KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat
dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “PENGAWETAN
RUMPUT GAJAH”Pada makalah ini kami banyak mengambil dari berbagai sumber dan
refrensi dan pengarahan dari berbagai pihak .oleh sebab itu, dalam kesempatan
ini kami mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun
menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna, untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak yang membaca…
Taluk
Kuantan, November 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar........................................................................................................... i
Daftar
Isi.................................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN........................................................................................... 1
1.1
Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2
Tujuan............................................................................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN............................................................................................ 3
2.1 Kakteristik Rumput Gajah............................................................................. 3
2.2 Proses Pembuatan Hay.................................................................................. 3
2.3 Hay Rumput Gajah........................................................................................ 4
2.4 Pembuatan Silase........................................................................................... 5
2.5 Keuntungan.................................................................................................... 11
BAB
III PENUTUP.................................................................................................... 13
3.1 Kesimpulan.................................................................................................... 13
DAFTARPUSTAKA.................................................................................................. 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pakan
merupakan setiap bahan yang dapat
dimakan , disukai, dicerna dan tidak membahayakan bagi kesehatan ternak. Agar
bahan dapat disebut dengan pakan maka harus memenuhi persyaratan tersebut.Pakan adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan
diserap baik secara keseluruhan atau sebagian dan tidak menimbulkan keracunan
atau tidak mengganggu kesehatan ternak yang mengkonsumsinya ( Kamal, 1998 dalam
Subekti, 2009). Sedangkan yang dimaksud dengn
ransum adalah campuran dari beberapa bahan pakan yang disusun untuk
memenuhi kebutuhan ternak dalan waktu 24 jan sehingga zat gizi yang
dikandungnya seimbang sesuai kebutuhan ternak
( Indah dan Sobri, 2001 dalam Subekti, 2009). Bahan-bahan pakan yang diberikan untuk ternak dapat dibedakan
menjadi pakan asal tanaman dan pakan asal hewan. Bahan pakan asal hewan
seperti tepung ikan, tepung tulang, tepung daging, tepung darah, tepung bulu
dan tepung udang. Bahan-bahan asal tanaman seperti hijauan dan biji-bijian.
Bahan
pakan asal hijauan dapat dibedakan menjadi
rumput dan leguminosa. Hijauan pakan atau disebut forage
merupakan tanaman pakan yang berasal dari rumput dan kacang-kacangan yang
diambil hijauannya sebagai bahan pakan (Purbajanti, 2012). Pakan hijauan tidak
terjamin sepanjang tahun secara kuantitatif dan kualitatif, pada saatmusim
hujan hijauan yang tersedia sangan melimpah sedangkan saat tiba musim kemarau
atau panas hijauan pakan sangat sulit penyediaannya untuk memenuhi kebutuhan
ternak terutama ternak ruminansia. Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan
atau pengawetan hijauan agar supaya hijaua pakan selalu tersedia untuk memenuhi
kebutuhan ternak tersebut. Tujuan utama dalam pengawetan hijauan adalah untuk memelihara atau mempertahankan
kualitas dan kuantitas nutrisi hijauan dengan meminimalkan kehilangan pada saat
pemanenan dan penyimpanan (Rotzdan Muck, 1994 dalam Mansyur et al., 2007).
Sedangkan keuntungandari pengawetan
hijauan adalah dapat dipertahankan kualitasnya atau komposisi nutriennya hingga
berakhirnya masa penyimpanan (Sugiri et ai., 1981 dalam Subekti et al., 2013).
Pengolahan
dan pengawetan bahan pakan dapat dilakukan dengan cara fisik atau mekanik,
kimiawi, biologis dan kobinasinya. Perlakuan secara fisik dapat dilakukan
dengan cara penjemuran, pencacah atau pemotongan, penggiling, penghancuran
serta pembuatan pelet (Wahyono dan Hardiyanto, 2004). Perlakuan secara kimiawi
dilakukan dengan cara menanbahkan bahan kimia seperti amoiasi. Amoniasi
merupakan salah satu perlakuan bahan
pakan secara kimiawi yang bersifat
alkalis sehingga dapat melarutkan hemiselulosa dan memutuskan ikatan atara
lignin dan selulosa atau emiselulosa (Klopfenstein, 1987 dalam Pprastyawan at
al., 2012). Perlakuan secara
biologis dapat dilskukan dengan cara fermentasi dengan menggunakan mikroba
starter, proses fermentasi ini bermanfaat untuk menurunkan kadar serat kasar,
meningkatkan kecernaan dan meningkatkan kadar protin bahan pakan (Tampoebolon,
1997 dalam Pprastyawan at al., 2012).
Dan perlakuan secara kombinasi dapat dilakukan dengan cara gabungan dari
fisik-kimia, fisik-biologi dan atau biologi-kimia.
1.2 Tujuan
Tujuan
dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mendeskripsikan pengawetan hijauan pakan
berupa rumput gajah secara fisik dengan cara pengeringan yang sering disebut
hay, sehingga hijauan pakan tersebut dapat tersedia terus-menerus sepanjang
tahun untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak terutama ternak ruminansia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kakteristik Rumput Gajah
Rumput
gajah (pennicetum purureum) atau rumput napier merupakan jenis hijauan pakan ternak yang
mempunyai kualitas tinggi dan disukai oleh ternak (Rianto dan Purbowati, 2010).
Karatteristik dari rumput ini yaitu tumbuh tinggi, kuat, perakaran dalam,
berkembang dengan rhizome, batang dan daun bagian permukaan atas berbulu dan
bunga berwarna kunig atau coklat. Rumput Gajah adalah salah satu jenis rumput
unggul yang sekarang banyak ditanam oleh para peternak, rumput ini memiliki
kandungan bahan kering (BK) 21%, protein kasar (PK) 9,6%, lemak kasar (LK)
1,9%, Total Digestible Nutrients(TDN) 52,4% (SIREGAR, 2003 dalam Rianto et
al., 2007).
2.2 Proses Pembuatan Hay
Hay merupakan hijauan berupa daunan
jenis rumputan atau bijian yang sengaja dipanen menjelang berbunga yang
dikeringkan baik dengan cara diangin-anginkan maupun dengan cara dikeringkan
dengan panas matahari secara langsung. Hay merupakan hijauan makanan ternak yang sengaja dipotong dan dikeringkan agar
bisa diberikan kepada ternak pada
kesempatan yang lain. Tujuan dari pembuatan hay ini yaitu hay adalah
untuk mengurangi tingkat kandungan air dari hijauan hingga pada suatu level
dimana menghambat aksi dari enzim-enzim baik yang dihasilkan oleh tanaman
maupun mikrobial (Mc Donald et al., 2002 dalam Mansyur et al., 2007),
untuk dapat menyediakan hijauan pakan untuk ternak pada saat-saat tertentu,
seperti dimasa paceklik atau musim
kemarau, untuk dapat memanfaatkan hijauan pada saat pertumbuhan terbaik tetapi
pada saat itu belum dimanfaatkan.
Sedangkan
prinsip dari proses pembuatan hay ini adalah menurunkan kadar air menjadi
15-20% dalam waktu yang singkat, baik
dengan panas matahari ataupun panas buatan. Menurut Yulianto dan Saparinto (2010)
bahwa proses pembuatan hay yaitu pertama
menyiapkan hijauan pakan (rumput gajah) yang kemudian memotong- motongnya baik
dengan cara manual dengan pisau atau sabit maupun dengan menggunakan mesin
pencacah rumput dan dilakukan penimbangan untuk mengetahui kadar airnya,
kemudian jemur hijauan dibawah sinar atahari selama 1-2 hari agar kadar air menjadi 20-25% dan
perlu dilakukan penimbangan setiap 5 jam untuk mengetahui kadar airnya.
Jika
pengeringan sudah merata selanjutnya hijauan diikat dan hay disimpan digudang.
Ciri-ciri hay yang baik adalah warna hijau kekuningan, tidak banyak daun yang
rusak, bentuk daun masih utuh atau jelas dan tidak kotor atau berjamur, serta
tidak mudah patah bila batang dilipat dengan tangan (Subekti, 2009).
2.3 Hay Rumput Gajah
Rumput gajah (pennicetum purureum)
atau rumput napier merupakan jenis
hijauan pakan ternak yang mempunyai kualitas tinggi dan disukai oleh ternak
(Rianto dan Purbowati, 2010). Pengawetan rumput gajah dengan pengeringn atau
hay merupakan cara yang tepat, sehingga kualitas rumput gajah terjaga dan dapat di berikan pada ternak untuk kebutuhannya
sepanjang tahun. Menurut Rianto et al., (2006) bahwa hay rumput Gajah memiliki
kandungan nutrisi Air 13,38%, Abu 15,98%, LK 3,38% PK 9,82% SK 23,88%. Energi
2.992 kcal/kg. Sedangkan menurut Santoso
Dan Hariadi (2008) BK 83,4%, BO 87,8%, PK 12,4%, NDF 70,0%, LK 1,9% dan NFC
3,4%.
Menurut Wina (2008) menyatakan bahwa penyebabkan penurunan kadar
senyawa karotenoid yang sangat signifikan (83% hilang) selama proses pembuatan
hay karena senyawa karotenoid sangat
labil dan mudah rusak radiasi oleh panas atau terekpos oleh sinar UV pada
pengeringan hijauan di bawah sinar matahari. WILLIAM et al.(1998) dalam Wina (2008) melaporkan kandungan rata-rata
β-karoten dalam hijauan segar, dan hijauan yang dibuat ”hay” masing-masing
adalah 196 dan 36 mg/ kg bahan kering. Jadi hijauan segar yang dibuat menjadi
hay akan menalani penurunan kadar β- karoten dan senyawa karotenoid.
Menurut
Nista et al., (2007) bahwa Keuntungan atau kebaikan pembuatan hay yaitu
kandungan vitamin D dalam hijauan lebih tinggi, sedangkan Kekurangan dari
pembutan hay yaitu proses pengeringan
berlangsung lebih lama menyebahkan penurunan gizi relatif lebih besar, selama
proses pengeringan ini sel-sel terus bernapas, menggunakan energi eperti gula
dan karbohidrat yang menghasilkan CO2 dan
Karotin (pro-vitamin A) menurun.
2.4 Pembuatan Silase
Silase
adalah pakan yang telah diawetkan dari bahan pakan berupa tanaman hijauan,
limbah industri pertanian, serta bahan pakan alami lainya, dengan jumlah kadar
/ kandungan air pada tingkat tertentu. Pakan tersebut dimasukan dalam sebuah
tempat yang tertutup rapat kedap udara, biasa disebut dengan silo, selama
sekitar tiga minggu. Di dalam silo tersebut tersebut akan terjadi beberapa
tahap proses an-aerob (proses tanpa udara/oksigen), dimana bakteri asam laktat
akan mengkonsumsi zat gula yang terdapat pada bahan baku, sehingga terjadilah
proses fermentasi.
Silase
yang terbentuk karena proses fermentasi ini dapat di simpan untuk jangka waktu
yang lama tanpa banyak mengurangi kandungan nutrisi dari bahan bakunya. Tujuan
utama pembuatan silase adalah untuk memaksimumkan pengawetan kandungan nutrisi
yang terdapat pada hijauan atau bahan pakan ternak lainnya, agar bisa di
disimpan dalam kurun waktu yang lama, untuk kemudian di berikan sebagai pakan
bagi ternak khususnya untuk mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan
pada musim kemarau. Proses fermentasi yang tidak terkontrol akan mengakibatkan
kandungan nutrisi pada bahan yang di awetkan menjadi berkurang jumlahnya.
Diperlukan jenis zat tambahan agar kandungan nutrisi dalam silase tidak
berkurang secara drastis, bahkan bisa memenuhi kebutuhan nutrisi ternak yang
memakannya.
Syarat
hijauan (tanaman) yang dibuat silase adalah segala jenis tumbuhan atau hijauan
serta bijian yang di sukai oleh ternak, terutama yang mengandung banyak
karbohidrat nya seperti : rumput, sorghum, jagung, biji-bijian kecil, tanaman
tebu, tongkol gandum, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nanas dan jerami padi.
Sementara bahan tambahan dimaksudkan untuk meningkatkan dan mempertahankan
kadar nutrisi yang terkandung pada bahan pakan silase.
Penambahan
bahan additive ini bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
Pemberian bahan tambahan secara langsung dengan menggunakan, Natrium bisulfat,
Sulfur oxida, Asam chlorida, Asam sulfat, Asam propionat. Pemberian bahan
tambahan secara tidak langsung ialah dengan memberikan tambahan bahan-bahan
yang mengandung karbohidrat yang siap diabsorpsi oleh mikroba, antara lain :
- Molase (melas) : 2,5 kg /100 kg hijauan.
- Onggok (tepung) : 2,5 kg/100 kg hijauan.
- Tepung jagung : 3,5 kg/100 kg hijauan.
- Dedak halus : 5,0 kg/100 kg hijauan.
- Ampas sagu : 7,0 kg/100 kg hijauan.
Prosedur Pembuatan Silase
Garis Besar
- Hijauan dipotong-potong dahulu, ukuran 3-5 cm
- Dimasukkan kedalam lubang galian (silo) beralas plastik
- Tumpukan hijauan dipadatkan (diinjak-injak)
- Tutup dengan plastik dan tanah
a. Pencampuran
Hijauan dicampur bahan lain dahulu
sebelum dipadatkan (bertujuan untuk mempercepat fermentasi, mencegah tumbuh
jamur dan bakteri pembusuk, meningkatkan tekanan osmosis sel-sel hijauan. Bahan
campuran dapat berupa: asam-asam organik (asam formiat, asam sulfat, asam
klorida, asam propionat), molases/tetes, garam, dedak padi, menir/ onggok
dengan dosis per ton hijauan
sebagai berikut :
- Asam organik : 4- 6 kg
- Molases/tetes : 40 kg
- Garam : 30kg
- Dedak padi : 40kg
- Menir : 35kg
- Onggok : 30kg
Pemberian
bahan tambahan tersebut harus dilakukan secara merata ke seluruh hijauan yang
akan diproses. Apabila menggunakan molases/tetes lakukan secara bertahap dengan
perbandingan 2 bagian pada tumpukan hijauan di lapisan bawah, 3 bagian pada
lapisan tengah dan 5 bagian pada lapisan atas agar terjadi pencampuran yang
merata.
b. Pelayuan
Hijauan dilayukan dahulu selama 2 hari (kandungan bahan
kering 40% - 50%.
Tata Cara Pembuatan Silase
a.
Penyiapan
Silo
Siapkan silo yang bisa di tutup dan kedap udara, artinya
udara tidak bisa masuk maupun keluar dari dan ke dalam wadah tersebut. Wadah
tersebut juga harus kedap rembesan cairan. Untuk memenuhi kriteria ini maka
bahan plastik merupakan jawaban yang terbaik termurah serta sangat fleksibel
penggunaannya. Walaupun bahan dari metal, semen dll tetap baik untuk di
gunakan.
Ukuran di sesuaikan dengan kebutuhan dan pilihlah ukuran,
bahan serta konstruksi yang sesuai dengan kebutuhan. Gentong plastik yang
mempunyai tutup bisa di kunci dengan rapat, merupakan salah satu pilihan yang
terbaik. Karena di samping ukurannya yang sedang sehingga mudah untuk di angkat
manusia, kemudian dengan penambahan jumlah bisa memenuhi kebutuhan yang lebih
banyak.
Jika ingin membuat dalam jumlah yang banyak sekali gus, maka
cara yang termurah adalah dengan menggali tanah. Ukuran di sesuaikan dengan
kebutuhan. Kemudian menggunakan kantung plastik yang di jual meteran, sehingga
penutupannya bisa dilakukan dengan sangat rapat. Prinsip yang harus di
perhatikan adalah, saat membuka dan memberikan silase pada ternak, maka silo
tersebut akan kemasukan udara/oksigen yang bisa dan akan merusak silase yang
telah jadi karena terjadinya proses aerobic.
Pembuatan dalam jumlah kecil dengan menggunakan silo yang
banyak serta portable (seperti gentong plastik biru, atau kantong plastik),
jauh lebih berdaya guna di banding dengan pembuatan dalam jumlah sangat besar
dalam satu wadah/silo. Untuk itu ketahuilah jumlah kebutuhan ternak anda, lalu
sesuaikan pembuatan silo, sehingga penggunaannya bisa sekali buka silo, isinya
langsung habis di konsumsi sehingga tidak adalagi sisa yang harus di simpan.
Penyimpanan sisa silase ini, di samping sangat merepotkan
juga sangat riskan terjadinya proses pembusukan karena terjadi nya eksposur
tehadap oksigen yang akan mengaktivekan bakteri aerob
b. Penyiapan bahan baku silase serta
penempatan pada silo
Bahan baku sebaiknya berasal dari tumbuhan atau bijian yang
segar yang langsung di dapat dari pemanenan, jangan yang telah tersimpan lama.
Penyiapan bahan baku silase sebagai berikut :
· Ukuran pemotongan sebaiknya sekitar
5 cm.
· Pemotongan dan pencacahan perlu di
lakukan agar mudah di masukan dalam silo dan mengurangi terperangkapnya ruang
udara di dalam silo serta memudahkan pemadatan. Jika hendak menggunakan bahan
tambahan, maka taburkan bahan tambahan tersebut kemudian di aduk secara merata,
sebelum di masukan dalam silo.
· Masukan cacahan tersebut kedalam
silo secara bertahap, lapis demi lapis. Saat memasukan bahan baku kedalam silo
secara bertahap, lakukan penekanan atau pengepresan untuk setiap lapisan agar
padat. Kenapa harus di padatkan, karena oksigen harus sebanyak mungkin di
kurangi atau di hilangkan sama sekali dari ruang silo.
· Lakukan penutupan dengan serapat
mungkin sehingga tidak ada udara yang bisa masuk kedalam silo. Biarkan silo
tertutup rapat serta di letakan pada ruang yang tidak terkena matahari atau
kena hujan secara langsung, selama tiga minggu.
· Setelah
tiga minggu maka
silase sudah siap di sajikan sebagai pakan ternak. Sedangkan untuk menilai
kualitas hasil pembuatan silase ini bisa di lihat di Kriteria Silase yang baik,
Silo yang tidak di buka dapat terus di simpan sampai jangka waktu yang sangat
lama asalkan tidak kemasukan udara.
· Pemberian pada ternak yang belum terbiasa makan silase, harus di berikan sedikit demi sedikit dicampur
dengan hijauan yang biasa dimakan. Jika sudah terbiasa secara bertahap dapat
seluruhnya diberi silase sesuai dengan kebutuhan.
Alur Proses yang terjadi pada Silase
Tahap-1, Saat
pertama kali hijauan di panen, pada seluruh permukaan hijauan tersebut terdapat
organisme aerobic, atau sering disebut sebagai bakteri aerobic, yaitu bakteri
yang membutuhkan udara/oksigen. Sehingga pada saat pertamakali hijauan sebagai
bahan pembuatan silase di masukan ke dalam silo, bakteri tersebut akan
mengkonsumsi udara/oksigen yang terperangkap di dalam rang silo tersebut. Kejadian
ini merupakan sesuatu yang tidak di inginkan untuk terjadi saat ensiling,
karena pada saat yang sama bakteri aerobik tersebut juga akan mengkonsumsi
karbohidrat yang sebetulnya di perlukan bagi bakteri lactic acid.
Walaupun
kejadian ini nampak menguntungkan dalam mengurangi jumlah oksigen di dalam silo
, sehingga menciptakan lingkungan anaerob seperti yang kita kehendaki dalam
ensiling, namun kejadian tersebut juga menghasilkan air dan peningkatan
suhu/panas. Peningkatan panas yang berlebihan akan mengurangi digestibility
kandungan nutrisi, seperti misalnya protein. Proses perubahan kimiawi yang
terjadi pada phase awal ini adalah terurainya protein tumbuhan, yang akan
terurai menjadi amino acid, kemudian menjadi amonia dan amines. Lebih dari 50%
protein yang terkandung di dalam bahan baku akan terurai.
Lama
terjadinya proses dalam tahap ini tergantung pada kekedapan udara dalam silo,
dalam kekedapan udara yang baik maka phase ini hanya akan bejalan beberapa jam
saja. Dengan teknik penanganan yang kurang memadai maka phase ini akan
berlangsung sampai beberapa hari bahkan beberapa minggu. Untuk itu maka tujuan
utama yang harus di capai pada phase ensiling ini adalah, semaksimum mungkin di
lakukan pencegahan masuknya udara/oksigen, sehingga keadaan anaerobic dapat
secepatnya tercapai.
Kunci pada phase ini adalah :
•
Kematangan
bahan
•
Kelembaban
bahan
•
Panjangnya
pemotongan yang akan menentukan kepadatan dalam silo.
•
Kecepatan
memasukan bahan dalam silo
•
Kekedapan
serta kerapatan silo
Tahap-2, Setelah
oksigen habis di konsumsi bakteri aerobic, maka phase dua ini di mulai,
disinilah proses fermentasi dimulai, dengan dimulainya tumbuh dan berkembangnya
bakteri acetic – acid. Bakteri tersebut akan menyerap karbohidrat dan
menghasilkan acetic acid sebagai hasil ahirnya. Pertumbuhan acetic acid ini sangat
diharapkan, karena disamping bermanfaat untk ternak ruminansia juga menurunkan
kadar pH yang sangat di perlukan pada phase berikutnya.
Penurunan
kadar pH di dalam silo di bawah 5.0, perkembangan bakteri acetic acid akan menurun
dan ahirnya berhenti Dan itu merupakan tanda berahirnya phase-2. Dalam
fermentasi hijauan phase-2 ini berlangsung antara 24 s/d 72 jam. Makin
menurunnya kadar pH akan merangsang pertumbuhan dan perkembangan bakteri
anaerob lainnya yang memproduksi latic acid. Maka pada phase ini latic acid
akan bertambah terus.
Tahap-3, Dengan
bertambahnya jumlah bakteri pada phase 3, maka karbohidrat yang akan terurai
menjadi latic acid juga makin bertambah. Latic acid ini sangat di butuhkan dan
memegang peranan paling penting dalam proses fermentasi. Untuk pengawetan yang
efisien, produksinya harus mencapai 60% dari total organic acid dalam silase.
Saat silase di konsumsi oleh ternak, latic acid akan di manfaatkan sebagai
sumber energi ternak tersebut.
Phase 3
ini adalah phase yang paling lama saat ensiling, proses ini berjalan terus sampai
kadar pH dari bahan hijauan yang di pergunakan turun terus, hingga mencapai
kadar yang bisa menghentikan pertumbuhan segala macam bakteri, dan hijauan atau
bahan baku lainnya mulai terawetkan. Tidak akan ada lagi proses penguraian
selama tidak ada udara/oksigen yang masuk atau di masukan.
Tahap-4, Pencapaian
final kadar pH tergantung dari jenis bahan baku yang di awetkan, dan juga
kondisi saat di masukan dalam silo. Hijauan pada umumnya akan mencapai kadar pH
4,5, jagung 4.0. Kadar pH saja tidaklah merupakan indikasi dari baik buruknya
proses fermentasi ini. Hijauan yang mengandung kadar air di atas 70% akan
mengalami proses yang berlainan pada phase 4 ini. Bukan bakteri yang
memproduksi latic acid yang tumbuh dan berkembang, namun bakteri clostridia yang
akan tumbuh dan berkembang. Bakteri anaerobic ini akan memproduksi butyric acid
dan bukan latic acid, yang akan menyebabkan silase berasa asam. Kejadian ini
berlangsung karena pH masih di atas 5.0.
Tahap-5, Phase
ini merupakan phase pengangkatan silase dari tempatnya /silo. Proses
pengangkatan ini sangatlah penting namun biasanya tidak pernah di perhatikan
oleh para peternak yang kurang berpengalaman. Hasil riset mengatakan bahwa
lebih dari 50% silase mengalami kerusakan atau pembusukan yang di sebabkan oleh
bakteri aerobic, saat di keluarkan dari silo. Kerusakan terjadi hampir di
seluruh permukaan silase yang terekspos oksigen, saat berada pada tempat
penyimpanan atau pada tempat pakan ternak, setelah di keluarkan dari silo.
Kecermatan kerapihan dan kecepatan penanganan silase setelah dikeluarkan dari
silo yang kedap udara sangatlah perlu untuk di cermati, agar tidak terjadi
pembusukan
2.5 Keuntungan
a. Rumput
Gajah atau pennisetum purpureum yaitu rumput memiliki nutrisi tinggi
memiliki ukuran besar yang umumnya digunakan sebagai pakan ternak Rumput ini
yaitu rumput raksasa, karena sangat besarnya jadi rumput ini disebut dengan
rumput gajah. Tetapi apakah rumput ini bakal diberikan pada gajah? Tidak,
rumput ini tiddak diberikan pada gajah melain untuk pakan ternak sebagaimana
kerbau, sapi, kambing, serta lembu.
b. Karakteristik
morfologi rumput gajah yaitu tumbuh tegak lurus, merumpun lebat, tinggi tanaman
bisa meraih 7 mtr., berbatang tidak tipis serta keras, daun panjang, serta
berbunga.
c. Kandungan
zat gizi rumput gajah terbagi dalam 19, 9% bahan kering, 10,2 persen protein
kasar, 1,6% lemak, 34,2% serat kasar, 11,7% abu, serta 42,3% bahan esktrak
tanpa ada nitrogen. Hasil dari banyak penelitian memberikan bahwa rumput gajah
mempunyai nutrisi yang komplit serta sesuai sama keperluan hewan ternak.
d. Nutrisi
paling utama dari daun rumput gajah yaitu kandungan nitrogen serta proteinnya.
Selain itu dalam daun rumput gajah juga ada serat serta vitamin yang
cukuptinggi. Pakan ternak dari rumput gajah umumnya datang dari daun muda,
lantaran aspek daya cerna yang tambah baik yaitu sekitar 70 persen. Sementara
pada daun tua, daya cernanya cuma tinggal 50 persen. Selain itu daun muda
mempunyai kandungan air yang sangat banyak.
e. Dalam
pemberian konsumsi daun rumput gajah, umumnya peternak memberi daun basah atau
berbentuk olahan pengawetan daun hingga jadi formula kering sebagaimana silase
serta hay. Nutrisi dari hasil awetan kering ini tidak bakal jauh tidak sama
dari nutrisi daun basahnya.
f. Manfaat
rumput gajah ini untuk penggemukan sapi, keperluan minimum sekitar 1,5-0,8
bahan kering dari bobot sapi yang digemukkan. Jadi, seekor sapi yang bakal
digemukkan berbobot 200 kg bakal diberikan rumput gajah fresh yang memiliki
kandungan 21% bahan kering. Dengan hal tersebut, keperluan minimum hijauan sapi
yang bakal digemukkan itu yaitu 200×0,5/100x1kg= 1.0 kg bahan kering atau 4,8
kg bentuk fresh rumput gajah. Tetapi, karena senantiasa ada sisi yang tidak
dikonsumsi (bekas batang), jadi pemberian dilebihi 5% dari keperluan, jadi kurang
lebih rumput gajah fresh yang bakal diberikan pada sapi yang bakal digemukkan
sejumlah 105/100 x 4, 8 kg = 5,05 kg.
BAB III
KESIMPULAN
1.3 Kesimpulan
Rumput gajah (pennicetum purureum)
atau rumput napier merupakan jenis
hijauan pakan ternak yang mempunyai kualitas tinggi dan disukai oleh ternak.
Pengawetan dengan pembuatan hay merupakan cara yang tepat untuk rumput gahaj
ini, sehingga hijauan dapat tersedia untuk memenuhi kebutuhan ternak sepanjang
tahun. Pembuatan hay merupakan cara yang lebih mudah diakukan untuk pengawetan
rumput gajah dengan mengandalkan panas dari sinar matahari. Kualitas hay rumput gajah dipengaruhi oleh masa
pemotongan rumput dan lama penyinaran matahari, pemotongan yang baik rumput
dipotong menjelang berbunga dan pengeringan sebaiknya rumput tidak terkena
sinar matahari secara langsung.
DAFTAR
PUSTAKA
Mansyur,
Tidi Dhalika, U. Hidayat Tanuwiria Dan Harun Djuned. 2007. Proses Pengeringan
Dalam Pembuatan Hay Rumput Signal (Brachiaria decumbens) Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner : 714-720.
Nista, D.,
Hesty Natalia dan A. Taufik. 2007. Teknologi Pengolahan Pakan. Departemen
Pertanian Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan Balai Pembibitan Ternak
Unggul Sapi Dwiguna dan Ayam, Sembawa.
Rianto, E
dan E Purbowati. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rianto,
E., Deasy Anggalina, Sularno Dartosukarno dan Agung Purnomoadi. 2006. Pengaruh
Metode Pemberian Pakan Terhadap Produktivitas Domba Ekor Tipis. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner : 361-365.
Rianto,
E., Mariana Wulandari dan Retno Adiwinarti. 2007. Pemanfaatan Protein Pada Sapi
Jantan Peranakan Ongole Dan Peranakan Friesian Holstein Yang Mendapatpakan
Rumput Gajah, Ampas Tahu Dan Singkong. Seminar Nasional Teknologi Peternakan
dan Veteriner : 64-70.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar