KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah kami yang berjudul “Waterpront City Di Teluk Kuantan”Pada makalah ini
kami banyak mengambil dari berbagai sumber dan refrensi dan pengarahan dari
berbagai pihak .oleh sebab itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima
kasih sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Penyusunan menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat
jauh dari sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penyusun mengucapkan terima
kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak yang membaca…
Taluk Kuantan, Juli 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar............................................................................................................. i
Daftar
Isi...................................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN............................................................................................. 1
1.1
Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2
Rumusan Masalah............................................................................................ 2
1.3
Tujuan.............................................................................................................. 2
BAB
II PEMBAHASAN.............................................................................................. 3
2.1 Pengertian
Dan Sejarah Singkat Waterpront City................................................. 3
2.2 Waterpront City Di Teluk Kuantan.................................................................
5
2.3
Analisis Rencana Pengembangan.................................................................... 6
2.4
Alternatif Strategi Pengembangan................................................................. 9
BAB
III PENUTUP.................................................................................................... 13
3.1 Kesimpulan.................................................................................................... 13
3.2 Saran.............................................................................................................. 13
DAFTARPUSTAKA.................................................................................................. 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Waterfront City
adalah
konsep pengembangan daerah tepian air baik itu tepi pantai, sungai ataupun
danau. Pengertian “waterfront” dalam Bahasa Indonesia secara harafiah adalah
daerah tepi laut, bagian kota yang berbatasan dengan air, daerah pelabuhan
(Echols, 2003). Waterfront City/Development juga dapat diartikan suatu proses
dari hasil pembangunan yang memiliki kontak visual dan fisik dengan air dan
bagian dari upaya pengembangan wilayah perkotaan yang secara fisik alamnya
berada dekat dengan air dimana bentuk pengembangan pembangunan wajah kota yang
terjadi berorientasi ke arah perairan
Setiap kabupaten harus mampu mengoptimalkan potensi
sumberdaya untuk pembangunan ekonomi di daerahnya. Pembangunan ekonomi daerah
merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah bersama-sama
dengan masyarakat daerah, mengelola dan memanfaatkan sumberdaya yang ada secara
optimal untuk merangsang perkembangan ekonomi daerah dan kesejahteraan
masyarakat di daerah. Sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Teluk Kuantan adalah Sungai Kuantan.
Infrastruktur sungai pada saat ini yang telah ada dikawasan
pacu jalur yaitu, turap yang biasa disebut dengan tangga batu yang dimanfaatkan
untuk menyaksikan perlombaan pacu jalur dan sebagai tempat bersantai sambil
menikmati wisata kuliner di kawasan pacu jalur. Jembatan beton dan jembatan
gantung yang menghubungkan sisi kota dengan sisi seberang sudah ada dan dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai
sarana jalan dan lampu jembatan juga telah dilengkapi. Lampu jalan disepanjang
sungai juga sudah ada, walaupun ada beberapa buah bola lampu yang tidak
menyala. Sarana pendukung sungai yaitu taman kota dan hutan kota yang
menjadikan fisik sungai menjadi hidup, dengan adanya taman yang dekat dengan
sungai, masyarakat dapat menikmati
alam sebagai tempat rekreasi di kawasan pacu jalur.
Metode AHP digunakan untuk mendapatkan faktor dan variabel
prioritas dengan ranking/bobot tertinggi untuk masing –masing permasalahan yang
ada. Permasalahan tersebut yaitu dari aspek ekologi, aspek sosial budaya,
aspekekonomi, dan aspek kelembagaan Alternatif strategi Pengembangan
Kawasan Pacu Jalur sebagai waterfront cityTeluk Kuantan yang kedua
adalahPengembangan kawasan.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian dan sejarah singkat Waterpront City?
2.
Bagaimana konsep Waterpront City Di
Teluk Kuantan?
3.
Bagaimana analisis rencana pengembangan Waterpront City
Di Teluk Kuantan?
4. Bagaimana
alternatif strategi pengembangan Waterpront
City Di Teluk Kuantan?
1.3
Tujuan
1. Untuk
mengetahui sejarah singkat Waterpront City?
2.
Untuk mengetahui konsep Waterpront City
Di Teluk Kuantan?
3.
Untuk mengetahui analisis rencana pengembangan
Waterpront City Di Teluk Kuantan?
4. Untuk
mengetahui alternatif
strategi pengembangan Waterpront City Di Teluk Kuantan?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Dan Sejarah Singkat Waterpront City
Konsep ini berawal dari pemikiran seorang ‘urban visioner’
Amerika yaitu James Rouse di tahun 1970-an. Saat itu, kota-kota bandar di
Amerika mengalami proses pengkumuhan yang mengkhawatirkan. Kota Baltimore
merupakan salah satunya. Karena itu penerapan visi James Rouse yang didukung
oleh pemerintah setempat akhirnya mampu memulihkan kota dan memulihkan
Baltimore dari resesi ekonomi yang dihadapinya. Dari kota inilah konsep
pembangunan kota pantai/pesisir dilahirkan.
Waterfront City adalah konsep pengembangan daerah tepian air baik itu tepi pantai,
sungai ataupun danau. Pengertian “waterfront” dalam Bahasa Indonesia secara
harafiah adalah daerah tepi laut, bagian kota yang berbatasan dengan air,
daerah pelabuhan (Echols, 2003). Waterfront City/Development juga dapat
diartikan suatu proses dari hasil pembangunan yang memiliki kontak visual dan
fisik dengan air dan bagian dari upaya pengembangan wilayah perkotaan yang
secara fisik alamnya berada dekat dengan air dimana bentuk pengembangan pembangunan
wajah kota yang terjadi berorientasi ke arah perairan.
Menurut direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
dalam Pedoman Kota Pesisir (2006) mengemukakan bahwa Kota Pesisir atau
waterfront city merupakan suatu kawasan yang terletak berbatasan dengan air dan
menghadap ke laut, sungai, danau dan sejenisnya. Pada awalnya waterfront tumbuh
di wilayah yang memiliki tepian (laut, sungai, danau) yang potensial, antara
lain: terdapat sumber air yang sangat dibutuhkan untuk minum, terletak di
sekitar muara sungai yang memudahkan hubungan transportasi antara dunia luar
dan kawasan pedalaman, memiliki kondisi geografis yang terlindung dari hantaman
gelombang dan serangan musuh.
Prinsip perancangan waterfront city adalah dasar-dasar
penataan kota atau kawasan yang memasukan berbagai aspek pertimbangan dan
komponen penataan untuk mencapai suatu perancangan kota atau kawasan yang baik.
Kawasan tepi air merupakan lahan atau area yang terletak berbatasan dengan air
seperti kota yang menghadap ke laut, sungai, danau atau sejenisnya. Bila
dihubungkan dengan pembangunan kota, kawasan tepi air adalah area yang dibatasi
oleh air dari komunitasnya yang dalam pengembangannya mampu memasukkan nilai
manusia, yaitu kebutuhan akan ruang publik dan nilai alami. Aspek yang dipertimbangkan
adalah kondisi yang ingin dicapai dalam penataan kawasan. Komponen penataan
merupakan unsur yang diatur dalam prinsip perancangan sesuai dengan aspek yang
dipetimbangkan. Variabel penataan adalah elemen penataan kawasan yang merupakan
bagian dari tiap komponen dan variabel penataan kawasan dihasilkan dari kajian
(normatif) kebijakan atau aturan dalam penataan kawasan tepi air baik didalam
maupun luar negeri dan hasil pengamatan di kawasan studi (Sastrawati, 2003).
1.
Penerapan Waterfront City di Indonesia
Penerapan
waterfront City di Indonesia telah dimulai pada zaman penjajahan Kolonial
Belanda di tahun 1620. Pembangunan konsep waterfront di terapkan oleh para
penjajah yang menduduki Jakarta atau Batavia saat itu untuk membangun suatu
kota tiruan Belanda yang dijadikan sebagai tempat bertemunya lalu lintas
perdagangan. Penataan Sungai Ciliwung saat itu semata-mata hanya untuk
kelancaran lalu lintas semata. Pada zaman Indonesia merdeka, pembangunan yang
berbasis kepada paradigma kelautan sudah didengung-dengungkan sejak
terbentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan di Tahun 1999 yang lalu.
Pemicunya
adalah kesadaran atas besarnya potensi kelautan dan perikanan perairan
Indonesia yang secara laten terus menerus mengalami penjarahan oleh negara tetangga.
Selain itu mulai berkurangnya pemasukan negara dari sektor hasil hutan dan
tambang juga mejadi pemicu. Fakta menunjukkan, bahwa sekitar 60% dari populasi
dunia berdiam di kawasan selebar 60 km dari pantai dan diperkirakan akan
meningkat menjadi 75% pada tahun 2025, dan 85% pada 2050. Ditjen Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil sendiri menyebutkan bahwa sejumlah 166 kota di Indonesia
berada ditepi air (Waterfront).
Banyaknya
jumlah kota yang berada di daerah pesisir dapat menimbulkan beberapa
permasalahan pada kota itu, jika tidak di tata dengan baik. Permasalahan yang
dapat ditimbulkan yaitu pencemaran, kesemerawutan lingkungan, dan sampah.
Kekumuhan lingkungan tersebut juga dapat menimbulkan masalah kriminalitas
didaerah tersebut. Oleh karena itu, pembangunan kota pesisir di Indonesia harus
memecahkan permasalahan tersebut. Penerapan Waterfront City di berbagai kota di
Indonesia diharapkan mampu untuk memecahkan permasalahan yang timbul akibat
tidak tertatanya kota-kota pesisir yang ada.
2.2 Waterpront City Di Teluk Kuantan
Desentralisasi
dan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Pertimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Sejalan dengan pelaksanaan
otonomi daerah, pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam
menentukan kebijakan dan program pembangunan yang terbaik bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah masing-masing.
Setiap
kabupaten harus mampu mengoptimalkan potensi sumberdaya untuk pembangunan
ekonomi di daerahnya. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu kegiatan yang
dilaksanakan oleh pemerintah daerah bersama-sama dengan masyarakat daerah,
mengelola dan memanfaatkan sumberdaya yang ada secara optimal untuk merangsang
perkembangan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Sumberdaya
alam yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat Teluk Kuantan adalah Sungai Kuantan.
Sungai
adalah elemen yang penting bagi manusia. Sejak dahulu manusia mempunyai
hubungan yang erat dengan sungai karena sungai memiliki peranan yang besar
dalam kehidupan manusia. Begitu juga dengan Sungai Kuantan yang berada di Kota
Teluk Kuantan memiliki peranan yang penting dalam perkembangan sosial, budaya,
dan ekonomi Kota Teluk Kuantan. Kota Teluk Kuantan yang merupakan ibukota
kabupaten sekaligus sebagai pusat pemerintahan dengan konsep waterfont city.
Kota
menghadap ke Sungai Kuantan telah dibangun berbagai infrastruktur seperti Taman
Jalur yang merupakan taman tempat bermain dan bersantai bagi masyarakat. Hutan
Kota yang juga sebagai kawasan konservasi, jembatan yang menghubungkan kota ke
daerah seberang sungai. Di pinggir sungai juga dibangun turap penahan tebing,
yang berfungsi sebagai pengaman tebing supaya tidak longsor akibat erosi arus
sungai dan sekaligus sebagai tempat wisatawan lokal maupun domestik menyaksikan
pacu jalur yang diadakan pada bulan Agustus setiap tahun.
Berbagai
aktivitas yang telah ada di sepanjang sungai akan berakibat buruk dan tidak
mampu memberikan jaminan keberlanjutan ekologi, ekonomi, dan sosial. Untuk
mengatasi berbagai permasalahan tersebut perlu diketahui kondisi aktual Sungai
Kuantanterutama yang berada disekitar kawasan pacu jalurbaik potensi yang
dimiliki dan permasalahan yang tengah dihadapi dariaspek biofisik, legal,
infrastruktur, dan sosialmasyarakat. Melihat kenyataan tersebut, perlu adanya
penelitian tentang kajian pengembangan kawasan pacu jalur sebagai waterfront
city Teluk Kuantan.
2.3 Analisis
Rencana Pengembangan
Kualitas Air Sungai Kuantan, Analisis kualitas air Sungai
Kuantan yang dilakukan oleh Balai Lingkungan Hidup Promosi dan Investasi
(BLHPI) Kabupaten Kuantan Singingi periode September 2012 di Kecamatan Kuantan
Tengah dilakukan pada dua stasiun yaitu Stasiun Pulau Banjar dan Stasiun Pulau
Komang. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa air Sungai Kuantan masih tergolong
tercemar ringan, karena ada beberapa parameter tidak memenuhi kriteria mutu air
kelas I berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Berdasarkan hasil pengamatan dan
data dilapangan, kualitas Sungai Kuantan juga dipengaruhi oleh kondisi beberapa
anak sungai yang bermuara di Sungai Kuantan, antara lain Sungai Sinambek,
Sungai Petapahan, Sungai Teso, Sungai Kukok, Sungai Langsat, Sungai Amut.
Menurunnya kualitas Sungai Kuantan ini selain disebabkan oleh berbagai
aktivitas yang telah ada di sepanjang sungai dan pengaruh anak sungai yang
bermuaradi Sungai Kuantan, juga disebabkan imbas dari kondisi lingkungan di
hulu sunga. Permasalahan utama yang terjadi di hulu adalah deforestasi karena
kegiatan logging, land clearing dan konversi lahan menjadi areal budidaya,
terutama perkebunan sawit, serta penambangan tanpa izin (PETI).
Infrastruktur sungai pada saat ini
yang telah ada dikawasan pacu jalur yaitu, turap yang biasa disebut dengan
tangga batu yang dimanfaatkan untuk menyaksikan perlombaan pacu jalur dan
sebagai tempat bersantai sambil menikmati wisata kuliner di kawasan pacu jalur.
Jembatan beton dan jembatan gantung yang menghubungkan sisi kota dengan sisi
seberang sudah ada dan dapat
dimanfaatkan masyarakat sebagai sarana jalan dan lampu jembatan juga telah
dilengkapi. Lampu jalan disepanjang sungai juga sudah ada, walaupun ada
beberapa buah bola lampu yang tidak menyala. Sarana pendukung sungai yaitu
taman kota dan hutan kota yang menjadikan fisik sungai menjadi hidup, dengan
adanya taman yang dekat dengan sungai, masyarakat dapat menikmati alam sebagai
tempat rekreasi di kawasan pacu jalur.
Berdasarkan hasil pengamatan dan data dari aspek legal dan
biofisik maka pengembangan kawasan pacu jalur sebagai waterfront city dapat
dibagi dalam tiga zona pengembangan :
A. Zona Alami
Kawasan pacu jalur yang dalam pengembangan waterfront city
sebaiknya dibatasi untuk lahan budidaya yang dimaksudkan sebagai daerah
konservasi dengan mengadakan greenbelt sepanjang sempadan sungai. Greennbelt
direncanakan dengan ketebalan maksimum sesuai dengan kondisi sempadan sehingga
dapat melindungi, memperbaiki dan meningkatkan kualitas alami sungai. Dengan
perkembangan teknik lingkungan pada saat ini untuk dapat membuat kesan alami
batas garis sempadan sungai dengan menggunakan live stake bioengineering.
Live stakeadalah tipe kontruksi bioengineering konvensional yang hanya
menggunakan elemen tanaman dari jenis yang dapat memperbanyak diri melalui
batang. Berfungsi utama untuk mengontrol erosi permukaan dengan cara memfilter
tanah terhadap arus air dan aliran permukaan, memperkuat tegangan partikel
tanah, mengintersepsi air hujan, mempertahankan daya infiltrasi tanah, selain
itu juga berfungsi sebagai penyerap polutan air dan penyaring sedimentasi.
Pada umumnya tanaman yang digunakan adalah jenis rerumputan
karena dapat memperkecil dan memperlambat arus air sungai, mudah tumbuh dan
pemeliharaannya sangat mudah
B. Zona Semi Alami
Zona semi alami ini merupakan kawasan yang dalam
pengembangan waterfront city sebagai kawasan mixed-use yaitu Strategi
Pengembangan Kawasan Pacu Jalur Sebagai Waterfront City Teluk Kuantan ©2014
Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Riau pengembangan yang
mengkombinasikan areal alami sebagai daerah konservasi dengan pemanfaatan lahan
yang telah ada untuk kegiatan sehari –hari masyarakat.Konservasi tepi sungai
dapat diaplikasikan dengan menggunakan gabion wallatau live cribwall/ kombinasi
dinding krib dengan vegetasi yang merupakan tipe kontruksi bioengineeringyang
mengkombinasikan struktur perkerasan dan elemen vegetasi.
Teknik ini berfungsi sebagai pelindung tepi sungai berbentuk
lereng terhadap bahaya erosi, memperbaiki struktur tanah dan pengaturarah arus
pada badan sungai yang berkelok. Vegetasi pada zona semi alami ini adalah
vegetasi yang memiliki perakaran yang dapat menetralisir zat pencemar terutama
polusi udara, perakaran tidak dangkal dan tidak muncul ke permukaan tanah,
tidak menghasilkan buah yang besar dan menarik, sedikit menggugurkan daun,
memiliki percabangan yang kuat, ketinggian dan besar tajuk tidak mengganggu
sarana dan prasarana yang ada, dapat menjadi habitat burung dan menghasilkan
aroma, mereduksi kebisingan dan debu.
Dari hasil pengamatan pengembangan kawasan zona semi alami
ini dapat dilakukan di Kelurahan Pasar, Desa Koto Taluk dan Desa Seberang
Taluk. Pada kondisi saat ini, taman kota yang telah ada perlu ditata kembali
dan fasilitas umum untuk taman bermain anak dan Pujasera (pusat jajanan serba
ada) perlu dikembangkan lagi. Pujasera juga dapat dikembangkan di tepian Sungai
Kuantan, seperti warung terapung yang menyediakan makan, minum maupun
cendramata khas Kota Teluk Kuantan. Tempat penyebrangan yang sekarang jarang
digunakan, sebaiknya tetap dipertahankan untuk wisata air dengan menggunakan
perahu mesin atau yang dikenal dengan sebutan pompong.
Untuk pengembangan zona alami dengan cara live stake
bioengineering dapat dilakukan di Desa Pulau Aro, Desa Sawah, dan Desa Seberang
Taluk Hilir. Kondisi lokasi ini memungkinkan untuk kawasan budidaya dan masih
dapat dikembangkan menjadi kawasan ekowisata.
C. Zona Multi Pemanfaatan
Zona multi pemanfaatan yaitu kawasan yang dalam pengembangan
waterfront citytetap dibiarkan sebagaimana peruntukannya saat ini yaitu sebagai
kawasan perdagangan/bisnis, tranportasi, dan kegiatan perkotaan lainnya. Akan
tetapi pengembangan zona ini harus tetap memperhatikan keberlanjutan dan daya
dukung lingkungan sungai. Pada daerah ini perlu penanaman vegetasi pada lahan
–lahan kosong di antara bangunan dan aplikasi green building. Penataan bangunan
di sepanjang sungai dengan mengorientasikan bangunan ke arah sungai atau
sebagai halaman depan. Dari hasil pengamatan, semua lokasi di kawasan pacu
jalurdapat berpotensi sebagai zona multi pemanfaatan.
Pengembangan kawasan ini harus memperhatikan kondisi lokasi
dan daya dukung lingkungan di kawasan pacu jalur tersebut.
2.4 Alternatif
Strategi Pengembangan
Kawasan Pacu Jalur sebagai Waterfront CityTeluk KuantanIsu
pokok dalam analisa kebijakan adalah menetapkan alternatif kebijakan.
Dalammenentukan alternatif kebijakan, dengan menggunakan analisis AHP yaitu dengan
menganalisis hasil kuisioner dengan bantuan software expert chioce. Metode AHP
digunakan untuk mendapatkan faktor dan variabel prioritas dengan ranking/bobot
tertinggi untuk masing –masing permasalahan yang ada. Permasalahan tersebut
yaitu dari aspek ekologi, aspek sosial budaya, aspekekonomi, dan aspek
kelembagaan Alternatif
strategi Pengembangan Kawasan Pacu Jalur sebagai waterfront cityTeluk Kuantan
yang kedua adalahPengembangan kawasan.
Pengembangan kawasan tersebut adalah pengembangan kawasan pacu
jalur di Sungai Kuantan dengan pengelolaan yang berwawasan lingkungan dan
pembangunan kawasan secara berkelanjutan dengan menjaga ekosistem disekitar
kawasan yang akan dikembangkan. Berdasarkan wawancara dengan responden yang
ahli, pengembangan kawasan pacu jalur sebagai waterfront city Teluk Kuantan,
lokasi yang berpotensi untuk dikembangkan yaitu Desa Seberang Taluk. Desa
Seberang Taluk merupakan salah satu desa yang dimanfaatkan sebagai arena pacu
jalur. Sebagian besar kawasan pacu jalur ini berada di Desa Seberang Taluk.
Desa Seberang Taluk mempunyai potensi untuk mendukung pengembangan waterfront
city dengan berbagai sarana pendukung yang akan direncanakan oleh salah satu
informan yaitu Kepala Desa Seberang Taluk, seperti program Desa Seberang Taluk pada
saat ini adalah mengembangkan Tri Agro, yaitu pengembangan agribisnis,
agroindustri, dan agrowisata. Pengembangan kawasanTri Agro ini merupakan salah
satu alternative yang dapat mendukung pengembangan kawasan waterfront city
Teluk Kuantan.
1. Revitalisasi Sungai
Kegiatan yang biasanya dilakukan dalam revitalisasi sungai
antara lain : pengerasan dinding sungai, pembuatan tanggul dan pengerukan serta
penghilangan tumbuhan, lumpur, pasir, dan bantuan di kiri kanan sungai akan
dapat memberikan dampak negatif bagi ekologis sungai seperti hilangnya berbagai
kemampuan dan potensi daerah ekoton dalam mengontrol aliran energi dan nutrien
yang diperlukan bagi biota yang hidup di sungai. Hilangnya daerah ekoton
akhirnya berdampak pada manusia sendiri karena terjadi banjir di hilir, erosi
di dasar sungai yang menyebabkan longsor dan sedimentasi atau pendangkalan di
hilir karena tererosinya material sepanjang sungai, serta terputusnya daur
kehidupan pendukung ekosistem.
2. Peningkatan Koordinasi Antar
Stakeholders
Alternatif strategi pengembangan kawasan pacu jalur sebagai
waterfront cityTeluk Kuantan yang keempat adalah peningkatan koordinasi antar
stakeholders. Koordinasi berasal dari kata Bahasa Inggris coordination yang
berarti being co-ordinate, yaitu adanya koordinat yang bersamaan dari dua garis
dalam bidang datar, yang dapat diartikan bahwa dua garis yang berpotongan pada
koordinat tertentu. Koordinasi adalah bekerja bersama seerat-eratnya dibawah
seorang pemimpin. Koordinasi kegiatan vertikal di daerah adalah upaya yang
dilaksanakan oleh Kepala Wilayah guna mencapai keselarasan, keserasian dan
keterpaduan baik perencanaan maupun pelaksanaan tugas serta kegiatan semua
instansi vertikal, dan antara instansi vertikal dengan dinas daerah agar
tercapai hasil guna dan daya guna.
Peningkatan koordinasi antar stakeholdersperlu ditingkatkan
agar berbagai kepentingan dari masing-masing stakeholdersdapat diakomodasi
dalam pengembangan waterfront city. BAPPEDA Kabupaten Kuantan Singingi sangat
berperan dalam mengkoordinasikan rencana pengembangan waterfront citykepada
seluruh instansi yang terkait. Kerjasama dan koordinasi yang baik antara
BAPPEDA dengan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kuantan Singingi,
serta instansi yang terkait dengan pengembangan kawasan pacu jalur sebagai
waterfront citysangat diperlukan agar dalam rencana tata ruang wilayah
Kabupaten Kuantan Singingi pengembangan waterfront city dapat lebih terarah.
3. Penegakan Hukum
Alternatif strategi penegmbangan kawasan pacu jalur sebagai
waterfront cityTeluk Kuantan yang kelima adalah Penegakan Hukum beserta
regulasinya. Definisi penegakan hukum secara luas`menurut Hamzah (1997),
meliputi kegiatan preventif yang meliputi negosiasi, sipervisi, penerangan dan
nasehat, dan represif yang meliputi mulai dari kegiatan penyelidikan,
penyidikan, sampai penerapan sanksi baik administratif maupun hukum pidana.
Penegakan hukum lingkungan merupakan mata rantai terakhir dalam siklus
pengaturan (regulatory chain) perencanaan kebijakan lingkungan. Urutan siklus pengaturan perencanaan kebijakan
yakni :
1) perundang-undangan (legislation);
2) penentuan standar (standard
setting);
3) pemberi izin (lizensing);
4) penerapan (implementation); dan
penegakan hukum (law enforcement).
Lemahnya penegakan hukum yang berhubungan dengan Sungai
Kuantan ini dapat dilihat dari masih ada pelanggaran pemanfaatan sempadan
sungai, serta lemahnya instansi daerah dalam hal ini Badan Lingkungan Hidup untuk menindaklanjuti masyarakat atau
kelompok yang mlakukan aktivitas penambangan galian C dipinggir Sungai Kuantan
dan aktivitas PETI dari hulu sungai dan beberapa anak sungai, serta sampah yang masih dibuang ke sungai
maupun di kumpulkan di tebing sungai.
Penegakan hukum sangat diperlukan dalam pengembangan
waterfront city. Penegakan hukum ini diberlakukan terhadap kegiatan –kegiatan
pemanfaatan Sungai Kuantan baik dari hulu hingga hilir, sempadan sungai maupun
badan sungai, untuk menciptakan kawasan pacu jalur yang bersih dan keberadaan
sungai tetap terjaga.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari aspek
biofisik maka pengembangan kawasan pacu jalur sebagai waterfront city di Teluk
Kuantan dibagi menjadi tiga zona, yaitu: zona alami, zona semi alami, dan zona
multi pemanfaatan.3.Dari aspek sosial prefrensi masyarakat terhadap m Sungai
Kuantan yang paling prioritas adalah sungai kembali bersih, sungai sebagai
tempat wisata, dan fisik sungai kembali membaik. 4. Alternatif strategi dalam
pengembangan kawasan pacu jalur sebagai waterfront city adalah a) Pemberdayaan
masyarakat;b)Pengembangan kawasan; c) Revitalisasi sungai; d) Peningkatan
koordinasi antar stakeholders; e) Penegakan hukum; serta f) Sosialisasi
kebijakan.Alternatif strategi pengembangan yang merupakan prioritas utama
adalah pemberdayaan masyarakat, namun demikian berhubung bobot nilai antar
alternatif strategi tidak berbeda jauh mengindikasikan bahwa semua alternatif
strategi tersebut penting dan saling terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Budiharsono., S. 2005. Teknik
Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir Dan Lautan. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Riduan.,
2002. Skala Pengukuran Variabel –Variabel Peneltian. Alfabeta.
Bandung.Rustiadi.E., 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta:
Crespent
Press dan Yayasan Obor Indonesia.Saaty, L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi
Para Pemimpin. Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi
yang Kompleks. Jakarta:
Pustaka
Binaman Pressindo.Setiawati, H., 2011. Analisis Faktor yang Mempengaruhi
Keberhasilan PUSTELING Menggunakan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA). Tesis.
IPB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar