Senin, 05 Desember 2016

makalah pemerintah Government



DAFTAR ISI



Daftar Isi.............................................................................................................          i
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................          1
2.1  konsep Government...........................................................................          1
2.2  Konsep Good Government.................................................................          2
2.3  Prinsip- Prinsip Good Government...................................................          6
DAFTARPUSTAKA...........................................................................................        11
























BAB II
PEMBAHASAN


2.1  Konsep Governance
Pemerintah atau “Government” berarti “Pengarahan dan administrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah negara, negara bagian, kota dan sebagainya”.

Sedangkan istilah “kepemerintahan” atau “governance” yaitu:
1.      Tindakan , fakta, pola, dan kegiatan atau penyelenggaraan pemerintahan (Sedarmayanti, 2004);
2.      Serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintahan dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintahan atas kepentingan-2 tersebut (Kooiman, 1993);
3.      Tidak hanya berarti kepemerintahan sebagai suatu kegiatan, tetapi juga mengandung arti pengurusan, pengelolaan, pengarahan, pembinaan penyelenggaraan dan bisa juga diartikan pemerintahan (Sedarmayanti, 2004);
4.      Pelaksanaan kewenangan/kekuasaan dibidang ekonomi, politik dan administrative untuk mengelola berbagai urusan negara pada setiap tingkatannya dan merupakan instrument kebijakan negara untuk mendorong terciptanya kondisi kesejahteraan integritas, dan kohesivitas sosial dalam masyarakat (UNDP, 1997);

Pengertian secara Harfiah bahwa Pemerintah atau government dalam bahasa Inggris berarti “The Authoritative direction and administration of the affairs of men/women in nation, state, city, etc”. atau dalam bahasa Indonesia berarti “Pengarahan dan administrasi yang berwenang atas kegiatan orang orang dalam sebuah Negara, Negara bagian, kota  dan sebagainya.
Atau sebagai The Governing Body of a Nation, state, city, etc. Atau sebagai lembaga/badan yang menyelenggarakan pemerintahan Negara, Negara bagian, kota dan sebagainya.
Sedangkan istilah kepemerintahan dalam bahasa Inggris disebut Governance yang berarti “Act, fact, manner, of governing”, jika diterjemahkan berarti tindakan, fakta, pola, dari kegiatan penyelenggaraan pemerintahan.
Governance merupakan suatu proses atau kegiatan, oleh Kooiman (1993) berarti merupakan serangkaian kegiatan (proses) interaksi sosial politik antara pemerintah dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan tersebut.
Menurut Prof. Bintoro Tjokroamidjojo (34:2000) dalam Buku Paradigma Baru Management Pembangunan, mengemukakan bahwa Governance berarti ; memerintah, menguasai, mengurusi, mengelola. Kemudian kutipan pendapat Bondan Gunawan dengan istilah penyelenggaraan sebagai terjemahan dari Governance. Begitu juga dalam pidato Presiden RI tanggal 16 Agustus 2000 istilah Governance diterjemahkan menjadi pengelolaan.
Kesimpulan pengertian Governance disamping berarti kepemerintahan, juga mengandung arti pengurusan, pengelolaan, pengarahan, pembinaan, penyelenggaraan dan bisa juga diartikan Pemerintahan. Istilah Public Governance, Private Governance, Corporate Governance, Banking Governance kemudian berkembang secara luas secara populer dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat  dan bisnis.
Sedangkan dalam praktek terbaiknya disebut Good Governance (kepemerintahan yang baik)  yang sampaikan dalam PP nomor 101 tahun 2000 tentang Diklat Jabatan PNS.


2.2  Konsep Good Governance

Konsep good governance dapat diartikan menjadi acuan untuk proses dan struktur hubungan politik dan sosial ekonomi yang baik. Human interest adalah faktor terkuat yang saat ini mempengaruhi baik buruknya dan tercapai atau tidaknya sebuah negara serta pemerintahan yang baik. Sudah menjadi bagian hidup yang tidak bisa dipisahkan bahwa setiap manusia memiliki kepentingan. Baik kepentingan individu, kelompok, dan/atau kepentingan masyarakat nasional bahkan internasional. Dalam rangka mewujudkan setiap kepentingan tersebut selalu terjadi benturan. Begitu juga dalam merealisasikan apa yang namanya “good governance” benturan kepentingan selalu lawan utama. Kepentingan melahirkan jarak dan sekat antar individu dan kelompok yang membuat sulit tercapainya kata “sepakat”.
Konsep Good Governance sebenarnya telah lama dilaksanakan oleh semua pihak yaitu Pemerintah, Swasta dan Masyarakat, namun demikian masih banyak yang rancu memahami konsep Governance. Secara sederhana, banyak pihak menerjemahkan governance sebagai Tata Pemerintahan. Tata pemerintahan disini bukan hanya dalam pengertian struktur dan manajemen lembaga yang disebut eksekutif, karena pemerintah (government) hanyalah salah satu dari tiga aktor besar yang membentuk lembaga yang disebut governance. Dua aktor lain adalah private sektor (sektor swasta) dan civil society (masyarakat madani). Karenanya memahami governanceadalah memahami bagaimana integrasi peran antara pemerintah (birokrasi), sektor swasta dancivil society dalam suatu aturan main yang disepakati bersama. Lembaga pemerintah harus mampu menciptakan lingkungan ekonomi, politik, sosial budaya, hukum dan keamanan yang kondusif. Sektor swasta berperan aktif dalam menumbuhkan kegiatan perekonomian yang akan memperluas lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan, sedangkan civil society harus mampu berinteraksi secara aktif dengan berbagai macam aktifitas perekonomian, sosial dan politik termasuk bagaimana melakukan kontrol terhadap jalannya aktifitas-aktifitas tersebut.
Dalam konsep ini, Negara berperan memberikan pelayanan demi kesejahteraan rakyat dengan sistem peradilan yang baik dan sistem pemerintahan yang dapat dipertanggungjawaban kepada publik.
Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur
Pelayanan publik sebagai penggerak utama juga dianggap penting oleh semua aktor dari unsur good governance. Para pejabat publik, unsur-unsur dalam masyarakat sipil dan dunia usaha sama-sama memiliki kepentingan terhadap perbaikan kinerja pelayanan publik. Ada tiga alasan penting yang melatar-belakangi bahwa pembaharuan pelayanan publik dapat mendorong praktik good governance di Indonesia. Pertama, perbaikan kinerja pelayanan publik dinilai penting oleh stakeholders, yaitu pemerintah , warga, dan sektor usaha. Kedua, pelayanan publik adalah ranah dari ketiga unsur governance melakukan interaksi yang sangat intensif. Ketiga, nilai-nilai yang selama ini mencirikan praktik good governance diterjemahkan secara lebih mudah dan nyata melalui pelayanan publik
Fenomena pelayanan publik oleh birokrasi pemerintahan sarat dengan permasalahan, misalnya prosedur pelayanan yang bertele-tele, ketidakpastian waktu dan harga yang menyebabkan pelayanan menjadi sulit dijangkau secara wajar oleh masyarakat. Hal ini menyebabkan terjadi ketidakpercayaan kepada pemberi pelayanan dalam hal ini birokrasi sehingga masyarakat mencari jalan alternatif untuk mendapatkan pelayanan melalui cara tertentu yaitu dengan memberikan biaya tambahan. Dalam pemberian pelayanan publik, disamping permasalahan diatas, juga tentang cara pelayanan yang diterima oleh masyarakat yang sering melecehkan martabatnya sebagai warga Negara. Masyarakat ditempatkan sebagai klien yang membutuhkan bantuan pejabat birokrasi, sehingga harus tunduk pada ketentuan birokrasi dan kemauan dari para pejabatnya. Hal ini terjadi karna budaya yang berkembang dalam birokrasi selama ini bukan budaya pelayanan, tetapi lebih mengarah kepada budaya kekuasaan.

Upaya untuk menghubungkan tata-pemerintahan yang baik dengan pelayanan publik barangkali bukan merupakan hal yang baru. Namun keterkaitan antara konsep good-governance (tata-pemerintahan yang baik) dengan konsep public service (pelayanan publik) tentu sudah cukup jelas logikanya publik dengan sebaik-baiknya. Argumentasi lain yang membuktikan betapa pentingnya pelayanan publik ialah keterkaitannya dengan tingkat kesejahteraan rakyat. Inilah yang tampaknya harus dilihat secara jernih karena di negara-negara berkembang kesadaran para birokrat untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat masih sangat rendah.

Secara garis besar, permasalahan penerapan Good Governance meliputi :
1.     Reformasi birokrasi belum berjalan sesuai dengan tuntutan masyarakat;
2.     Tingginya kompleksitas permasalahan dalam mencari solusi perbaikan;
3.     Masih tingginya tingkat penyalahgunaan wewenang, banyaknya praktek KKN, dan masih lemahnya pengawasan terhadap kinerja aparatur;
4.     Makin meningkatnya tuntutan akan partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik;
5.     Meningkatnya tuntutan penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik antara lain transparansi, akuntabilitas dan kualitas kinerja publik serta taat pada hukum;
6.     Meningkatnya tuntutan dalam pelimpahan tanggung jawab, kewenangan dan pengambilan keputusan dalam era desentralisasi;
7.     Rendahnya kinerja sumberdaya manusia dan kelembagaan aparatur; sistem kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan (manajemen) pemerintahan daerah yang belum memadai;

Ada pun beberapa konsep Good Governance yaitu :
1.   Tata pemerintahan yang berwawasan ke depan (visi strategis), Semua kegiatan pemerintah di berbagai bidang dan tingkatan seharusnya didasarkan pada visi dan misi yang jelas dan jangka waktu pencapaiannya serta dilengkapi strategi implementasi yang tepat sasaran, manfaat dan berkesinambungan. 
2.   Tata pemerintahan yang bersifat terbuka (transparan), Wujud nyata prinsip tersebut antara lain dapat dilihat apabila masyarakat mempunyai kemudahan untuk mengetahui serta memperoleh data dan informasi tentang kebijakan, program, dan kegiatan aparatur pemerintah, baik yang dilaksanakan di tingkat pusat maupun daerah. 
3.   Tata pemerintahan yang mendorong partisipasi masyarakat, Masyarakat yang berkepentingan ikut serta dalam proses perumusan dan/atau pengambilan keputusan atas kebijakan publik yang diperuntukkan bagi masyarakat, sehingga keterlibatan masyarakat sangat diperlukan pada setiap pengambilan kebijakan yang menyangkut masyarakat luas. 
4.   Tata pemerintahan yang bertanggung jawab/ bertanggung gugat (akuntabel), Instansi pemerintah dan para aparaturnya harus dapat mempertanggungjawabkan pelaksanaan kewenangan yang diberikan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Demikian halnya dengan kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukannya dapat dipertanggungjawabkan. 
5.   Tata pemerintahan yang menjunjung supremasi hukum, Wujud nyata prinsip ini mencakup upaya penuntasan kasus KKN dan pelanggaran HAM, peningkatan kesadaran HAM, peningkatan kesadaran hukum, serta pengembangan budaya hukum. Upaya-upaya tersebut dilakukan dengan menggunakan aturan dan prosedur yang terbuka dan jelas, serta tidak tunduk pada manipulasi politik. 
6.   Tata pemerintahan yang demokratis dan berorientasi pada konsensus, Perumusan kebijakan pembangunan baik di pusat maupun daerah dilakukan melalui mekanisme demokrasi, dan tidak ditentukan sendiri oleh eksekutif. Keputusan-keputusan yang diambil antara lembaga eksekutif dan legislatif harus didasarkan pada konsensus agar setiap kebijakan publik yang diambil benar-benar merupakan keputusan bersama. 
7.   Tata pemerintahan yang berdasarkan profesionalitas dan kompetensi, Wujud nyata dari prinsip profesionalisme dan kompetensi dapat dilihat dari upaya penilaian kebutuhan dan evaluasi yang dilakukan terhadap tingkat kemampuan dan profesionalisme sumber daya manusia yang ada, dan dari upaya perbaikan atau peningkatan kualitas sumber daya manusia. 
8.   Tata pemerintahan yang cepat tanggap (responsif), Aparat pemerintahan harus cepat tanggap terhadap perubahan situasi/kondisi mengakomodasi aspirasi masyarakat, serta mengambil prakarsa untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. 
9.   Tata pemerintahan yang menggunakan struktur & sumber daya secara efisien & efektif, Pemerintah baik pusat maupun daerah dari waktu ke waktu harus selalu menilai dukungan struktur yang ada, melakukan perbaikan struktural sesuai dengan tuntutan perubahan seperti menyusun kembali struktur kelembagaan secara keseluruhan, menyusun jabatan dan fungsi yang lebih tepat, serta selalu berupaya mencapai hasil yang optimal dengan memanfaatkan dana dan sumber daya lainnya yang tersedia secara efisien dan efektif. 
10.    Tata pemerintahan yang terdesentralisasi, Pendelegasian tugas dan kewenangan pusat kepada semua tingkatan aparat sehingga dapat mempercepat proses pengambilan keputusan, serta memberikan keleluasaan yang cukup untuk mengelola pelayanan publik dan menyukseskan pembangunan di pusat maupun di daerah. 
11.    Tata pemerintahan yang mendorong kemitraan dengan dunia usaha swasta dan masyarakat, Pembangunan masyarakat madani melalui peningkatan peran serta masyarakat dan sektor swasta harus diberdayakan melalui pembentukan kerjasama atau kemitraan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Hambatan birokrasi yang menjadi rintangan terbentuknya kemitraan yang setara harus segera diatasi dengan perbaikan sistem pelayanan kepada masyarakat dan sektor swasta serta penyelenggaraan pelayanan terpadu. 
12.    Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada pengurangan kesenjangan, Pengurangan kesenjangan dalam berbagai bidang baik antara pusat dan daerah maupun antardaerah secara adil dan proporsional merupakan wujud nyata prinsip pengurangan kesenjangan. Hal ini juga mencakup upaya menciptakan kesetaraan dalam hukum (equity of the law) serta mereduksi berbagai perlakuan diskriminatif yang menciptakan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat. 
13.    Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada lingkungan hidup, Daya dukung lingkungan semakin menurun akibat pemanfaatan yang tidak terkendali. Kewajiban penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan secara konsekuen, penegakan hukum lingkungan secara konsisten, pengaktifan lembaga-lembaga pengendali dampak lingkungan, serta pengelolaan sumber daya alam secara lestari merupakan contoh perwujudan komitmen pada lingkungan hidup.
2.3   Prinsip-Prinsip Good Governance

Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance. Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip good governance diurai satu persatu sebagaimana tertera di bawah ini:

1.   Partisipasi Masyarakat (Participation)
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka.
Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif. Partisipasi bermaksud untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi masyarakat. Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu yang ada, pemerintah daerah menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat dapat mengutarakan pendapatnya. Jalur komunikasi ini meliputi pertemuan umum, temu wicara, konsultasi dan penyampaian pendapat secara tertulis. Bentuk lain untuk merangsang keterlibatan masyarakat adalah melalui perencanaan partisipatif untuk menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan secara partisipatif dan mekanisme konsultasi untuk menyelesaikan isu sektoral.

2.   Tegaknya Supremasi Hukum (Rule of Law)
Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum. Sehubungan dengan itu, dalam proses mewujudkan cita good governance, harus diimbangi dengan komitmen untuk menegakkan rule of law dengan karakter-karakter antara lain sebagai berikut: Supremasi hukum (the supremacy of law), Kepastian hukum (legal certainty), Hukum yang responsip, Penegakkan hukum yang konsisten dan non-diskriminatif, Indepedensi peradilan. Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.

3.   Transparansi (Transparency)
Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau. Sehingga bertambahnya wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan, meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan dan berkurangnya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan.


4.   Peduli pada Stakeholder/Dunia Usaha
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan. Dalam konteks praktek lapangan dunia usaha, pihak korporasi mempunyai tanggungjawab moral untuk mendukung bagaimana good governance dapat berjalan dengan baik di masing-masing lembaganya. Pelaksanaan good governance secara benar dan konsisten bagi dunia usaha adalah perwujudan dari pelaksanaan etika bisnis yang seharusnya dimiliki oleh setiap lembaga korporasi yang ada didunia. Dalam lingkup tertentu etika bisnis berperan sebagai elemen mendasar dari konsep CSR (Corporate Social Responsibility) yang dimiliki oleh perusahaan. Pihak perusahaan mempunyai kewajiban sebagai bagian masyarakat yang lebih luas untuk memberikan kontribusinya. Praktek good governance menjadi kemudian guidence atau panduan untuk operasional perusahaan, baik yang dilakukan dalam kegiatan internal maupun eksternal perusahaan. Internal berkaitan dengan operasional perusahaan dan bagaimana perusahaan tersebut bekerja, sedangkan eksternal lebih kepada bagaimana perusahaan tersebut bekerja dengan stakeholder lainnya, termasuk didalamnya publik.

5.   Berorientasi pada Konsensus (Consensus)

Menyatakan bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah melalui konsesus. Model pengambilan keputusan tersebut, selain dapat memuaskan semua pihak atau sebagian besar pihak, juga akan menjadi keputusan yang mengikat dan milik bersama, sehingga ia akan mempunyai kekuatan memaksa (coercive power) bagi semua komponen yang terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut. Paradigma ini perlu dikembangkan dalam konteks pelaksanaan pemerintahan, karena urusan yang mereka kelola adalah persoalan-persoalan publik yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Semakin banyak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan secara partisipasi, maka akan semakin banyak aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang terwakili. Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.

6.   Kesetaraan (Equity)
Kesetaraan yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka. Prinsip kesetaraan menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Informasi adalah suatu kebutuhan penting masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan daerah. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah daerah perlu proaktif memberikan informasi lengkap tentang kebijakan dan layanan yang disediakannya kepada masyarakat. Pemerintah daerah perlu mendayagunakan berbagai jalur komunikasi seperti melalui brosur, leaflet, pengumuman melalui koran, radio serta televisi lokal. Pemerintah daerah perlu menyiapkan kebijakan yang jelas tentang cara mendapatkan informasi

7.   Efektifitas dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency)
Untuk menunjang prinsip-prinsip yang telah disebutkan di atas, pemerintahan yang baik dan bersih juga harus memenuhi kriteria efektif dan efisien yakni berdaya guna dan berhasil-guna. Kriteria efektif biasanya di ukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan sosial. Agar pemerintahan itu efektif dan efisien, maka para pejabat pemerintahan harus mampu menyusun perencanaan-perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat, dan disusun secara rasional dan terukur. Dengan perencanaan yang rasional tersebut, maka harapan partisipasi  masyarakat akan dapat digerakkan dengan mudah, karena program-program itu menjadi bagian dari kebutuhan mereka. Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.

8.   Akuntabilitas (Accountability)

Akuntabilitas adalah pertangungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggungjawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan. Instrumen dasar akuntabilitas adalah peraturan perundang-undangan yang ada, dengan komitmen politik akan akuntabilitas maupun mekanisme pertanggungjawaban, sedangkan instrumen-instrumen pendukungnya adalah pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja penyelenggara pemerintahan dan sistem pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas.

9.   Visi Strategis (Strategic Vision)
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.

Penerapan Good Governance di Indonesia
Good Governance diIndonesia sendiri mulai benar – benar dirintis dan diterapkan sejak meletusnya era Reformasi yang dimana pada era tersebut telah terjadi perombakan sistem pemerintahan yang menuntut proses demokrasi yang bersih sehingga Good Governance merupakan salah satu alat Reformasi yang mutlak diterapkan dalam pemerintahan baru. Akan tetapi, jika dilihat dari perkembangan Reformasi yang sudah berjalan selama 12 tahun ini, penerapan Good Governance diIndonesia belum dapat dikatakan berhasil sepenuhnya sesuai dengan cita – cita Reformasi sebelumnya. Masih banyak ditemukan kecurangan dan kebocoran dalam pengelolaan anggaran dan akuntansi yang merupakan dua produk utama Good Governance.
Akan tetapi, Hal tersebut tidak berarti gagal untuk diterapkan, banyak upaya yang dilakukan pemerintah dalam menciptaka iklim Good Governance yang baik, diantaranya ialah mulai diupayakannya transparansi informasi terhadap publik mengenai APBN sehingga memudahkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam menciptakan kebijakan dan dalam proses pengawasan pengelolaan APBN dan BUMN. Oleh karena itu, hal tersebut dapat terus menjadi acuan terhadap akuntabilitas manajerial dari sektor publik tersebut agar kelak lebih baik dan kredibel kedepannya. Undang-undang, peraturan dan lembaga – lembaga penunjang pelaksanaan Good governance pun banyak yang dibentuk. Hal ini sangatlah berbeda jika dibandingkan dengan sektor publik pada era Orde Lama yang banyak dipolitisir pengelolaannya dan juga pada era Orde Baru dimana sektor publik di tempatkan sebagai agent of development bukannya sebagai entitas bisnis sehingga masih kental dengan rezim yang sangat menghambat terlahirnya pemerintahan berbasis Good Governance.
Diterapkannya Good Governance diIndonesia tidak hanya membawa dampak positif dalam sistem pemerintahan saja akan tetapi hal tersebut mampu membawa dampak positif terhadap badan usaha non-pemerintah yaitu dengan lahirnya Good Corporate Governance. Dengan landasan yang kuat diharapkan akan membawa bangsa Indonesia kedalam suatu pemerintahan yang bersih dan amanah.

DAFTAR PUSTAKA


Pandji Santosa, Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi Good Governance, Bandung:



Nugroho,D, Riant,2004, Kebijan Publik, Formulasi Implementasi dan Evaluasi,   Jakarta.Gramedia.

Singarimbun,  Masri,  dan  Sofyan  Effendi,  1993,  Metode  Penelitian  survai,    Jakarta. LP3ES.

Tangkilisan, Hessel Nogi S,2005, Manajemen Publik, Jakarta, Grassindo.

Sampara Lukman, manajemen Kualitas Pelayanan, jakarta, STIA LAN Press
2000, hlm 8

 L.P. Sinambela, Reformasi Pelayanan Publik, Jakarta, Bumi Aksara, 2010, hlm 5  Opcit, L.P Sinambela,
 Dikutip dari  jurnal I Made Sumadana, mewujudkan good governance dalam system pelayanan public fisip UNR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar