Senin, 05 Desember 2016

MAKALAH KEBIJAKAN PEMERINTAH DIBIDANG PERKELAPASAWITAN



KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Kebijakan Pemerintah Di Bidang Perkelapasawitan “. Pada makalah ini Penulis banyak mengambil dari berbagai sumber dan refrensi dan pengarahan dari berbagai pihak .oleh sebab itu, dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna, untuk itu Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan laporan ini.
Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak yang membaca…
           





                                                            





         Taluk Kuantan,      Januari 2015


           Penulis

DAFTAR ISI


Kata Pengantar............................................................................................................. i
Daftar Isi...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang......................................................................................... ........ 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 3
1.3 Tujuan............................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................. 4
2.1 Pengertian ISPO................................................................................................ 4
2.2 Kebijakan Di Bidang Perkelapasawitan........................................................... 5
2.2 Penilaian Usaha Perkebunan............................................................................. 8
2.2 Penerapan ISPO Bagi Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit.......................... 10
BAB III PENUTUP...................................................................................................... 13
3.1  Kesimpulan...................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 14















BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan komoditi ekspor andalan dari sub sektor perkebunan yang telah berkontribusi secara signifikan terhadap penerimaan devisa negara khususnya dari sektor non migas. Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi negara produsen sawit terbesar di dunia dengan produksi mencapai 16,4 Juta Ton, dimana 12,1 Juta Ton diekspor dalam bentuk CPO. Pada tahun 2010 total luas areal kelapa sawit telah mencapai 8,1 Juta Ha dengan produksi CPO mencapai 19,7 Juta Ton dan ekspor sebesar 16,3 Juta Ton dengan nilai ekspor setara USD13,4 Juta.
Negara tujuan utama ekspor CPO masih diduduki oleh India, yaitu 5,3 Juta Ton (32,5%) diikuti China 2,2 Juta Ton (13,3%) dan sisanya adalah Belanda, Italia, Bangladesh dan negara-negara lainnya. Kontribusi minyak sawit Indonesia dalam memasok minyak sayur ke pasar dunia cukup besar, yaitu 15,1% sedangkan pangsa produksi minyak sawit Indonesia terhadap produksi minyak dunia sekitar 47,5%. Diperkirakan produksi minyak sawit Indonesia akan terus meningkat sampai dengan tahun 2020, hingga mencapai sekitar 40 Juta Ton.
Kampanye Negatif terhadap sawit (isu deforestasi, degradasi hutan, rusaknya hábitat dan terbunuhnya satwa liar yang dilindungi, meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca (GRK), dan seterusnya ) dalam beberapa tahun terkahir sangat marak, tidak hayanya dilakukan oleh LSM, tetapi juga ditingkat Negara dengan menerapkan hambatan nontarif terhadap minyak sawit. Hal ini terjadi karena adanya kehawatiran minyak nabati yang diproduksi oleh Negara tersebut kalah bersaing dengan minyak sawit.
Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (Environmental Protection Agency/EPA) awal tahun ini menerapkan Notice of Data Availability (NODA). Dalam Ketentuan tersebut EPA menerapkan standar emisi CPO untuk Biodisel sebesar 20%. Sedangkan emisi CPO Indonesia dinilai baru 17 % sehingga belum memenuhi standar emisi negara tersebut. Pemerintah AS memberikan kesempatan kepada Indonesia sebagai eksportir CPO terbesar dunia untuk memberikan penjelasan (notifikasi) hingga 28 Maret 2012. Selain AS, Uni Eropa sudah lebih dulu menerapkan standar emisi untuk CPO sebesar 35 %, sedangkan CPO Indonesia dinilai baru mencapai 19%.
Saat ini konsumen terbesar CPO Indonesia adalah India, disusul Tiongkok dan Uni Eropa, dengan menyerap 60 % ekspor sawit Indonesai. Ekspor minyak sawit ke Amerika Serikat relative kecil, akan tetapi karena AS Negara yang berpengaruh besar terhadap perdagangan dunia, sehingga perlu diwaspadai dampak penerapan non tariff barrier tersebut.
Agar bisa meningkatkan pasar ditengah kampanye negative, kita harus melakukan langkah-langkah strategis dalam menjawab tantangan tersebut. Untuk mengantisipasi hal tersebut Kementerian Pertanian telah menetapkan satu kebijakan baru di bidang perkelapasawitan dengan menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 19/Permentan/OT.140/3/2011 tanggal 29 Maret 2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil / ISPO). Peraturan Menteri tersebut bersifat mandatory (wajib) dan mengatur persyaratan ISPO yang harus diterapkan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit, sedangkan ISPO untuk pekebunan kelapa sawit rakyat (Plasma dan Swadaya) akan diatur kemudian.
Perusahaan perkebunan kelapa sawit yang dapat mengajukan permohonan sertifikat ISPO harus memenuhi para syarat, yaitu sudah mendapat Kelas I, Kelas II, dan Kelas III berdasarkan hasil Penilaian Usaha Perkebunan sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 7/Permentan/OT.140/2/2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan. Pada tahun ini juga Kementerian Pertanian akan melaksanakan penilain kelas kebun untuk persyaratan sertifikasi ISPO
Perusahaan perkebunan kelapa sawit dalam waktu paling lambat sampai dengan tanggal 31 Desember 2014 harus sudah melaksanakan usahanya sesuai dengan ketentuan peraturan ini yang dibuktikan dengan diperolehnya Sertifikat ISPO.
Sertifikasi ISPO dimulai pada awal Maret 2012. Untuk itu berbagai persiapan telah dilakukan, seperti Penyusunan Petunjuk Penerapan Prinsip dan Kriteria ISPO, Pelatihan Auditor ISPO, Pembentukan Keanggotaan Komisi ISPO, Pembentukan Sekretariat Komisi ISPO, Sosialisasi ISPO di 12 Provinsi, dan yang sedang dalam proses, yaitu Penunjukkan Lembaga Sertifikasi, serta Pertemuan Sosialisasi ISPO yang saat ini sedang kita selenggarakan. Sosialisasi ISPO juga akan dilaksanakan di 19 provinsi sentra perkebunan kelapa sawit.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian ISPO ?
2.      Apa kebijakan di bidang perkelapasawitan ?
3.      Bagaimana penilaian usaha perkebunan ?
4.      Seperti apa penerapan ISPO bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit?

1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa pengertian ISPO.
2.      Untuk mengetahui apa kebijakan di bidang perkelapasawitan.
3.      Untuk mengetahui bagaimana penilaian usaha perkebunan .
4.      Untuk mengetahui seperti apa penerapan ISPO bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit.











BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian ISPO
Indonesian Sustainable Palm Oil intinya menerapkan seluruh paket ketentuan terkait yang berlaku di Indonesia , untuk dipatuhi penerapannya dalam pengembangan kelapa sawit. Oleh sebab itu kepatuhan penerapannya bersifat mandatory, artinya wajib, sehingga akan dilakukan penindakan bagi yang melanggar. Sedangkan penerapan Rountable Sustainable Palm Oil (RSPO) atau lainnya bersifat voluntary, artinya tidak mengikat.
Penerapan ISPO ini cukup strategis, dalam arti memberikan kejelasan dan ketegasan Prinsip dan Kriteria yang harus dianut pada pelaksanaan pengembangan kelapa sawit di Indonesia, sekaligus menjadi landasan untuk penegakan hukum bagi yang tidak mentaatinya.
Sebagai sebuah negara salah satu penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia, sudah sepatutnya Indonesia memiliki peraturan perundangan undangan dan kebijakan mengenai kelapa sawit. Tentu saja kebijakan yang harus ada adalah kebijakan yang hanya fokus pada satu sector perkebunan saja, seperti contohnya hanya berpusat pada sector kelapa sawit saja. Didasari pada tuntutan yang harus membuat pihak pemerintahan dan stakeholder kelapa sawit untuk lebih peduli dan memprioritaskan perkebunan kelapa sawit untuk diterbitkan suatu bentuk prinsip dan kriteria maupun kebijakan kelapa sawit secara lestari atau secara ramah lingkungan.
Untuk memenuhi tuntutan pembangunan berkelanjutan, Kementrian Pertanian menyiapkan Sistem Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Berkelanjutan. Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) merupakan “guidance” pembangunan kelapa sawit berkelanjutan Indonesia yang didasarkan pada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia.
Sehingga ketentuan ini bersifat mandatory atau kewajiban yang harus dilaksanakan bagi pelaku usaha perkebunan di Indonesia. Dengan demikian, ISPO adalah bukti kepatuhan pelaku usaha perkebunan untuk melakukan usaha sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku di Indonesia. Disamping itu juga sebagai komitmen pelaku usaha perkebunan untuk menerapkan pembangunan kelapa sawit berkelanjutan.
Dengan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan level produk hasil olahan kelapa sawit Indonesia, juga tuntutan global untuk menggunakan sertifikasi pada perkebunan kelapa sawit, atas dasar-dasar itulah pemerintah duduk dan membahas mengenai pembentukan sebuah sertifikasi terbaik untuk kelapa sawit Indonesia. ISPO adalah sebuah kebijakan baru bentukan dari pemerintahan Indonesia dalam menghadapi tuntutan global pada produk produk kelapa sawit tersebut. Disusun dalam sebuah pertemuan Road Map Pembangunan Kelapa Sawit dan Road Map Industri Pengolahan Minyak Sawit.
Pemerintah berharap dengan hadirnya ISPO ini sebagai sebuah bentuk baru perundang undangan mengenai kelapa sawit, diharapakan setiap pengusaha maupun stakeholder dalam sektor tersebut menyambut baik dengan hadirnya ISPO tersebut. Pemerintah Indonesia sendiri juga menegaskan bahwa kebijakan internasional seperti halnya RSPO, tetap diijinkan untuk terus dilaksanakan tetapi hanya bersifat tidak wajib atau mandatory . Untuk itulah, para pengusaha dan pemilik perkebunan kelapa sawit Indonesia di wajibkan untuk memiliki dan mengantongi sertifikasi dari ISPO ini, maksimal sebelum tahun 2014 berakhir.

2.2  Kebijakan di Bidang Perkelapasawitan
Kebijakan – kebijakan yang di ambil pemerintah dalam bidang perkelapa sawitan sebagai mana yang di jelaskan oleh Direktur Jenderal Perkebunan selaku Ketua Komisi ISPO dalam sebuah pertemuan sosialisasai pembangunan kelapa sawit yang berkelanjutan di Indonesia. Adapun kebijakan itu adalah :
1.     Kebijakan umum pengembangan perkebunan kelapa sawit di dinonesia adalah :
·       Miningkatkan Produksi, Produktivitas dan Mutu
·       Meletakkan Usaha Perkebunan Rakyat Sebagai Prioritas
·       Meningkatkan Nilai Tambah & Efisiensi Agribisnis Kelapa Sawit
·       Penerapan Pembangunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Menurut Sistem Indonesia
2.     Sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit Nasional Pemerintah mempunyai visi pembangunan perkebunan kelapa sawit 35:26 pada tahun 2025, artinya produktivitas ditingkatkan menjadi 35 Ton TBS/Ha/Tahun dan rendemen CPO 26%.
3.     Upaya Kementerian Pertanian dalam mendukung peningkatan produktivitas kelapa sawit adalah sebagai berikut :
·       Program revitalisasi perkebunan;
·       Mendorong untuk dilakukan peremajaan kebun-kebun yang sudah berumur 25 tahun dan tidak produktif, khususnya untuk perkebunan rakyat, dengan menggunakan benih unggul bermutu, yang potensi produksinya lebih tinggi dan umur panen yang lebih pendek dari tanaman yang diremajakan;
·       Merintis fasilitasi penggantian benih tidak bersertifikat dengan benih unggul bermutu bersertifikat;
·       Memberikan kemudahan akses ke sumber benih, antara lain mendorong tumbuhnya waralaba benih kelapa sawit;
·       Mempermudah akses ke sumber pupuk;
·       Introduksi model-model peremajaan perkebunan rakyat kelapa sawit, yang diharapkan dapat menekan biaya peremajaan dan ada sumber pendapatan selama menunggu tanaman belum menghasilkan;
·       Menyediakan benih unggul bermutu bersertifikat untuk wilayah-wilayah khusus, yaitu wilayah pasca bencana, wilayah pasca konflik, perbatasan, wilayah miskin dan tertinggal.
·       Merintis fasilitasi peningkatan infrastruktur, khususnya jalan kebun;
·       Melakukan pemberdayaan petani melalui pelatihan, bimbingan, dan pendampingan
4.     Isue Negatif Pengembangan Kelapa Sawit :
·       Minyak kelapa sawit sebagai minyak yang tidak sehat ?
·       Penyebab rusaknya lingkungan ?
·       Penyebab rusaknya hutan dan terjadinya deforestrasi ?
·       Menyerap air sangat tinggi :
·       penyebab kekeringan vs banjir ?
·       Terpinggirkannya indegeneous people ?
·       Menurunnya/matinya satwa yang dilindungi ?
·       Menyebabkan pemanasan global dan terjadinya perubahan iklim ?
·       CO2 Emission ?
·       Menyusul tudingan berikutnya secara sistematis ?
5.     Permasalahan dan Tantangan
·       Tuduhan : Deforestasi, degradasi hutan, merusak habitat dan membunuh satwa liar yang dilindungi, dan seterusnya.
·       Meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
·       Indonesia dituduh sebagi penyumbang GRK terbesar ke tiga.
·       Komitmen Unilateral dari Indonesia untuk mengurangi emisi GRK 26% pada tahun 2020 (Copenhagen, Desember 2009).
·       Moratorium : Hutan primer dan Lahan gambut
·       Penerapan Standar Sertifikasi ISPO.
6.     Untuk menjawab permasalah dan tantangan terebut maka pemerintah mengeluarkan kebijakan sebagai berikut :
·       Memberlakukan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 Tanggal 28 Februari 2007 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan
·       Memberlakukan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/Permentan/OT.140/3/2011 tanggal 29 Maret 2011 tentang Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO).
·       Kebun kelapa sawit yang sudah mendapat Kelas I, Kelas II, dan Kelas III dapat langsung mengajukan permohonan Sertifikasi ISPO.
·       Kebun kelapa sawit Kelas I, Kelas II, dan Kelas III harus menerapkan ISPO paling lambat 31 Desember 2014.
·       Penerapan ISPO bersifat mandatory (harus/wajib) karena ISPO berisi tentang semua ketentuan terkait yang berlaku di Indonesia

2.3  Penilaian Usaha Perkebunan
Dasar pelaksanan penilaian usaha perkebunan adalah Permentan Nomor 07 Tahun 2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan. Tujuan penilaian kebun adalah untuk mengetahui kinerja perusahaan perkebunan, kepatuhan terhadap peraturan dan ketentuan yang berlaku, memenuhi baku teknis, dan kewajiban perusahaan dalam penyusunan program serta kebijakan perusahaan., dan salah satu syarat mendapatkan sertifikat ISPO. Hanya perusahaan yang mendapatkan sertifikat Penilaian Usaha Perkebunan dengan kategori kebun kelas I, kelas II dan kelas III yang dapat mengusulkan untuk dapat sertifikat ISPO. Aspek penilaian kebun yang dalam tahap pembangunan dan operasional adalah sebagai berikut :
-        aspek legalitas
-        manajemen
-        penyelesaian hak atas tanah
-        realisasi pembangunan kebun/unit pengolahan
-        kepemilikan sarana dan prasarana system pencegahan dan pengendalian kebakaran
-        kepemilikan sarana dan prasarana system pencegahan dan pengendalian organisma pengganggu tanaman
-        Aspek operasional Kebun
-        Pengolahan hasil
-        penerapan AMDAL/UKL dan UPL
-        Penumbuhan dan pemberdayaan masyarakat/koperasi setempat
-        Pelaporan
Penetapan hasil penilaian usaha perkebunan :
·       Hasil penilaian Tim (Kab/Kota) disertai saran dan pertimbangan disampaikan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan DirjenBun paling lambat dua minggu setelah selesai penilaian.
·       Hasil penilaian Tim (Provinsi) disertai saran dan pertimbangan disampaikan kepada Gubernur dengan tembusan kepada Bupati/Walikota dan Dirjen Perkebunan paling lambat dua minggu setalah penilaian.
·       Hasil penilaian Tim (Pusat) disertai saran dan pertimbangan disampaikan kepada Dirjen Perkebunan dengan tembusan kepada Bupati/Walikota dan Gubernur paling lambat dua minggu setalah penilaian.
·       Hasil penilaian perkebunan :
-   Tahap pembangunan ditetapkan dalam kelas A, B, C, D dan E.
-   Tahap operasional ditetapkan dalam kelas I, II, III, IV dan V.
·       Penetapan kelas dilakukan oleh Bupati/Walikota, Gubernur atau Dirjen Perkebunan berdasarkan hasil Tim Penilai paling lambat dua bulan setelah diterimanya hasil penilaian.
·       Apabila dalam waktu dua bulan penetapan kelas kebun belum dilakukan, usaha perkebunan dianggap kelas A dan/atau kelas I.
·       Penetapan kelas usaha dan saran tindak lanjut oleh Bupati/Walikota, Gubernur atau Dirjen Perkebunan disampaikan kepada perusahaan dengan ditembuskan kepada Bupati/Walikota, Gubernur atau Dirjen Perkebunan.
·       Saran tindak lanjut untuk kelas D dan E (tahap pembangunan) dan/atau kelas IV dan V (tahap opersional) wajib segera dilaksanakan oleh perusahaan perkebunan.
·       Apabila saran tindak lanjut kelas D dan E atau IV dan V tidak dilaksanakan maka :
-  Kelas D diberi peringatan tiga kali dengan selang waktu empat bulan.
-  Kelas E diberi peringatan satu kali dengan selang waktu empat bulan.
-  Kelas IV diberi peringatan tiga kali dengan selang waktu empat bulan.
-  Kelas V diber peringatan satu kali dengan selang waktu empat bulan.
Sesuai dengan Permentan No. 07/2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan, setiap 3 tahun sekali kebun dinilai untuk mendapatkan kelas kebun (aspek legalitas, manajemen, kebun, pengolahan hasil, sosial, ekonomi wilayah, lingkungan, serta pelaporan). Hasil penilaian tersebut berupa penentuan kelas kebun, yaitu kebun kelas I (baik sekali), kelas II (baik), kelas III (sedang), kelas IV (kurang) dan kelas V (kurang sekali). Untuk kebun kelas I, II, dan III dapat mengajukan permohonan untuk dilakukan audit agar dapat diterbitkan sertifikat ISPO.  Yang perlu disiapkan oleh perusahaan perkebunan terkait penilaian usaha perkebunan adalah :

·       Menyiapkan data dan informasi secara detail;
·       Menunjuk petugas yang berkompeten yang akan memberikan penjelasan kepada petugas penilai;
·       Melakukan koordinasi dengan petugas dinas yang membidangi perkebunan kabupaten/kota/provinsi

2.4  Penerapan ISPO Bagi Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit
Dengan adanya pengaturan ISPO, diharapkan agar seluruh pelaku usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia mampu meningkatkan kepedulian atas pentingnya memproduksi kelapa sawit berkelanjutan yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan daya saing minyak kelapa sawit Indonesia di pasar dunia. Sebelum Pemerintah Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai ISPO, pasar Internasional telah lebih dahulu menilik mengenai ketentuan memproduksi kelapa sawit berkelanjutan yang diramu dalam bentuk RSPO.18 Perbedaan RSPO dan ISPO ini terletak pada sifat pengaturannya, untuk ISPO bersifat mandatory (kewajiban) sedangkan RSPO bersifat voluntary (sukarela).
Sifat mandatory ISPO diamanatkan oleh Peraturan Menteri Pertanian No. 19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO). Hal ini dapat dilihat pada Pasal 3, yang menyatakan bahwa : “Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit dalam waktu paling lambat sampai dengan tanggal 31 Desember 2014 harus sudah melaksanakan usaha sesuai dengan ketentuan Peraturan ini”. Sanksi apabila Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit tidak melakukan implementasi ISPO adalah akan dikenakannya sanksi penurunan kelas kebun menjadi Kelas IV.
Mengingat bahwa kelapa sawit merupakan salah satu andalan komoditi pertanian di Indonesia yang memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional, maka Pemerintah Indonesia menciptakan sendiri regulasi nasional pengembangan kelapa sawit berkelanjutan yaitu Peraturan Menteri Pertanian No. 19/Permentan/OT/140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO) dengan menerapkan prinsip-prinsip pembangunan perkebunan berkelanjutan (sustainable) yang disesuaikan dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apabila perusahaan perkebunan kelapa sawit mengalami penurunan kelas kebun menjadi Kelas IV, maka akan diberikan peringatan sebanyak 3 (tiga) kali dengan selang waktu 4 (empat) bulan sebelum Izin Usaha Perkebunan (IUP) dicabut.20 Peringatan itu adalah untuk memperbaiki seluruh aspek yang disebutkan di atas. Selain itu juga, perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut tidak dapat mengekspor CPO-nya ke luar negeri.
Dalam pelaksanaannya ISPO berlandaskan pada Pasal 3 ayat (4) UUD 1945 Amandemen ke-4, yang menyatakan bahwa : “Perekonomian nasional diselenggarakan atas demokrasi ekonomi, dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi nasional”. Prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan maksudnya adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Dengan adanya ketetapan ISPO, bertujuan untuk meningkatkan kepedulian akan pentingnya memproduksi kelapa sawit berkelanjutan serta meningkatkan daya saing minyak kelapa sawit Indonesia di pasar dunia. Karena ISPO didasarkan kepada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, maka ketentuan ini merupakan mandatory (kewajiban) yang harus dilaksanakan bagi pelaku usaha perkebunan di Indonesia. Perusahaan perkebunan sawit yang dapat mengajukan permohonan sertifikasi ISPO harus memenuhi beberapa persyaratan. Misalnya, sudah mendapat penilaian sebagai kebun kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Penilaian ini sesuai dengan Permentan No. 7 Tahun 2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan.
Indonesian Sustainable Palm Oil berbeda dengan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), ISPO disusun berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia dan berbagai terkait. Misalnya Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Badan Pertanahan Nasional. Karena itu seluruh ketentuan di dalam ISPO harus ditaati karena masing- masing ketentuan tersebut ada sanksinya”. Tujuan dari sertifikasi ISPO ini menurut Kementerian Pertanian adalah untuk mendorong usaha perkebunan kelapa sawit memenuhi kewajibannya sesuai peraturan perundang-undangan, melindungi, mempromosikan usaha perkebunan kelapa sawit berkelanjutan sesuai dengan tuntutan pasar.
Sertifkasi ISPO ini mendorong pertumbuhan investasi dan pengembangan Perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia untuk mengimplementasikan pengembangan usaha dan manajemennya ke arah sistem yang berkelanjutan dan berkesinambungan dalam jangka panjang




BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Indonesian Sustainable Palm Oil intinya menerapkan seluruh paket ketentuan terkait yang berlaku di Indonesia , untuk dipatuhi penerapannya dalam pengembangan kelapa sawit. Oleh sebab itu kepatuhan penerapannya bersifat mandatory, artinya wajib, sehingga akan dilakukan penindakan bagi yang melanggar. Sesuai dengan Permentan No. 07/2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan, setiap 3 tahun sekali kebun dinilai untuk mendapatkan kelas kebun (aspek legalitas, manajemen, kebun, pengolahan hasil, sosial, ekonomi wilayah, lingkungan, serta pelaporan).
Hasil penilaian tersebut berupa penentuan kelas kebun, yaitu kebun kelas I (baik sekali), kelas II (baik), kelas III (sedang), kelas IV (kurang) dan kelas V (kurang sekali). Dalam pelaksanaannya ISPO berlandaskan pada Pasal 3 ayat (4) UUD 1945 Amandemen ke-4, yang menyatakan bahwa : “Perekonomian nasional diselenggarakan atas demokrasi ekonomi, dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi nasional”.











DAFTAR PUSTAKA

Andiko dan Norman Jiwab, Panduan Dasar Bagi Aktifis dan Masyarakat : Memahami dan Memantau Pelaksanaan Peraturan dan Hukum oleh Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia, Bogor : Sawit Watch, Januari 2012.
Asshiddiqie, Jimly., dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta : Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006.
Kementerian Pertanian, “Bayu Khrisnamurthi : ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil)”, disampaikan dalam Acara Publik ISPO di Jakarta, 04 Januari 2011.
Tim ISPO Kementerian Pertanian, “Draft Ketentuan Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Berkelanjutan (Indonesian Sustainable Palm Oil - ISPO)”, Kementerian Pertanian, Direktorat Budidaya Tanaman Tahunan dan Komisi Minyak Sawit Indonesia, draft tanggal 24 Juni 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar