Senin, 05 Desember 2016

makalah pengawetan rumput gajah



KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “PENGAWETAN RUMPUT GAJAH”Pada makalah ini kami banyak mengambil dari berbagai sumber dan refrensi dan pengarahan dari berbagai pihak .oleh sebab itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak yang membaca…
           




Taluk Kuantan,   November 2016


Penyusun

 


 


 

DAFTAR ISI


Kata Pengantar........................................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 1
1.1  Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2  Tujuan............................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................ 3
2.1  Kakteristik Rumput Gajah............................................................................. 3
2.2  Proses Pembuatan Hay.................................................................................. 3
2.3  Hay Rumput Gajah........................................................................................ 4
2.4  Pembuatan Silase........................................................................................... 5
2.5  Keuntungan.................................................................................................... 11
BAB III PENUTUP.................................................................................................... 13
3.1  Kesimpulan.................................................................................................... 13
DAFTARPUSTAKA.................................................................................................. 14
















BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pakan merupakan setiap  bahan yang dapat dimakan , disukai, dicerna dan tidak membahayakan bagi kesehatan ternak. Agar bahan dapat disebut dengan pakan maka harus memenuhi persyaratan tersebut.Pakan  adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan diserap baik secara keseluruhan atau sebagian dan tidak menimbulkan keracunan atau tidak mengganggu kesehatan ternak yang mengkonsumsinya ( Kamal, 1998 dalam Subekti, 2009). Sedangkan yang dimaksud dengn  ransum adalah campuran dari beberapa bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan ternak dalan waktu 24 jan sehingga zat gizi yang dikandungnya seimbang sesuai kebutuhan ternak  ( Indah dan Sobri, 2001 dalam Subekti, 2009). Bahan-bahan  pakan yang diberikan untuk ternak dapat dibedakan menjadi pakan asal tanaman  dan  pakan asal hewan. Bahan pakan asal hewan seperti tepung ikan, tepung tulang, tepung daging, tepung darah, tepung bulu dan tepung udang. Bahan-bahan asal tanaman seperti hijauan dan biji-bijian.
Bahan pakan asal hijauan dapat dibedakan menjadi  rumput dan leguminosa. Hijauan pakan atau disebut forage merupakan tanaman pakan yang berasal dari rumput dan kacang-kacangan yang diambil hijauannya sebagai bahan pakan (Purbajanti, 2012). Pakan hijauan tidak terjamin sepanjang tahun secara kuantitatif dan kualitatif, pada saatmusim hujan hijauan yang tersedia sangan melimpah sedangkan saat tiba musim kemarau atau panas hijauan pakan sangat sulit penyediaannya untuk memenuhi kebutuhan ternak terutama ternak ruminansia. Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan atau pengawetan hijauan agar supaya hijaua pakan selalu tersedia untuk memenuhi kebutuhan ternak tersebut. Tujuan utama dalam pengawetan  hijauan adalah untuk memelihara atau mempertahankan kualitas dan kuantitas nutrisi hijauan dengan meminimalkan kehilangan pada saat pemanenan dan penyimpanan (Rotzdan Muck, 1994 dalam Mansyur et al., 2007). Sedangkan keuntungandari  pengawetan hijauan adalah dapat dipertahankan kualitasnya atau komposisi nutriennya hingga berakhirnya masa penyimpanan (Sugiri et ai., 1981 dalam Subekti et al., 2013).
Pengolahan dan pengawetan bahan pakan dapat dilakukan dengan cara fisik atau mekanik, kimiawi, biologis dan kobinasinya. Perlakuan secara fisik dapat dilakukan dengan cara penjemuran, pencacah atau pemotongan, penggiling, penghancuran serta pembuatan pelet (Wahyono dan Hardiyanto, 2004). Perlakuan secara kimiawi dilakukan dengan cara menanbahkan bahan kimia seperti amoiasi. Amoniasi merupakan  salah satu perlakuan bahan pakan secara kimiawi yang   bersifat alkalis sehingga dapat melarutkan hemiselulosa dan memutuskan ikatan atara lignin dan selulosa atau emiselulosa (Klopfenstein, 1987 dalam Pprastyawan at al., 2012).  Perlakuan secara biologis dapat dilskukan dengan cara fermentasi dengan menggunakan mikroba starter, proses fermentasi ini bermanfaat untuk menurunkan kadar serat kasar, meningkatkan kecernaan dan meningkatkan kadar protin bahan pakan (Tampoebolon, 1997 dalam Pprastyawan at al., 2012).  Dan perlakuan secara kombinasi dapat dilakukan dengan cara gabungan dari fisik-kimia, fisik-biologi dan atau biologi-kimia.

1.2  Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mendeskripsikan pengawetan hijauan pakan berupa rumput gajah secara fisik dengan cara pengeringan yang sering disebut hay, sehingga hijauan pakan tersebut dapat tersedia terus-menerus sepanjang tahun untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak terutama ternak ruminansia.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Kakteristik Rumput Gajah
Rumput gajah (pennicetum purureum) atau rumput napier  merupakan jenis hijauan pakan ternak yang mempunyai kualitas tinggi dan disukai oleh ternak (Rianto dan Purbowati, 2010). Karatteristik dari rumput ini yaitu tumbuh tinggi, kuat, perakaran dalam, berkembang dengan rhizome, batang dan daun bagian permukaan atas berbulu dan bunga berwarna kunig atau coklat. Rumput Gajah adalah salah satu jenis rumput unggul yang sekarang banyak ditanam oleh para peternak, rumput ini memiliki kandungan bahan kering (BK) 21%, protein kasar (PK) 9,6%, lemak kasar (LK) 1,9%, Total Digestible Nutrients(TDN) 52,4% (SIREGAR, 2003 dalam Rianto et al., 2007).

2.2 Proses Pembuatan Hay
            Hay merupakan hijauan berupa daunan jenis rumputan atau bijian yang sengaja dipanen menjelang berbunga yang dikeringkan baik dengan cara diangin-anginkan maupun dengan cara dikeringkan dengan panas matahari secara langsung. Hay merupakan  hijauan makanan ternak   yang sengaja dipotong dan dikeringkan agar bisa diberikan kepada ternak pada  kesempatan yang lain. Tujuan dari pembuatan hay ini yaitu hay adalah untuk mengurangi tingkat kandungan air dari hijauan hingga pada suatu level dimana menghambat aksi dari enzim-enzim baik yang dihasilkan oleh tanaman maupun mikrobial (Mc Donald et al., 2002 dalam Mansyur et al., 2007), untuk dapat menyediakan hijauan pakan untuk ternak pada saat-saat tertentu, seperti  dimasa paceklik atau musim kemarau, untuk dapat memanfaatkan hijauan pada saat pertumbuhan terbaik tetapi pada saat itu belum dimanfaatkan.
Sedangkan prinsip dari proses pembuatan hay ini adalah menurunkan kadar air menjadi 15-20%  dalam waktu yang singkat, baik dengan panas matahari ataupun panas buatan.  Menurut Yulianto dan Saparinto (2010) bahwa  proses pembuatan hay yaitu pertama menyiapkan hijauan pakan (rumput gajah) yang kemudian memotong- motongnya baik dengan cara manual dengan pisau atau sabit maupun dengan menggunakan mesin pencacah rumput dan dilakukan penimbangan untuk mengetahui kadar airnya, kemudian jemur hijauan dibawah sinar atahari selama  1-2 hari agar kadar air menjadi 20-25% dan perlu dilakukan penimbangan setiap 5 jam untuk mengetahui kadar airnya.
Jika pengeringan sudah merata selanjutnya hijauan diikat dan hay disimpan digudang. Ciri-ciri hay yang baik adalah warna hijau kekuningan, tidak banyak daun yang rusak, bentuk daun masih utuh atau jelas dan tidak kotor atau berjamur, serta tidak mudah patah bila batang dilipat dengan tangan (Subekti, 2009).

2.3  Hay Rumput Gajah
            Rumput gajah (pennicetum purureum) atau rumput napier  merupakan jenis hijauan pakan ternak yang mempunyai kualitas tinggi dan disukai oleh ternak (Rianto dan Purbowati, 2010). Pengawetan rumput gajah dengan pengeringn atau hay merupakan cara yang tepat, sehingga kualitas rumput gajah terjaga dan  dapat di berikan pada ternak untuk kebutuhannya sepanjang tahun. Menurut Rianto et al., (2006) bahwa hay rumput Gajah memiliki kandungan nutrisi Air 13,38%, Abu 15,98%, LK 3,38% PK 9,82% SK 23,88%. Energi 2.992 kcal/kg. Sedangkan menurut  Santoso Dan Hariadi (2008) BK 83,4%, BO 87,8%, PK 12,4%, NDF 70,0%, LK 1,9% dan NFC 3,4%.
            Menurut Wina (2008)  menyatakan bahwa penyebabkan penurunan kadar senyawa karotenoid yang sangat signifikan (83% hilang) selama proses pembuatan hay  karena senyawa karotenoid sangat labil dan mudah rusak radiasi oleh panas atau terekpos oleh sinar UV pada pengeringan hijauan di bawah sinar matahari. WILLIAM  et al.(1998) dalam  Wina (2008) melaporkan kandungan rata-rata β-karoten dalam hijauan segar, dan hijauan yang dibuat ”hay” masing-masing adalah 196 dan 36 mg/ kg bahan kering. Jadi hijauan segar yang dibuat menjadi hay akan menalani penurunan kadar β- karoten dan senyawa karotenoid.
Menurut Nista et al., (2007) bahwa Keuntungan atau kebaikan pembuatan hay yaitu kandungan vitamin D dalam hijauan lebih tinggi, sedangkan Kekurangan dari pembutan hay yaitu  proses pengeringan berlangsung lebih lama menyebahkan penurunan gizi relatif lebih besar, selama proses pengeringan ini sel-sel terus bernapas, menggunakan energi eperti gula dan karbohidrat yang menghasilkan CO2 dan  Karotin (pro-vitamin A) menurun.

2.4  Pembuatan Silase
Silase adalah pakan yang telah diawetkan dari bahan pakan berupa tanaman hijauan, limbah industri pertanian, serta bahan pakan alami lainya, dengan jumlah kadar / kandungan air pada tingkat tertentu. Pakan tersebut dimasukan dalam sebuah tempat yang tertutup rapat kedap udara, biasa disebut dengan silo, selama sekitar tiga minggu. Di dalam silo tersebut tersebut akan terjadi beberapa tahap proses an-aerob (proses tanpa udara/oksigen), dimana bakteri asam laktat akan mengkonsumsi zat gula yang terdapat pada bahan baku, sehingga terjadilah proses fermentasi.
Silase yang terbentuk karena proses fermentasi ini dapat di simpan untuk jangka waktu yang lama tanpa banyak mengurangi kandungan nutrisi dari bahan bakunya. Tujuan utama pembuatan silase adalah untuk memaksimumkan pengawetan kandungan nutrisi yang terdapat pada hijauan atau bahan pakan ternak lainnya, agar bisa di disimpan dalam kurun waktu yang lama, untuk kemudian di berikan sebagai pakan bagi ternak khususnya untuk mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau. Proses fermentasi yang tidak terkontrol akan mengakibatkan kandungan nutrisi pada bahan yang di awetkan menjadi berkurang jumlahnya. Diperlukan jenis zat tambahan agar kandungan nutrisi dalam silase tidak berkurang secara drastis, bahkan bisa memenuhi kebutuhan nutrisi ternak yang memakannya.
Syarat hijauan (tanaman) yang dibuat silase adalah segala jenis tumbuhan atau hijauan serta bijian yang di sukai oleh ternak, terutama yang mengandung banyak karbohidrat nya seperti : rumput, sorghum, jagung, biji-bijian kecil, tanaman tebu, tongkol gandum, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nanas dan jerami padi. Sementara bahan tambahan dimaksudkan untuk meningkatkan dan mempertahankan kadar nutrisi yang terkandung pada bahan pakan silase.
Penambahan bahan additive ini bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pemberian bahan tambahan secara langsung dengan menggunakan, Natrium bisulfat, Sulfur oxida, Asam chlorida, Asam sulfat, Asam propionat. Pemberian bahan tambahan secara tidak langsung ialah dengan memberikan tambahan bahan-bahan yang mengandung karbohidrat yang siap diabsorpsi oleh mikroba, antara lain :
  • Molase (melas) : 2,5 kg /100 kg hijauan.
  • Onggok (tepung) : 2,5 kg/100 kg hijauan.
  • Tepung jagung : 3,5 kg/100 kg hijauan.
  • Dedak halus : 5,0 kg/100 kg hijauan.
  • Ampas sagu : 7,0 kg/100 kg hijauan.
Prosedur Pembuatan Silase
Garis Besar
  • Hijauan dipotong-potong dahulu, ukuran 3-5 cm
  • Dimasukkan kedalam lubang galian (silo) beralas plastik
  • Tumpukan hijauan dipadatkan (diinjak-injak)
  • Tutup dengan plastik dan tanah
a.      Pencampuran
Hijauan dicampur bahan lain dahulu sebelum dipadatkan (bertujuan untuk mempercepat fermentasi, mencegah tumbuh jamur dan bakteri pembusuk, meningkatkan tekanan osmosis sel-sel hijauan. Bahan campuran dapat berupa: asam-asam organik (asam formiat, asam sulfat, asam klorida, asam propionat), molases/tetes, garam, dedak padi, menir/ onggok dengan dosis per ton hijauan sebagai berikut :
  • Asam organik : 4- 6 kg
  • Molases/tetes : 40 kg
  • Garam : 30kg
  • Dedak padi : 40kg
  • Menir : 35kg
  • Onggok : 30kg
Pemberian bahan tambahan tersebut harus dilakukan secara merata ke seluruh hijauan yang akan diproses. Apabila menggunakan molases/tetes lakukan secara bertahap dengan perbandingan 2 bagian pada tumpukan hijauan di lapisan bawah, 3 bagian pada lapisan tengah dan 5 bagian pada lapisan atas agar terjadi pencampuran yang merata.
b.     Pelayuan
Hijauan dilayukan dahulu selama 2 hari (kandungan bahan kering 40% - 50%.
Tata Cara Pembuatan Silase
a.     Penyiapan Silo
Siapkan silo yang bisa di tutup dan kedap udara, artinya udara tidak bisa masuk maupun keluar dari dan ke dalam wadah tersebut. Wadah tersebut juga harus kedap rembesan cairan. Untuk memenuhi kriteria ini maka bahan plastik merupakan jawaban yang terbaik termurah serta sangat fleksibel penggunaannya. Walaupun bahan dari metal, semen dll tetap baik untuk di gunakan.  
Ukuran di sesuaikan dengan kebutuhan dan pilihlah ukuran, bahan serta konstruksi yang sesuai dengan kebutuhan. Gentong plastik yang mempunyai tutup bisa di kunci dengan rapat, merupakan salah satu pilihan yang terbaik. Karena di samping ukurannya yang sedang sehingga mudah untuk di angkat manusia, kemudian dengan penambahan jumlah bisa memenuhi kebutuhan yang lebih banyak.
Jika ingin membuat dalam jumlah yang banyak sekali gus, maka cara yang termurah adalah dengan menggali tanah. Ukuran di sesuaikan dengan kebutuhan. Kemudian menggunakan kantung plastik yang di jual meteran, sehingga penutupannya bisa dilakukan dengan sangat rapat. Prinsip yang harus di perhatikan adalah, saat membuka dan memberikan silase pada ternak, maka silo tersebut akan kemasukan udara/oksigen yang bisa dan akan merusak silase yang telah jadi karena terjadinya proses aerobic.
Pembuatan dalam jumlah kecil dengan menggunakan silo yang banyak serta portable (seperti gentong plastik biru, atau kantong plastik), jauh lebih berdaya guna di banding dengan pembuatan dalam jumlah sangat besar dalam satu wadah/silo. Untuk itu ketahuilah jumlah kebutuhan ternak anda, lalu sesuaikan pembuatan silo, sehingga penggunaannya bisa sekali buka silo, isinya langsung habis di konsumsi sehingga tidak adalagi sisa yang harus di simpan.
Penyimpanan sisa silase ini, di samping sangat merepotkan juga sangat riskan terjadinya proses pembusukan karena terjadi nya eksposur tehadap oksigen yang akan mengaktivekan bakteri aerob 
b.     Penyiapan bahan baku silase serta penempatan pada silo
Bahan baku sebaiknya berasal dari tumbuhan atau bijian yang segar yang langsung di dapat dari pemanenan, jangan yang telah tersimpan lama. Penyiapan bahan baku silase sebagai berikut :
·       Ukuran pemotongan sebaiknya sekitar 5 cm.
·       Pemotongan dan pencacahan perlu di lakukan agar mudah di masukan dalam silo dan mengurangi terperangkapnya ruang udara di dalam silo serta memudahkan pemadatan. Jika hendak menggunakan bahan tambahan, maka taburkan bahan tambahan tersebut kemudian di aduk secara merata, sebelum di masukan dalam silo.
·       Masukan cacahan tersebut kedalam silo secara bertahap, lapis demi lapis. Saat memasukan bahan baku kedalam silo secara bertahap, lakukan penekanan atau pengepresan untuk setiap lapisan agar padat. Kenapa harus di padatkan, karena oksigen harus sebanyak mungkin di kurangi atau di hilangkan sama sekali dari ruang silo.
·       Lakukan penutupan dengan serapat mungkin sehingga tidak ada udara yang bisa masuk kedalam silo. Biarkan silo tertutup rapat serta di letakan pada ruang yang tidak terkena matahari atau kena hujan secara langsung, selama tiga minggu.
·       Setelah tiga minggu maka silase sudah siap di sajikan sebagai pakan ternak. Sedangkan untuk menilai kualitas hasil pembuatan silase ini bisa di lihat di Kriteria Silase yang baik, Silo yang tidak di buka dapat terus di simpan sampai jangka waktu yang sangat lama asalkan tidak kemasukan udara.
·       Pemberian pada ternak yang belum terbiasa makan silase, harus di berikan sedikit demi sedikit dicampur dengan hijauan yang biasa dimakan. Jika sudah terbiasa secara bertahap dapat seluruhnya diberi silase sesuai dengan kebutuhan.
Alur Proses yang terjadi pada Silase
Tahap-1, Saat pertama kali hijauan di panen, pada seluruh permukaan hijauan tersebut terdapat organisme aerobic, atau sering disebut sebagai bakteri aerobic, yaitu bakteri yang membutuhkan udara/oksigen. Sehingga pada saat pertamakali hijauan sebagai bahan pembuatan silase di masukan ke dalam silo, bakteri tersebut akan mengkonsumsi udara/oksigen yang terperangkap di dalam rang silo tersebut. Kejadian ini merupakan sesuatu yang tidak di inginkan untuk terjadi saat ensiling, karena pada saat yang sama bakteri aerobik tersebut juga akan mengkonsumsi karbohidrat yang sebetulnya di perlukan bagi bakteri lactic acid.
Walaupun kejadian ini nampak menguntungkan dalam mengurangi jumlah oksigen di dalam silo , sehingga menciptakan lingkungan anaerob seperti yang kita kehendaki dalam ensiling, namun kejadian tersebut juga menghasilkan air dan peningkatan suhu/panas. Peningkatan panas yang berlebihan akan mengurangi digestibility kandungan nutrisi, seperti misalnya protein. Proses perubahan kimiawi yang terjadi pada phase awal ini adalah terurainya protein tumbuhan, yang akan terurai menjadi amino acid, kemudian menjadi amonia dan amines. Lebih dari 50% protein yang terkandung di dalam bahan baku akan terurai.
Lama terjadinya proses dalam tahap ini tergantung pada kekedapan udara dalam silo, dalam kekedapan udara yang baik maka phase ini hanya akan bejalan beberapa jam saja. Dengan teknik penanganan yang kurang memadai maka phase ini akan berlangsung sampai beberapa hari bahkan beberapa minggu. Untuk itu maka tujuan utama yang harus di capai pada phase ensiling ini adalah, semaksimum mungkin di lakukan pencegahan masuknya udara/oksigen, sehingga keadaan anaerobic dapat secepatnya tercapai.
Kunci pada phase ini adalah :
        Kematangan bahan
        Kelembaban bahan
        Panjangnya pemotongan yang akan menentukan kepadatan dalam silo.
        Kecepatan memasukan bahan dalam silo
        Kekedapan serta kerapatan silo
Tahap-2, Setelah oksigen habis di konsumsi bakteri aerobic, maka phase dua ini di mulai, disinilah proses fermentasi dimulai, dengan dimulainya tumbuh dan berkembangnya bakteri acetic – acid. Bakteri tersebut akan menyerap karbohidrat dan menghasilkan acetic acid sebagai hasil ahirnya. Pertumbuhan acetic acid ini sangat diharapkan, karena disamping bermanfaat untk ternak ruminansia juga menurunkan kadar pH yang sangat di perlukan pada phase berikutnya.
Penurunan kadar pH di dalam silo di bawah 5.0, perkembangan bakteri acetic acid akan menurun dan ahirnya berhenti Dan itu merupakan tanda berahirnya phase-2. Dalam fermentasi hijauan phase-2 ini berlangsung antara 24 s/d 72 jam. Makin menurunnya kadar pH akan merangsang pertumbuhan dan perkembangan bakteri anaerob lainnya yang memproduksi latic acid. Maka pada phase ini latic acid akan bertambah terus.
Tahap-3, Dengan bertambahnya jumlah bakteri pada phase 3, maka karbohidrat yang akan terurai menjadi latic acid juga makin bertambah. Latic acid ini sangat di butuhkan dan memegang peranan paling penting dalam proses fermentasi. Untuk pengawetan yang efisien, produksinya harus mencapai 60% dari total organic acid dalam silase. Saat silase di konsumsi oleh ternak, latic acid akan di manfaatkan sebagai sumber energi ternak tersebut.
Phase 3 ini adalah phase yang paling lama saat ensiling, proses ini berjalan terus sampai kadar pH dari bahan hijauan yang di pergunakan turun terus, hingga mencapai kadar yang bisa menghentikan pertumbuhan segala macam bakteri, dan hijauan atau bahan baku lainnya mulai terawetkan. Tidak akan ada lagi proses penguraian selama tidak ada udara/oksigen yang masuk atau di masukan.
Tahap-4, Pencapaian final kadar pH tergantung dari jenis bahan baku yang di awetkan, dan juga kondisi saat di masukan dalam silo. Hijauan pada umumnya akan mencapai kadar pH 4,5, jagung 4.0. Kadar pH saja tidaklah merupakan indikasi dari baik buruknya proses fermentasi ini. Hijauan yang mengandung kadar air di atas 70% akan mengalami proses yang berlainan pada phase 4 ini. Bukan bakteri yang memproduksi latic acid yang tumbuh dan berkembang, namun bakteri clostridia yang akan tumbuh dan berkembang. Bakteri anaerobic ini akan memproduksi butyric acid dan bukan latic acid, yang akan menyebabkan silase berasa asam. Kejadian ini berlangsung karena pH masih di atas 5.0.
Tahap-5, Phase ini merupakan phase pengangkatan silase dari tempatnya /silo. Proses pengangkatan ini sangatlah penting namun biasanya tidak pernah di perhatikan oleh para peternak yang kurang berpengalaman. Hasil riset mengatakan bahwa lebih dari 50% silase mengalami kerusakan atau pembusukan yang di sebabkan oleh bakteri aerobic, saat di keluarkan dari silo. Kerusakan terjadi hampir di seluruh permukaan silase yang terekspos oksigen, saat berada pada tempat penyimpanan atau pada tempat pakan ternak, setelah di keluarkan dari silo. Kecermatan kerapihan dan kecepatan penanganan silase setelah dikeluarkan dari silo yang kedap udara sangatlah perlu untuk di cermati, agar tidak terjadi pembusukan

2.5  Keuntungan
a.      Rumput Gajah atau pennisetum purpureum yaitu rumput memiliki nutrisi tinggi memiliki ukuran besar yang umumnya digunakan sebagai pakan ternak Rumput ini yaitu rumput raksasa, karena sangat besarnya jadi rumput ini disebut dengan rumput gajah. Tetapi apakah rumput ini bakal diberikan pada gajah? Tidak, rumput ini tiddak diberikan pada gajah melain untuk pakan ternak sebagaimana kerbau, sapi, kambing, serta lembu.
b.     Karakteristik morfologi rumput gajah yaitu tumbuh tegak lurus, merumpun lebat, tinggi tanaman bisa meraih 7 mtr., berbatang tidak tipis serta keras, daun panjang, serta berbunga.
c.      Kandungan zat gizi rumput gajah terbagi dalam 19, 9% bahan kering, 10,2 persen protein kasar, 1,6% lemak, 34,2% serat kasar, 11,7% abu, serta 42,3% bahan esktrak tanpa ada nitrogen. Hasil dari banyak penelitian memberikan bahwa rumput gajah mempunyai nutrisi yang komplit serta sesuai sama keperluan hewan ternak.
d.     Nutrisi paling utama dari daun rumput gajah yaitu kandungan nitrogen serta proteinnya. Selain itu dalam daun rumput gajah juga ada serat serta vitamin yang cukuptinggi. Pakan ternak dari rumput gajah umumnya datang dari daun muda, lantaran aspek daya cerna yang tambah baik yaitu sekitar 70 persen. Sementara pada daun tua, daya cernanya cuma tinggal 50 persen. Selain itu daun muda mempunyai kandungan air yang sangat banyak.
e.      Dalam pemberian konsumsi daun rumput gajah, umumnya peternak memberi daun basah atau berbentuk olahan pengawetan daun hingga jadi formula kering sebagaimana silase serta hay. Nutrisi dari hasil awetan kering ini tidak bakal jauh tidak sama dari nutrisi daun basahnya.
f.      Manfaat rumput gajah ini untuk penggemukan sapi, keperluan minimum sekitar 1,5-0,8 bahan kering dari bobot sapi yang digemukkan. Jadi, seekor sapi yang bakal digemukkan berbobot 200 kg bakal diberikan rumput gajah fresh yang memiliki kandungan 21% bahan kering. Dengan hal tersebut, keperluan minimum hijauan sapi yang bakal digemukkan itu yaitu 200×0,5/100x1kg= 1.0 kg bahan kering atau 4,8 kg bentuk fresh rumput gajah. Tetapi, karena senantiasa ada sisi yang tidak dikonsumsi (bekas batang), jadi pemberian dilebihi 5% dari keperluan, jadi kurang lebih rumput gajah fresh yang bakal diberikan pada sapi yang bakal digemukkan sejumlah 105/100 x 4, 8 kg = 5,05 kg.














BAB III
KESIMPULAN

1.3  Kesimpulan
            Rumput gajah (pennicetum purureum) atau rumput napier  merupakan jenis hijauan pakan ternak yang mempunyai kualitas tinggi dan disukai oleh ternak. Pengawetan dengan pembuatan hay merupakan cara yang tepat untuk rumput gahaj ini, sehingga hijauan dapat tersedia untuk memenuhi kebutuhan ternak sepanjang tahun. Pembuatan hay merupakan cara yang lebih mudah diakukan untuk pengawetan rumput gajah dengan mengandalkan panas dari sinar matahari. Kualitas  hay rumput gajah dipengaruhi oleh masa pemotongan rumput dan lama penyinaran matahari, pemotongan yang baik rumput dipotong menjelang berbunga dan pengeringan sebaiknya rumput tidak terkena sinar matahari secara langsung.


DAFTAR PUSTAKA

Mansyur, Tidi Dhalika, U. Hidayat Tanuwiria Dan Harun Djuned. 2007. Proses Pengeringan Dalam Pembuatan Hay Rumput Signal (Brachiaria decumbens) Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner : 714-720.
Nista, D., Hesty Natalia dan A. Taufik. 2007. Teknologi Pengolahan Pakan. Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Dwiguna dan Ayam, Sembawa.
Rianto, E dan E Purbowati. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rianto, E., Deasy Anggalina, Sularno Dartosukarno dan Agung Purnomoadi. 2006. Pengaruh Metode Pemberian Pakan Terhadap Produktivitas Domba Ekor Tipis. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner : 361-365.
Rianto, E., Mariana Wulandari dan Retno Adiwinarti. 2007. Pemanfaatan Protein Pada Sapi Jantan Peranakan Ongole Dan Peranakan Friesian Holstein Yang Mendapatpakan Rumput Gajah, Ampas Tahu Dan Singkong. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner : 64-70.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar