KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah kami yang berjudul “ Larangan KKN Dalam Akhlak Islam dan Merosotnya
Molaritas Anak Bangsa “. Pada makalah ini kami banyak mengambil dari berbagai
sumber dan refrensi dan pengarahan dari berbagai pihak .oleh sebab itu, dalam
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penyusunan menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat
jauh dari sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna kesempurnaan laporan ini.
Akhir kata penyusun mengucapkan terima
kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak yang membaca…
Taluk Kuantan, April 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar............................................................................................................. i
Daftar
Isi...................................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN............................................................................................. 1
1.1
Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2
Rumusan Masalah............................................................................................ 1
1.3
Tujuan.............................................................................................................. 1
BAB
II PEMBAHASAN.............................................................................................. 2
2.1
Pandangan
Al-Quran Terhadap Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme................... 2
2.2
Sanksi
Terhadap Pelaku Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme............................. 5
2.3
Merosotnya Akhlak Anak Bangsa................................................................... 7
BAB
III PENUTUP...................................................................................................... 10
3.1 Kesimpulan...................................................................................................... 10
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Berbicara tentang Korupsi dan Kolusi di negeri kita saat ini sangat
tidak asing lagi dan bahkan sering disorot oleh media masa, seakan korupsi dan
kolusi menjadi makanan yang empuk bagi para pejabat baik tingkat daerah maupun
nasional. kendati sudah ada institusi negara yang sangat besar yang khusus
mengatasi korupsi, namun masih banyak mereka masih tetap tenang untuk makan
uang haram ini. Adapun menurut hukum Islam sudah jelas itu hukumnya haram dan
banyak hadis-hadis Nabi yang menerangkan tentang hal itu.
Oleh sebab itu, kita selaku generasi muda yang peduli akan keberlangsungan
kehidupan bangsa yang lebih bersih dan sejahtera perlu berupaya agar
praktek-praktek korupsi semacam itu tidak semakin menjamur dan beranak pinak
sampai ke era indonesia yang akan datang. Tentu ini sangat berat, tapi jika
kita semua bersatu dan bekerja sama di iringi dengan iman dan ketakwaan kita
terhadap Allah SWT, yakinlah jalan dan tujuan mulia itu akan segera tercapai.
1.2 Rumusan
Masalah
1) Bagaimana pandangan Al-Quran terhadap korupsi, kolusi dan nepotisme ?
2)
Apa sanksi
terhadap pelaku korupsi, kolusi, dan nepotisme.?
3) Seperti apa merosotnya akhlak anak
bangsa?
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui pandangan Al-Quran terhadap korupsi, kolusi dan nepotisme.
2)
Untuk
mengetahui sanksi terhadap pelaku korupsi,
kolusi, dan nepotisme.
3) Untuk mengetahui merosotnya
akhlak anak bangsa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pandangan Al-Quran Terhadap Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme
Adapun ayat –ayat yang berkenaan dengan masalah KKN
antara lain:
Surah Al-Baqarah/ 2 : 188
ولا
تاكلوااموالكم بينكم بالباطل وتدلوا بها الى الحكام لتاكلوا فريقا من اموال الناس
با لأثم وانتم تعلمون
"Dan janganlah
kamu makan harta diantara kamu dengan jalan yang bathil, dan (janganlah) kamu
menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan
sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui. (
Al-Baqarah/2 : 188)
Surah Ali Imran / 3: 161
وما كان لنبي ان
يغل ومن يغلل يات بما غل يوم القيامة ثم توفى كل نفس ما كسبت وهم لا يظلمون
Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat ( dalam urusan
harta rampasan perang). Barangsiapa berkhianat , niscaya pada hari Kiamat dia
akan datang membawa apa yang dikhianatkanya itu. Kemudian setiap orang akan
diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya, dan mereka
tidak dizalimi ( Ali Imran/ 3 : 161)
Dalam hadits-hadits Nabi SAW banyak pula menyebutkan
larangan berkhianat (korupsi) dan suap, antara lain :
Sabda
Rasulullah SAW :
اعظم الغلول عندالله ذراع من الأرضو
تجدون الرجلين جارين في الأرضو او في الدار فيقطع احدهما من حظ صاحبه ذراعاو فاذا
قطعه طوقه من سبع ارضين يوم القيامة. ( رواه احمد عن ابى مالك الأشجعى )
“Korupsi
yang paling besar menurut pandangan Allah ialah sejengkal tanah. Kamu melihat
dua orang yang tanahnya atau rumahnya berbatasan. Kemudian salah seorang dari
keduanya mengambil sejengkal dari milik saudaranya itu. Maka jika dia
mengambilnya , akan dikalungkan kepadanya dari tujuh lapis bumi pada hari
Kiamat”. (HR. Ahmad Dari Abu Malik Al-Asyja’)
Sabda
Rasulullah SAW :
لعن الله الراشى والمرتشي في الحكم (
رواه احمد والترمذي والحاكم عن ابى هريرة )
“Allah mengutuk orang yang menyogok dan orang
yang disogok dalam memutuskan perkara (HR. At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Abu
Hurairah)
KKN sebagai fenomena sosial , dapat
membahayakan kehidupan masyarakat, karena dampak negatifnya sangat luas dan
gterasa sekali dalam kehidupan mereka. Adapun dampak negatif dari KKN antara lain sebagai
berikut :
1)
Menghancurkan wibawa hukum. Orang yang
salah dapat lolos dari hukuman , sedangkan yang belum jelas kesalahannya dapat
meringkuk dalam tahanan . Pencuri ayam lebih berat hukumannya daripada pencuri
uang rakyat ( koruptor ) yang merugikan negara dan masyarakat, karena dia
memiliki uang yang banyak untuk menyuap.
2)
Menurunnya etos kerja . Para pemimpin
dan pejabat yang mangkal di pemerintahan adalah mereka yang tidak mempunyai
etos kerja yang baik sehingga mengakibatkan menurunnya etos kerja. Bagi mereka
uang segala-galanya.
3)
Menurunnya kualitas . Seorang yang
pandai dapat tersingkirkan oleh orang yang bodoh tetapi berkantong tebal (
berduit ). Seorang Profesional dapat terdepak oleh mereka yang belum
berpengalaman tetapi ber-backing kuat, karena nepotsme da banyak duit.
4)
Kesenjangan sosial dan ekonomi . Karena
uang negara hanya beredar dikalangan kelas elit dari para konglomerat , yang
berakibat tidak terdistribusikannya uang secara merata, maka lahirlah fenomena
diatas. Pemimpin dan pejabat yang naik kursi karena ulah KKN berlaku congkak
dan secara kontinyu memeras uang rakyat, sehingga membuat kesenjangan sosial
dan ekonomi makin melemah.
Dari uraian dan penjelasan diatas,
dapat dilihat dengan jelas bahwa KKN
merupakan praktik yang berhubungan dengan memakan harta orang lain dengan cara
yang bathil dan kerjasama dalam perbuatan tercela serta penggunaan kekuasaan
untuk kepentingan pribadi, keluarga , atau kelompok. Oleh karena itu, praktik
KKN hukumnya haram.
Keharaman
KKN dapat ditinjau dari beberapa aspek, antara lain sebagai berikut :
Perbuatan KKN merupakan perbuatan curang dan penipuan
yang secara langsung merugikan keuangan negara dan masyarakat. Allah memberi
peringatan menghindari kecurangan dan penipuan sebagaimana disebutkan dalam
Al-Quran Surah Ali Imran ayat 161.
KKN
diharamkan karena KKN merupakan suatu perbuatan penyalahgunaan jabatan untuk
memperkaya diri sendiri , keluarga , atau kelompok. Hal ini merupakan perbuatan
yang mengkhianati amanat yang diberikan negara dan masyarakat kepadanya.
Berkhianat terhadap amanat adalah perbuatan terlarang dan mendatangkan dosa,
sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al-Anfal ayat 27 :
ياايهاالذين
امنوا لأتخونواالله واارسول وتخونواامنتكم وانتم تعلمون
“Wahai
orang-orang yang beriman , janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan
(jga) janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang
kamu mengetahui”. (Al-Anfal/8:27)
Ayat tersebut di atas menerangkan bahwa
mengkhianati amanat seperti perbuatan KKN bagi para pejabat adalah dilarang.
Oleh sebab itu, hukumnya haram.
Sebagaimana
dengan hukum KKN tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah memfatwakan ,
sebagai berikut :
1. Memberikan
risywah dan menerimanya hukumnya adalah haram ;
2. Melakukan
korupsi hukumnya adalah haram ;
3. Memberikan
hadiah kepada pejabat ;
4. Jika pemberian
itu pernah dilakukan sebelum pejabat tersebut memegang jabatan , maka pemberian
seperti itu hukumnya adalah halal, demikian juga menerimanya.
5. Jika pemberian
hadiah itu tidak pernah dilakukan sebelum pejabat tersebut memegang jabatan,
maka dalam hal ini ada tiga kemungkinan :
a. Jika antara
pemberi hadiah dan pejabat tidak ada atau tidak akan ada urusan apa-apa, maka
memberikan dan menerima hadiah itu tidak haram.
b. Jika antara
pemberi hadiah dan pejabat terdapat urusan , maka bagi pejabat haram menerima
hadiah tersebut, sedangkan bagi pemberi, haram memberikannya apabila pemberian
dimaksud bertujuan untuk meluluskan sesuatu yang bathil.
c. Jika diantara
pemberi hadiah dan pejabat ada sesuatu urusan , baik sebelum maupun sesudah
pemberian hadiah dan pemberiannya itu tidak bertujuan untuk sesuatu yang
bathil, maka halal bagi pemberi memberikan hadiah itu, tetapi bagi
pejabat haram menerimanya.
Disamping mengeluarkan fatwa, MUI juga
mengimbau agar semua lapisan masyarakat berkewajiban untuk memberantas dan
tidak terlibat dalam praktik hal-hal tersebut.
2.2 Sanksi Terhadap Pelaku Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Pada hakikatnya, kolusi, nepotisme dan suap semuanya bermuara
pada korupsi, karena perbuatan-perbuatan yang terkait dengannya semuanya
berakibat korupsi. Hukuman bagi pelaku korupsi menurut hukum islam adalah ta’zir,
yaitu suatu hukuman yang dikenakan kepada pelaku tindak pidana yang diserahkan
kepada kebijaksanaan hakim untuk menentukan berat dan ringannya semua hukuman
atas pelaku tindak pidana yang belum ditentukan dalam Al-Quran dan Hadits.
Tindakan pidana korupsi belum ditentukan dalam Al-Quran dan Hadits. Oleh sebab
itu, hukuman bagi pelaku korupsi adalah ta’zir, yang mana sekarang ini
telah ada undang-undang yang dibuat oleh pemerintah penanggulangannya.
Berkenaan dengan tindak pidana korupsi
maka sanksi bagi pelakunya telah ditetapkan dalam undang-undang Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20
Tahun 2001:
(1)Setiap orang
yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana
mati dapat dijatuhkan. Rumusan korupsi pada Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999,
pertama kali termuat dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a UU No. 3 Tahun 1971.
Perbedaan rumusan terletak pada masuknya kata ”dapat” sebelum unsur ”merugikan
keuangan/perekonomian negara” pada UU No. 31 Tahun 1999. Sampai dengan saat
ini, pasal ini termasuk paling banyak digunakan untuk memidana koruptor. Untuk
menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus
memenuhi unsur-unsur:
1) Setiap orang
atau korporasi;
2) Melawan hukum;
3) Memperkaya diri
sendiri, orang lain atau suatu korporasi;
4) Dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara.
Dengan melihat rumusan pasal diatas,
tampaknya undang-undang tentang pemberantasan
tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat berani dan sensasional,
khususnya dengan adanya tuntutan hukuman mati bagi pelaku korupsi yang dilakukan
dalam keadaan tertentu, yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada
waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku .
Pada rumusan pasal-pasal Undang-undang
No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi ini terdapat tiga
macam hukuman ta’zir, yaitu sanksi pidana penjara, sanksi pidana denda,
dan sanksi pidana mati.
Abdul Aziz Amir dalam kitabnya,
At-Ta’zir fisy-Syariah Al-Islamiyah mengatakan bahwa hukuman ta’zir ada
sebelas macam, yaitu :
1) Hukuman mati
2) Hukuman cambuk
3) Hukuman penahanan
4) Hukuman
pengasingan
5) Hukuman ganti
rugi
6) Hukuman
publikasi dan pemanggilan paksa untuk hadir di majelis persidangan
7) Hukuman
berbentuk nasihat
8) Hukuman
pencelaan
9) Hukuman
pengucilan
10) Hukuman
pemecatan
11) Hukuman berupa
penyiaran.
2.3 Merosotnya
Akhlak Anak Bangsa
Masalah KKN sudah menimbulkan dampak yang sangat besar
kepada bangsa Indonesia, salah satunya adalah merosotnya moralitas anak bangsa.
Krisis akhlak terjadi karena longgarnya pegangan terhadap agama yang
menyebabkan hilangnya pengontrol diri dari dalam (self control). Selanjutnya
alat pengontrol perpindahan kepada hukum dan masyarakat. Namun karena hukum dan
masyarakat juga sudah lemah, maka hilanglah seluruh alat kontrol.Akibatnya
manusia dapat berbuat sesuka hati dalam melakukan pelanggaran tanpa ada yang
menegur.
Krisis akhlak terjadi karena pembinaan moral yang dilakukan
oleh orang tua, sekolah dan masyarakat sudah kurang efektif. Bahwa penanggung
jawab pelaksanaan pendidikan di negara kita adalah keluarga, masyarakat dan
pemerintah.Ketiga institusi pendidikan sudah terbawa oleh arus kehidupan yang
mengutamakan materi tanpa diimbangi dengan pembinaan mental spiritual. Krisis
akhlak terjadi karena derasnya arus budaya hidup materialistik, hedonistik dan
sekularistik. Derasnya arus budaya yang demikian didukung oleh para
penyandang modal yang semata-mata mengeruk keuntungan material dengan
memanfaatkan para remaja tanpa memperhatikan dampaknya bagi kerusakan akhlak
para generasi penerus bangsa.
Kemerosotan nilai-nilai moral yang tadinya hanya menerpa sebagian
kecil elite politik dan sebagian masyarakat yang lebih tepatnya pada orang
dewasa yang mempunyai kedudukan, jabatan, profesi dan kepentingan, kini telah
menjalar pada masyarakat kalangan pelajar. Banyaknya keluhan orang tua, guru,
pendidik dan orang-orang yang berkecimpung dalam bidang keagamaan serta
pengaduan masyarakat sosial umumnya, yang berkenaan dengan ulah sebagian
pelajar yang sukar dikendalikan, nakal, sering bolos sekolah, tawuran, merokok,
mabuk-mabukan dan lebih pilu lagi sudah memasuki dunia pornografi.
Di antara prioritas yang dianggap sangat penting dalam usaha
perbaikan (ishlah) ialah memberikan perhatian terhadap pembinaan individu
sebelum membangun masyarakat; atau memperbaiki diri sebelum memperbaiki sistem
dan institusi. Yang paling tepat ialah apabila kita mempergunakan istilah yang
dipakai oleh Al Qur'an yang berkaitan dengan perbaikan diri ini; yaitu:
"...Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri..." (QS. Ar-Ra'd:
11)
Inilah sebenarnya yang menjadi dasar bagi setiap usaha
perbaikan, perubahan, dan pembinaan sosial. Yaitu usaha yang dimulai dari
individu, yang menjadi fondasi bangunan secara menyeluruh. Karena kita tidak
bisa berharap untuk mendirikan sebuah bangunan yang selamat dan kokoh kalau
batu-batu fondasinya keropos dan rusak. Individu manusia merupakan batu pertama
dalam bangunan masyarakat. Oleh sebab itu, setiap usaha yang diupayakan untuk
membentuk manusia Muslim yang benar dan mendidiknya dengan pendidikan Islam
yang sempurna harus diberi prioritas atas usaha-usaha yang lain. Karena
sesungguhnya usaha pembentukan manusia Muslim yang sejati sangat diperlukan
bagi segala macam pembinaan dan perbaikan. Itulah pembinaan yang berkaitan
dengan diri manusia.
Pertama, pendidikan akhlak dapat dilakukan
dengan menetapkan pelaksanaan pendidikan agama, baik di rumah, sekolah maupun
masyarakat. Hal yang demikian diyakini, karena inti ajaran agama adalah akhlak
yang mulia yang bertumpu pada keimanan kepada Tuhan dan keadilan
sosial.Pengajaran agama hendaknya mendapat tempat yang teratur seksama, hingga
cukup mendapat perhatian yang semestinya dengan tidak mengurangi kemerdekaan
golongan-golongan yang hendak mengikuti kepercayaan yang dianutnya.
Madrasah-madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya
merupakan salah satu alat dan sumber pendidikan dalam rangka mencerdaskan
kehidupan beragama yang telah berurat dalam masyarakat umumnya, maka hendaklah
mendapat perhatian dan bantuan baik material ataupun dorongan spiritual dari
pemerintah. Kedua, dengan
mengintegrasikan antara pendidikan dan pengajaran. Hampir semua ahli pendidikan
sepakat, bahwa pengajaran hanya berisikan pengalihan pengetahuan (transfer of
knowladge), keterampilan dan pengalaman yang ditujukan untuk mencerdaskan akal
dan memberikan keterampilan.Sedangkan pendidikan tertuju kepada upaya membantu
kepribadian, sikap dan pola hidup yang berdasarkan nilai-nilai yang luhur.Pada
setiap pengajaran sesungguhnya terdapat pendidikan dan secara logika keduanya
telah terjadi integrasi yang penting.
Pendidikan yang merupakan satu cara yang mapan untuk
memperkenalkan pelajar (learners) melalui pembelajaran dan telah memperlihatkan
kemampuan yang meningkat untuk menerima dan mengimplementasikan
alternatif-alternatif baru untuk membimbing perkembangan manusia.Dengan
integrasi antara pendidikan dan pengajaran diharapkan memberikan kontribusi
bagi perubahan nilai-nilai akhlak yang sesuai dengan tujuan pendidikan dalam
menyongsong hari esok yang lebih cerah.
Ketiga, bahwa pendidikan akhlak bukan
hanya menjadi tanggung jawab guru agama saja, melainkan tanggung-jawab seluruh
guru bidang studi. Guru bidang studi lainnya juga harus ikut serta dalam
membina akhlak para siswa melalui nilai-nilai pendidikan yang terdapat pada
seluruh bidang studi. Melekatnya nilai-nilai ajaran agama pada setiap mata pelajaran
atau bidang studi umum lainnya yang bukan pelajaran agama mempunyai nilai yang
sangat penting dalam upaya mengembangkan nilai keagamaan pada anak didik.
Melalui mata pelajaran umum selain siswa dapat memperlajari
substansi, prinsip-prinsip dan konsep-konsep dari ilmu pengetahuan itu,
diharapkan juga ada dimensi nilai yang terkandung dalam pendidikan itu.Dalam
pembelajaran siswa mempunyai kewajiban agar mentaati peraturan tertulis, etika,
adab sopan santun dan normanorma umum lainnya.Selain itu siwa dapat belajar
untuk lebih mencintai lingkungan, baik di sekolah, keluarga atau masyarakat.
Melalui pendidikan bidang studi lainnya, siswa juga dapat lebih memahami betapa
agung dan perkasanya Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan alam semesta
ini dengan segala isinya yang berjalan dengan tertib, sesuai dengan hukum-hukum
Allah (sunnatullah) yang juga disebut hukum alam.
Siswa
akan menyadari bahwa apa yang terjadi di alam semesta ini pada dasarnya berasal
dari Yang Maha Mencipta. Inilah pendidikan mata pelajaran bidang studi umum
sebagai contoh yang menjadi wahana untuk pendidikan nilai-nilai agama.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Korupsi ialah perilaku yang buruk yang tidak legal dan
tidak wajar untuk memperkaya diri. Haram hukumnya melakukan korupsi, kolusin dan nepostisme,
tetapi khusus nepotisme haram hukumnya jika yang diserahi jabatan tidak
profesional, tidak memiliki kapabilitas dan tidak mempunyai moralitas yang
sesuai dengan ajaran Al-Quran dan Hadits.
Korupsi dinilai dari sudut manapun ia tetap suatu
pelangaran, Korupsi
mengakibatkan kurangnya pendapatan Negara dan kurangnya kepercayaan terhadap
pemerintah.
Agama Islam
mengakui adanya hak milik pribadi yang berhak mendapat perlindungan dan tidak
boleh diganggu gugat.
KKN diharamkan
karena bertentangan dengan ajaran Al-Quran, Hadits, dan tujuan syariat, selain
itu juga bertentangan dengan rasa kemanusiaan dan rasa keadilan, pula karena
merugikan orang lain, masyarakat dan negara.
DAFTAR PUSTAKA
Djamil, Fathurrahman, KKN Dalam Perspektif Hukum Islam dan Moral Islam, Jakarta,
Al-Hikmah dan DITBIN BAPERA Islam, 1999.
Fazlur Rahman, Al-Quran dan Ilmu Pengetahuan,
Jakarta, Rineka Cipta, 2000.--------------------, Dirasah fi Fiqh Maqashid
Asy-Syari’ah, Kairo : Darus Syuruq, 2006.
Fathurrahman
Djamil dkk, “Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN): Dalam Perspektif Hukum
dan Moral Islam”; dalam Menying-kap Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di
Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media, 1999, hlm. (103-115), 103
Sumartana.
„Etika dan Penanggulangan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Era Reformasi”,
Yogyakarta: Aditya Media, 1999, hlm. (97-102), 100.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar