing-masing lembaganya. Pelaksanaan good
governance secara benar dan konsisten bagi dunia usaha adalah perwujudan
dari pelaksanaan etika bisnis yang seharusnya dimiliki oleh setiap lembaga
korporasi yang ada didunia. Dalam lingkup tertentu etika bisnis berperan
sebagai elemen mendasar dari konsep CSR (Corporate Social Responsibility)
yang dimiliki oleh perusahaan. Pihak perusahaan mempunyai kewajiban sebagai
bagian masyarakat yang lebih luas untuk memberikan kontribusinya. Praktek good
governance menjadi kemudian guidence atau panduan untuk operasional
perusahaan, baik yang dilakukan dalam kegiatan internal maupun eksternal
perusahaan. Internal berkaitan dengan operasional perusahaan dan bagaimana
perusahaan tersebut bekerja, sedangkan eksternal lebih kepada bagaimana
perusahaan tersebut bekerja dengan stakeholder lainnya, termasuk didalamnya
publik.
5. Berorientasi pada Konsensus (Consensus)
Menyatakan
bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah melalui
konsesus. Model pengambilan keputusan tersebut, selain dapat
memuaskan semua pihak atau sebagian besar pihak, juga akan menjadi
keputusan yang mengikat dan milik bersama, sehingga ia akan mempunyai kekuatan
memaksa (coercive power) bagi semua komponen yang terlibat untuk
melaksanakan keputusan tersebut. Paradigma ini perlu dikembangkan dalam konteks
pelaksanaan pemerintahan, karena urusan yang mereka kelola adalah
persoalan-persoalan publik yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
Semakin banyak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan secara
partisipasi, maka akan semakin banyak aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang
terwakili. Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan
yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik
bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal
kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
6. Kesetaraan (Equity)
Kesetaraan
yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Semua warga masyarakat
mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
Prinsip kesetaraan menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan
masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam
memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Informasi adalah suatu kebutuhan
penting masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan daerah. Berkaitan
dengan hal tersebut pemerintah daerah perlu proaktif memberikan informasi
lengkap tentang kebijakan dan layanan yang disediakannya kepada masyarakat.
Pemerintah daerah perlu mendayagunakan berbagai jalur komunikasi seperti
melalui brosur, leaflet, pengumuman melalui koran, radio serta
televisi lokal. Pemerintah daerah perlu menyiapkan kebijakan yang jelas tentang
cara mendapatkan informasi
7. Efektifitas dan Efisiensi (Effectiveness
and Efficiency)
Untuk
menunjang prinsip-prinsip yang telah disebutkan di atas, pemerintahan yang
baik dan bersih juga harus memenuhi kriteria efektif dan efisien
yakni berdaya guna dan berhasil-guna. Kriteria efektif biasanya di ukur dengan
parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan
masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan sosial. Agar pemerintahan itu
efektif dan efisien, maka para pejabat pemerintahan harus mampu menyusun
perencanaan-perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat, dan
disusun secara rasional dan terukur. Dengan perencanaan yang rasional tersebut,
maka harapan partisipasi masyarakat akan dapat digerakkan dengan
mudah, karena program-program itu menjadi bagian dari kebutuhan mereka. Proses-proses
pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga
masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal
mungkin.
8. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas
adalah pertangungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya
kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Para pengambil keputusan di
pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung
jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan.
Bentuk pertanggungjawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari
jenis organisasi yang bersangkutan. Instrumen dasar akuntabilitas adalah
peraturan perundang-undangan yang ada, dengan komitmen politik akan
akuntabilitas maupun mekanisme pertanggungjawaban, sedangkan
instrumen-instrumen pendukungnya adalah pedoman tingkah laku dan sistem
pemantauan kinerja penyelenggara pemerintahan dan sistem pengawasan dengan
sanksi yang jelas dan tegas.
9. Visi Strategis (Strategic Vision)
Visi
strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa
yang akan datang. Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang
luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan
manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan
perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas
kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif
tersebut.
Penerapan
Good Governance di Indonesia
Good Governance diIndonesia sendiri mulai benar –
benar dirintis dan diterapkan sejak meletusnya era Reformasi yang dimana pada
era tersebut telah terjadi perombakan sistem pemerintahan yang menuntut proses
demokrasi yang bersih sehingga Good Governance merupakan salah satu
alat Reformasi yang mutlak diterapkan dalam pemerintahan baru. Akan tetapi,
jika dilihat dari perkembangan Reformasi yang sudah berjalan selama 12 tahun
ini, penerapan Good Governance diIndonesia belum dapat dikatakan
berhasil sepenuhnya sesuai dengan cita – cita Reformasi sebelumnya. Masih
banyak ditemukan kecurangan dan kebocoran dalam pengelolaan anggaran dan
akuntansi yang merupakan dua produk utama Good Governance.
Akan tetapi, Hal tersebut tidak berarti gagal untuk
diterapkan, banyak upaya yang dilakukan pemerintah dalam menciptaka iklim Good
Governance yang baik, diantaranya ialah mulai diupayakannya transparansi
informasi terhadap publik mengenai APBN sehingga memudahkan masyarakat untuk
ikut berpartisipasi dalam menciptakan kebijakan dan dalam proses pengawasan pengelolaan
APBN dan BUMN. Oleh karena itu, hal tersebut dapat terus menjadi acuan terhadap
akuntabilitas manajerial dari sektor publik tersebut agar kelak lebih baik dan
kredibel kedepannya. Undang-undang, peraturan dan lembaga – lembaga penunjang
pelaksanaan Good governance pun banyak yang dibentuk. Hal ini
sangatlah berbeda jika dibandingkan dengan sektor publik pada era Orde Lama
yang banyak dipolitisir pengelolaannya dan juga pada era Orde Baru dimana
sektor publik di tempatkan sebagai agent of development bukannya
sebagai entitas bisnis sehingga masih kental dengan rezim yang sangat
menghambat terlahirnya pemerintahan berbasis Good Governance.
Diterapkannya Good Governance diIndonesia tidak
hanya membawa dampak positif dalam sistem pemerintahan saja akan tetapi hal
tersebut mampu membawa dampak positif terhadap badan usaha non-pemerintah yaitu
dengan lahirnya Good Corporate Governance. Dengan landasan yang kuat
diharapkan akan membawa bangsa Indonesia kedalam suatu pemerintahan yang bersih
dan amanah.
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho,D, Riant,2004, Kebijan Publik, Formulasi Implementasi
dan Evaluasi, Jakarta.Gramedia.
Singarimbun, Masri, dan Sofyan
Effendi, 1993, Metode Penelitian survai,
Jakarta. LP3ES.
Tangkilisan, Hessel Nogi S,2005, Manajemen Publik,
Jakarta, Grassindo.
2000, hlm 8
Dikutip dari
jurnal I Made Sumadana,
mewujudkan good governance dalam system pelayanan
public fisip UNR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar