KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah kami yang berjudul “PERBANDINGAN KONSTITUSI”Pada makalah ini kami
banyak mengambil dari berbagai sumber dan refrensi dan pengarahan dari berbagai
pihak .oleh sebab itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih
sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Penyusunan menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat
jauh dari sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna kesempurnaan laporan ini.
Akhir kata penyusun mengucapkan terima
kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak yang membaca…
Taluk Kuantan, Juli 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar............................................................................................................. i
Daftar
Isi...................................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN............................................................................................. 1
1.1
Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2
Perumusan Masalah......................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN..................................................................................... ........ 3
2.1
Perbandingan
Berdasarkan Prinsip-Prinsip Umum Perubahan
Konstitusi......................................................................................................... 3
2.2 Perbandingan
Berdasarkan Bentuk Pemerintahan.......................................... 4
2.3 Perbandingan
Berdasarkan Bentuk Negara..................................................... 5
2.4 Perbandingan
Berdasarkan Model Sistem Pemerintahan...................... ........ 8
BAB
III PENUTUP...................................................................................................... 11
3.1 Kesimpulan...................................................................................................... 11
3.2 Saran................................................................................................................. 11
DAFTARPUSTAKA.................................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konstitusi merupakan sesuatu yang sangat penting bagi setiap bangsa dan
negara, baik yang sudah lama merdeka maupun yang baru saja memperoleh
kemerdekaannya. Melalui konstitusi kita dapat melihat sistem ketatanegaraan
suatu negara. Konstitusi merupakan hukum yang dianggap paling tinggi
tingkatannya di setiap negara. Istilah konstitusi pada mulanya berasal dari
perkataan latin, constitutio yang berkaitan dengan kata jus atau ius
yang berarti “hukum atau prinsip”. Di zaman modern, bahasa yang biasa dijadikan
sumber rujukan mengenai istilah konstitusi adalah Inggris, Jerman, Perancis,
Italia dan Belanda. Untuk pengertian constitution dalam bahasa Inggris,
bahasa Belanda membedakan antara constitutie dan grondwet,
sedangkan bahasa Jerman membedakan antara verfassung dan grundgesetz
seperti antara grondrecht dan grondwet dalam bahasa Belanda.
Konstitusi dengan istilah lain constitution atau verfasung
dibedakan dari undang-undang dasar atau groundgezetz. Herman
Heller menyatakan bahwa konstitusi mempunyai arti lebih luas dari undang-undang
dasar. Sedangkan menurut pendapat Solly Lubis bahwa konstitusi memiliki dua
pengertian yaitu konstitusi tertulis (Undang-undang dasar) dan konstitusi tidak
tertulis (konvensi).
Bentuk Konstitusi itu sebetulnya
tidak ada keharusan tertulis maupun tidak tertulis. Bagi negara yang
menggunakan konstitusi yang tidak tertulis seperti Inggris dan Canada tetap
dianggap mempunyai dan mengunakan konstitusi.
Pembedaan konstitusi tertulis dengan konstitusi tidak tertulis tidak
mutlak benar. Menurut CF Strong ketika menjelaskan mengenai perbandingan
konstitusi dalam bukunya yang berjudul Modern
Political Constitutions mengatakan bahwa sebenarnya
pembedaan konstitusi tertulis dan tidak tertulis tidaklah benar karena tidak
ada konstitusi yang benar-benar tertulis maupun yang benar-benar tidak
tertulis. Yang disebut tertulis biasanya dimaksudkan sebagai dokumen konstitusi
yang mempunyai kesakralan khusus sedangkan yang tidak tertulis adalah
konstitusi yang berkembang atas dasar adat istiadat (costum).
Negara Inggris yang dikatakan tidak memiliki konstitusi tertulis
sebenarnya memiliki berbagai hukum dan undang-undang tertulis yang
memodifikasi berbagai ketentuan konstitusi seperti the Bill of Rights (1689).
Sebaliknya Amerika Serikat yang dikatakan sebagai negara paling lengkap
konstitusi tertulisnya ternyata juga memiliki konstitusi tidak tertulis karena
disana telah tumbuh dan berkembang konvensi tidak tertulis tanpa adanya
amandemen yang sebenarnya atas konstitusi itu sendiri. Sebagian besar negara di dunia menggunakan konstitusi berupa konstitusi
tertulis termasuk negara Indonesia dan negara Swiss. Dalam Makalah ini akan
dilakukan perbandingan konstitusi dari segi muatan konstitusi kedua negara
tersebut sehingga akan diperoleh perbedaan dan persamaan dari masing-masing
konstitusi serta akan diperoleh kelebihan serta kekurangannya sehingga akan
memperkaya wawasan serta pengetahuan kita mengenai hukum konstitusi.
B. Perumusan
Masalah
Dari latar
belakang tersebut diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
Bagaimanakah
perbandingan materi muatan konstitusi antara negara Indonesia dengan negara
Swiss berdasarkan prinsip-prinsip umum perubahan konstitusi, bentuk
pemerintahan, bentuk negara, sistem pemerintahannya?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perbandingan Berdasarkan
Prinsip-Prinsip Umum Perubahan Konstitusi
1.
Perbandingan
berdasarkan Sistem Amandemen
Kata amandemen
berasal dari bahasa Inggris yaitu amendment yang berarti perubahan atau to
amend, to alter, to revise. Perubahan ini
dapat berupa pencabutan (repeal), penambahan (addition), dan perbaikan
(revision). Istilah lain dari perubahan adalah pembaharuan (reform). Jadi
Pengertian Perubahan konstitusi mencangkup dua pengertian yaitu:
a. Amandemen
Konstitusi (constitutional amendment)
b. Pembaruan
Konstitusi(constitutional reform).
Jadi sistem yang dianut oleh negara-negara dalam mengubah
konstitusi dapat digolongkan ke dalam dua sistem perubahan yaitu :
a. Apabila suatu
konstitusi diubah maka yang akan berlaku adalah konstitusi yang baru secara
keseluruhan, sehingga tidak ada kaitannya lagi dengan konstitusi lama. Sistem
ini masuk kategori Pembaruan Konstitusi(constitutional reform). Sistem
ini dianut oleh hampir semua negara di dunia, diantaranya adalah Belanda, Jerman,
dan Perancis.
b. Sistem
perubahan konstitusi dimana konstitusi asli tetap berlaku sementara bagian
perubahan konstitusi tersebut merupakan adendum atau sisipan dari konstitusi
asli. Bagian yang diamandemen menjadi bagian konstitusinya. Jadi antara bagian perubahan
dan bagian konstitusi aslinya masih terkait. Keberlakuan konstitusi dengan
sistem perubahan inipun masih didasarkan kepada saat berlakunya konstitusi yang
lama, sehingga nilai-nilai lama dalam konstitusi asli yang belum diubah masih
tetap eksis. Sistem perubahan dengan istilah amandemen ini dianut oleh Amerika
Serikat. Secara
keseluruhan Amandemen Pertama hingga ke empat UUD 1945 meliputi hampir
keseluruhan materi dalam UUD 1945. Naskah Asli UUD 1945 berisi 71 butir
ketentuan. Namun pada amandemen UUD 1945 yang keempat materi mencangkup 199
butir ketentuan. Dengan melihat jumlah materi yang bertambah bisa dikatakan
hampir ada perubahan pada seluruh pasal yang berarti sama saja dengan merubah
konstitusi lama menjadi konstitusi yang baru. Namun ini tetap sistem amandemen
karena perubahan amandemen UUD 1945 tetap mempertahankan pembukaan UUD 1945,
dan perubahan hanya pada batang tubuh serta menghilangkan penjelasan pada UUD
1945 asli. Perubahan pertama sampai dengan ke empat UUD 1945 merupakan perubahan
berdasar sistem amandemen yang berlaku sekarang.
2.2 Perbandingan
Berdasarkan Bentuk Pemerintahan
Bentuk
pemerintahan Indonesia adalah Republik bukan kerajaan (monarchi).
Semenjak Indonesia merdeka dan membentuk negara modern yang diproklamasikan
pada tanggal 17 Agustus 1945, bentuk pemerintahan yang dipilih adalah republik.
Hal tersebut dikarenakan falsafah dan kultur politik yang bersifat kerajaan
yang didasarkan pada sistem feodalisme dan paternalisme tidak dikehendaki oleh
bangsa Indonesia modern. Bangsa Indonesia menghendaki negara modern dengan
pemerintahan res republica.
Bentuk
pemerintahan negara Indonesia dengan negara Swiss sama-sama berbentuk republik
dimana negara dikepalai oleh presiden sebagai kepala negara untuk masa
jabatan tertentu.
Dalam bentuk
pemerintahan republik, kepala
pemerintahan dan kepala negara ada di tangan Presiden. Namun ada
beberapa perbedaan bila dilihat dari bentuk pemerintahan antara Indonesia
dengan Swiss antara lain :
1. Masa jabatan
Presiden Indonesia Berdasarkan Pasal 7 UUD RI 1945 setelah
amandemen menyatakan bahwa untuk jabatan presiden dan wakil presiden memegang
jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan
yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Sedangkan untuk masa jabatan
Presiden dan wakil Presiden di Swiss berdasarkan Pasal 176 ayat 2 Konstitusi
Swiss 1999 adalah satu tahun.
Jabatan Presiden di Swiss digilir
di antara para Menteri Kabinet yang berjumlah 7 orang.
2. Presiden di
Indonesia dalam menjalankan pemerintahannya menunjuk dan membentuk kabinet yang akan membantu dan
mendukung presiden dalam menjalankan pemerintahannya dalam jumlah
yang besar. Namun
pembentukan kabinet di Swiss hanya terdiri dari 7 orang Menteri Kabinet
dipilih oleh Majelis Federal. Jumlah menteri termasuk presiden dan wakil
presiden hanya tujuh orang. Mereka disebut sebagai Federal Council atau Dewan
Federal. Masa jabatan dewan federal selama empat tahun. Mereka dipilih oleh DPR
dengan mempertimbangkan komposisi partai yang ada di parlemen. Dengan demikian,
parlemen Swiss juga tidak mengenal sistem oposisi sebagaimana di parlemen
negara Eropa lainnya.
2.3 Perbandingan
Berdasarkan Bentuk Negara
Secara garis besar bentuk negara
di dunia terbagi menjadi :
1. Negara Kesatuan
dapat disebut sebagai negara unitaris adalah negara yang tidak tersusun dari
beberapa negara melainkan hanya terdiri atas satu negara sehingga tidak ada
negara dalam negara. Dalam negara kesatuan hanya ada satu pemerintah yaitu
pemerintah pusat yang mempunyai kekuasaan dan wewenang tertinggi dalam bidang
pemerintahan negara, menetapkan kebijakan pemerintahan dan melaksanakan
pemerintahan baik di pusat maupun didaerah. Pemerintah pusat memegang kedaulatan
sepenuhnya, baik ke dalam maupun ke luar. Hubungan antara pemerintah pusat
dengan rakyat dan daerahnya dapat dijalankan secara langsung. Dalam negara
kesatuan hanya ada satu konstitusi, satu kepala negara, satu dewan menteri
(kabinet), dan satu parlemen. Negara kesatuan dapat dibedakan menjadi dua macam
sistem, yaitu Sentralisasi, dan Desentralisasi.
2. Negara Serikat
adalah negara bersusunan jamak, terdiri atas beberapa negara bagian yang
masing-masing tidak berdaulat. Kendati negara-negara bagian boleh memiliki
konstitusi sendiri, kepala negara sendiri, parlemen sendiri, dan kabinet
sendiri, yang berdaulat dalam negara serikat adalah gabungan negara-negara
bagian yang disebut negara federal. Setiap negara bagian bebas melakukan
tindakan ke dalam, asal tak bertentangan dengan konstitusi federal. Tindakan ke
luar (hubungan dengan negara lain) hanya dapat dilakukan oleh pemerintah
federal. Ciri-ciri
negara serikat/ federal yaitu :
1. tiap negara
bagian memiliki kepala negara, parlemen, dewan menteri (kabinet) demi
kepentingan negara bagian;
2. tiap negara
bagian boleh membuat konstitusi sendiri, tetapi tidak boleh bertentangan dengan
konstitusi negara serikat.
3. hubungan antara
pemerintah federal (pusat) dengan rakyat diatur melalui negara bagian, kecuali
dalam hal tertentu yang kewenangannya telah diserahkan secara langsung kepada
pemerintah federal.
Jika dilihat dari sejarah
ketatanegaraan berdasarkan konstitusi maka bentuk negara Indonesia telah
mengalami perubahan bentuk negara beberapa kali sebagai berikut :
1. Pada masa UUD 1945 yang pertama
Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 yang asli bahwa : “Negara Indonesia
ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”. Berdasarkan UUD 1945 original
dapat disimpulkan bahwa pada masa diberlakukannya UUD yang pertama, bahwa bentuk
negara Indonesia adalah berbentuk negara kesatuan. Berdasarkan
Pasal 18 UUD 1945 Indonesia menganut bentuk negara kesatuan dengan sistem
desentralisasi dan dekonsentrasi. Namun pada pelaksanaannya berdasarkan
Undang-undang organik dari pasal 18 UUD 1945 yaitu Undang-undang Nomor 22 tahun
1948 Undang-Undang Pokok tentang Pemerintahan Daerah pada Konsideran bagian
Menimbang beserta pasal-pasalnya hanya
mengatur pelaksanaan
penyelenggaraan
pemerintahan
daerah-daerah otonom saja.
2. Pada masa Konstitusi RIS 1949
Konstitusi RIS 1949 adalah konstitusi negara federasi dengan sistem
parlementer yang masih bersifat sementara. Materi pasal konstitusi RIS telah
memenuhi kriteria menjadi konstitusi demokratik karena memuat tiga pokok
penting dalam UUD yakni jaminan terhadap HAM, ditetapkannya susunan
ketatanegaraan yang bersifat mendasar dan adanya pembagian dan pembatasan
tugas-tugas ketatanegaraan yang bersifat mendasar.
Meskipun masa berlaku Konstitusi RIS 1949 ini singkat dari tanggal 27 Desember
1949 - 17 Agustus 1950 namun apabila dilihat dari latar belakang anggota Panita
pembuat konstitusi RIS yaitu para teknokrat pejuang Republik Indonesia,
teknokrat akademisi Belanda, dan teknokrat BFO (Bijeenkomst voor Federaal
Overlag/ Wilayah Indonesia yang akan menjadi anggota RIS) maka konstitusi RIS
termasuk produk karya intelektual. Dalam Bab V pasal 188 Konstitusi RIS diatur
pembuatan UUD yang mencantumkan perlunya diangkat keanggotaan Konstituante yang
bersifat ad-hoc.
Pasal-pasal dalam konstitusi RIS tersusun secara sistematik, rapi dan
rasional serta adanya bab Lampiran sedemikian rinci yang bisa
dijadikan rujukan dalam pembuatan undang- undang agar tidak terjadi tumpang tindih. Berdasarkan pasal 1 Konstitusi RIS 1949 maka indonesia pernah berbentuk
negara serikat (Federal). Republik Indonesia Serikat merupakan
negara serikat yang terdiri dari negara-negara bagian sebagai berikut :
a. Negara Republik
Indonesia, dengan daerah menurut status quo seperti tersebut dalam persetujuan
Renville tanggal 17 Januari 1948; Negara Indonesia Timur; Negara Pasundan;
termasuk Distrik Federal Jakarta, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara
Sumatera Timur, dengan pengertian bahwa status quo Asahan dan Labuhan Batu
berhubungan dengan Negara Sumatera Timur tetap berlaku; Negara Sumatera
Selatan;
b. Satuan-satuan
kenegaraan yang tegak sendiri : Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan
Barat (Daerah Istimewa),Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara dan
Kalimantan Timor a dan b ialah daerah-daerah bagian yang dengan kemerdekaan
menentukan nasib sendiri bersatu dalam ikatan federasi Indonesia Serikat.
Dalam negara
federasi, negara-negara bagian berhak memiliki undang-undang dasar sendiri.
Dengan demikian dalam Negara Republik Indonesia serikat ada dua jenis
undang-undang dasar yaitu Undang-Undang Dasar atau Konstitusi Negara
Federasinya dan Undang-Undang Dasar Negara Bagian, namun dalam kurun kurun
waktu berlakunya Konstitusi (Sementara) Republik Indonesia (tahun 1949); baru
Negara Bagian Republik Indonesia (Proklamasi Yogyakarta) yang telah memiliki
UUD yaitu tetap menggunakan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasarnya.
Dalam
Konstitusi RIS1949 pengaturan dan ketentuan mengenai pelaksanaan desentralisasi
dan otonomi daerah tidak ada karena hal tersebut memang diatur dalam UUD
negara-negara bagian. Dalam hal ini Negara Bagian Republik Indonesia
(Proklamasi Yogyakarta) tetap menggunakan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1948
Undang-Undang Pokok tentang Pemerintahan Daerah.[50]
2.4 Perbandingan Berdasarkan Model Sistem
Pemerintahan
Sistem pemerintahan negara yang
paling dikenal di dunia yaitu :
1.
Sistem
Pemerintahan Presidensiil
Sistem
pemerintahan dikatakan presidensiil apabila (a) kedudukan kepala negara
tidak terpisah dari jabatan kepala pemerintahan, (b) kepala negara tidak
bertanggung jawab terhadap parlemen melainkan bertanggung jawab terhadap rakyat
yang memilihnya, (c) presiden tidak berwenang membubarkan parlemen, (d) kabinet
sepenuhnya bertanggung jawab kepada presiden sebagai pemegang kekuasaan
pemerintahan negara atau sebagai administrator yang tertinggi.
2.
Sistem
Pemerintahan Parlementer atau sistem Kabinet
Sistem
pemerintahan dikatakan parlementer apabila (a) sistem kepemimpinannya terbagi
dalam jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan sebagai dua jabatan yang
terpisah, (b) jika sistem pemerintahannya ditentukan harus bertanggung jawab
kepada parlemen, (c) kabinet dapat dibubarkan apabila tidak mendapat dukungan
parlemen, (d) parlemen juga dapat dibubarkan oleh pemerintah apabila dianggap
tidak memberikan dukungan kepada pemerintah.
3.
Sistem
Pemerintahan Campuran
Dinamakan
dengan sistem pemerintahan campuran karena terdapat sistem pemerintahan
presidensiil dan sistem pemerintahan parlementer yang diterapkan secara
bersama-sama. Apabila sistem pemerintahan presidennya lebih menonjol maka
disebut sistem pemerintahan quasi- presidensiil. Apabila sistem pemerintahan
parlemennya lebih menonjol disebut sistem quasi parlementer.
4.
Sistem
Pemerintahan Kolegial
Selain ketiga sistem pemerintahan diatas masih ada satu sistem pemerintahan
yang unik yang diterapkan di Swiss yaitu Sistem Pemerintahan Kolegial. Sistem
pemerintahan kolegial adalah sistem pemerintahan dimana kepemimpinan
negara dan pemerintahan dilaksanakan secara bersama sama. Dalam Sistem
pemerintahan kolegial di Swiss, tujuh orang anggota Dewan Federal yang dipilih
oleh parlemen ini secara bersama sama memimpin negara dan pemerintahan
Swiss.
Ketujuhnya berstatus menteri, mengepalai departemen, dan untuk jabatan
presiden dan wakil presiden di Swiss dipilih oleh tujuh anggota dewan federal
untuk masa jabatan secara bergantian setiap tahun.
Keunikan dari
sistem pemerintahan kolegial yang diterapkan di Swiss ialah tidak ada orang yang sangat
berkuasa, tetapi juga tidak ada orang yang paling berat menanggung tugas
kewajiban. Semuanya ditanggung bersama karena kepemimpinan bersifat kolegial. Presiden Swiss bukanlah orang paling
berkuasa sebagaimana dalam negara bersistem presidensial. Sistem demikian ini
sudah berjalan sejak konstitusi Swiss modern disahkan tahun 1848. Sistem ini untuk mencegah terjadinya
otoriter serta kekuasaan yang terus-menerus dan sewenang-wenang.
Untuk Indonesia
semenjak awal pembentukan UUD 1945 dan berdasarkan keinginan para perancang UUD
1945 menggunakan sistem pemerintahan presidensiil namun Apabila ditelaah secara
seksama dalam sejarah tatakenegaraan kita, sistem presidensiil yang dianut di
Indonesia adalah tidak murni. Pada Konstitusi UUD 1945 Original dikatakan bahwa
sistem pemerintahannya berupa sistem pemerintahan presidensiil. Namun apabila
kita lihat Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi
negara dan juga lembaga parlemen yang diberi kewenangan yang luas salah satunya
dengan membuat Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang harus dilaksanakan
oleh presiden sehingga presiden harus bertanggung jawab kepada MPR.
MPR juga diberi
wewenang untuk memberhentikan presiden di tengah masa jabatannya kaitannya
dengan tuduhan pelanggaran haluan negara. Presiden di posisikan sejajar dengan
lembaga tinggi negara dalam UUD 1945 original sehingga seakan akan diposisikan
setara dengan fungsi perdana menteri seperti yang berlaku pada sistem
parlementer. dalam prakteknya banyak bagian-bagian dari sistem pemerintahan
parlementer yang masuk ke dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Sehingga
secara singkat bisa dikatakan bahwa sistem pemerintahan yang berjalan i
Indonesia adalah sistem pemerintahan yang merupakan gabungan atau perpaduan
antara sistem pemerintahan presidensiil dengan sistem pemerintahan parlementer.
Sistem pemerintahan seperti ini justru mencerminkan sistem pemerintahan
campuran (quasi presidensiil).
Kemudian
apabila kita melihat dalam UUD 1945 amandemen keempat dimana Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) sudah tidak lagi ditempatkan menjadi lembaga
penjelmaan rakyat serta menempatkan DPR sebagai lembaga legislatif yang
juga memiliki kewenangan dan kekuasaan yang terlalu besar dan membatasi
kekuasaan presiden yang menyebabkan sistem presidensiil menjadi tidak efektif.
Hal ini menjadikan sistem pemerintahan di Indonesia kembali menjadi tidak jelas
apakah akan tetap menganut sistem pemerintahan presidensiil atau parlementer.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bahwa secara
formal perubahan UUD 1945 dari yang pertama hingga perubahan keempat UUD 1945
secara formal mengikuti sistem amandemen dimana konstitusi yang lama berupa
pembukaan UUD 1945 masih tetap berlaku dan beberapa ketentuan seperti
penjelasan dalam UUD 1945 Asli sudah tidak ada dan tidak berlaku lagi, yang
berlaku adalah ketentuan-ketentuan yang baru dalam pasal-pasal perubahan UUD
1945 yang telah diamandemen walaupun materi jumlah muatan perubahan lebih besar
dari pada naskah aslinya namun sedikit banyaknya perubahan ketentuan konstitusi
bukan merupakan penentu sistem amandemen.
Mengenai Bentuk
pemerintahan negara Indonesia dengan negara Swiss sama-sama berbentuk republik
dimana negara dikepalai oleh presiden sebagai kepala negara untuk masa
jabatan tertentu.
Dalam bentuk
pemerintahan republik, kepala
pemerintahan dan kepala negara ada di tangan Presiden. Namun
perbedaannya adalah tampak pada masa jabatan, dan jumlah anggota kabinet.
3.2 Saran
Pemerintah dalam hal perubahan
Konstitusi hendaknya membuat suatu rumusan konstitusi yang efektif sehingga
tidak terjadi pembatalan. Hendaknya dalam perumusan perubahan konstitusi
sebelum disahkan dan diberlakukan secara efektif harus diajukan dahulu ke
Mahkamah Konstitusi untuk diadakan pengujian dan pengkajian terkait substansi
hukumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Admosudirjo, Prajudi, dkk, Konstitusi Swiss, Edisi
Inggris – Indonesia, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1987
Djokosutono, Hukum Tata Negara, Jakarta :
Ghalia Indonesia, 1982
Ehols, John M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggris
Indonesia, Jakarta : Gramedia, 1987
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme
Indonesia di Masa Depan, Jakarta: Pusat studi Hukum Tata Negara Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2002
Kusnardi, Moh. dan Harmaly Ibrahim, Hukum Tata Negara
IndonesiaI, Jakarta : Pusat Studi HTN, 1983
Lubis, M.Solly, Asas-Asas Hukum Tata Negara,
Bandung : Alumni, 1978
Mohammad Mahfud MD, 2001, Dasar dan Struktur
Ketatanegaraan Indonesia Edisi Revisi, Jakarta : Rineka Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar