Rabu, 11 April 2018

MAKALAH PENGEMBANGAN DAN PELEMBAGAAN ORGANISASI


KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengembangan dan Pelembagaan Organisasi” Pada makalah ini Penulis banyak mengambil dari berbagai sumber dan refrensi dan pengarahan dari berbagai pihak. oleh sebab itu, dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna, untuk itu Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak yang membaca…



Teluk Kuantan,      Januari  2018



Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
BAB I  PENDAHULUAN................................................................................... 1
          1.1  Latar Belakang...................................................................................... 1
          1.2  Rumusan Masalah................................................................................. 2
          1.3  Tujuan.................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 4
          2.1  .........................................................................................................      4
          2.2  ............................................................................................................... 4
2.3  ............................................................................................................... 5
2.4  ............................................................................................................... 6
2.5  ............................................................................................................... 7
2.6  ............................................................................................................... 8
2.7  ............................................................................................................... 8
BAB III PENUTUP.............................................................................................. 10
          3.1  Kesimpulan............................................................................................ 10
          3.2  Saran...................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 11


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar belakang
            Pengertian pokok pengembangan organisasi adalah perubahan yang terencana (planned change). Perubahan , dalam bentuk pembaruan organisasi dan mpengembangan organisasiernisasi, terus menerus terjadi dan mempunya pengaruh yang sangat dominan dalam masyarakat kini. Organisasi beserta warganya, yang membentuk masyakat mpengembangan organisasiern , mau tidak mau harus beradaptasi terhadap arus perubahan ini. Perubahan perubahan yang terjadi pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam empat katagori , yaitu perkembangan teknologi, perkembangan prpengembangan organisasiuk, ledakan ilmu pengetahuan dan jasa yang mengakibatkan makin singkatnya daur hidup para pengembangan organisasi, serta perubahan sosial yang mempengaruhi perilaku, gaya hidup, nila nila dan harapan tiap orang.
            Untuk dapat bertahan , organisasi harus mampu mengarahkan warganya agar dapat beradaptasi dengan baik dan bahkan agar mampu memanfaatkan dampak positif dari berbagai pembaruan tersebut dengan pengembangan diri dan pengembangan organisasi. Proses mengarahkan warga organisasi dalam mengembangkan diri menghadapi perubahan inilah yang dikenal luas sebagai proses organization development (Pengembangan Organisasi).
Berdirinya suatu organisasi pastilah mempunyai tujuan, pengembangan organisasi merupakan sarana untuk mencapai tujuan organisasi. Suatu organisasi juga senantiasa dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Penjelasan oleh Wendell French, seorang penulis buku Pengembangan Organisasi dalam Sigit, 2003:39, bahwa pengembangan organisasi merupakan suatu usaha jangka panjang, bukan usaha jangka pendek, dalam arti pengembangan organisasi adalah suatu usaha terus-menerus atau berkelanjutan dan suatu kesediaan untuk melakukan perubahan secara berkelanjutan.
Sasaran pengembangan organisasi mengarah pada hubungan pribadi yang lebih efektif antara manajer dan karyawan di semua jenjang organisasi guna menghapus hambatan-hambatan komunikasi antarpribadi dan kelompok. Sasaran pengembangan organisasi juga dalam tumbuh berkembangnya iklim yang ditandai dengan saling percaya dan keterbukaan yang dapat memotivasi serta menantang anggota organisasi untuk lebih berprestasi.
Pengembangan organisasi juga merupakan bentuk usaha perubahan berencana yang dikendalikan dan dipimpin oleh top manajemen. Bertujuan untuk meningkatkan keefektifan kerja dan kesehatan organisasi. Dalam prakteknya menggunakan metode intervensi berencana terhadap proses dalam organisasi dengan memanfaatkan teori-teori perilaku. Intervensi pengembangan organisasi dilakukan oleh manajer atau konsultan dengan sasaran individu, kelompok, dan organisasi.
Tujuan pengembangan organisasi adalah untuk meningkatkan prestasi dan keefektifan kerja keseluruhan dari seluruh kelompok, departemen dan organisasi serta menciptakan kesehatan organisasi ; memudahkan pemecahan masalah dalam pekerjaan dan meningkatkan mutu keputusan ; mengadakan perubahan-perubahan yang efektif ; meningkatkan keterlibatan dengan tujuan organisasi.
Berdasarkan penjelasan diatas, hal yang melatarbelakangi penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan pengembangan organisasi, memahami teknik pengembangan organisasi, mengetahui model pengembangan organisasi, serta agen pengubah dalam pengembangan organisasi.

1.2    Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengtahui dan memahami lebih luas tentang pelembagaan dan pengembangan organisasi.








BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Lembaga
Istilah “lembaga”, menurut Ensiklopedia Sosiologi diistilahkan dengan “institusi” --sebagaimana didefinisikan oleh Macmillan-- adalah merupakan seperangkat hubungan norma-norma, keyakinan-keyakinan, dan nilai-nilai yang nyata, yang terpusat pada kebutuhan-kebutuhan sosial dan serangkaian tindakan yang penting dan berulang.
Sementara itu, Adelman & Thomas dalam buku yang sama mendefinisikan institusi sebagai suatu bentuk interaksi di antara manusia yang mencakup sekurang-kurangnya tiga tingkatan.  Pertama, tingkatan nilai kultural yang menjadi acuan bagi institusi yang lebih rendah tingkatannya.  Kedua, mencakup hukum dan peraturan yang mengkhususkan pada apa yang disebut aturan main (the rules of the game).  Ketiga, mencakup pengaturan yang bersifat kontraktual yang digunakan dalam proses transaksi.  Ketiga tingkatan institusi di atas menunjuk pada hirarki mulai dari yang paling ideal (abstrak) hingga yang paling konkrit, dimana institusi yang lebih rendah berpedoman pada institusi yang lebih tinggi tingkatannya.
Pengertian lain dari lembaga adalah “pranata”.  Koentjaraningrat misalnya, lebih menyukai sebutan pranata, dan mengelompokkannya ke dalam 8 (delapan) golongan, dengan prinsip penggolongan berdasarkan kebutuhan hidup manusia.  Kedelapan golongan pranata tersebut adalah sebagai berikut:
(a)   Pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan kehidupan kekerabatan, yang disebut dengan kinship atau domestic institutions;
(b)   Pranata-pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, yaitu untuk mata pencaharian, memproduksi, menimbun, mengolah, dan mendistribusi harta dan benda, disebut dengan economic institutions.  Contoh: pertanian, peternakan, pemburuan, feodalisme, industri, barter, koperasi, penjualan, dan sebagainya;
(c)   Pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan penerangan dan pendudukan manusia supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna, disebut educational institutions;
(d)  Pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan ilmiah manusia, menyelami alam semesta di sekelilingnya, disebut scientific institutions;
(e)   Pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia menyatakan rasa keindahan dan untuk rekreasi, disebut aesthetic and recreational institutions;
(f)    Pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan tuhan atau dengan alam gaib, disebut religious institutions;
(g)   Pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk mengatur kehidupan berkelompok secara besar-besaran atau kehidupan bernegara, disebut political institutions.  Contoh dari institusi politik di sini adalah pemerintahan, demokrasi, kehakiman, kepartaian, kepolisian, ketentaraan, dan sebagainya; dan
(h)   Pranata-pranata yang mengurus kebutuhan jasmaniah dari manusia, disebut dengan somatic institutions.
Hendropuspito lebih suka menggunakan kata institusi dari pada lembaga.  Menurutnya institusi merupakan suatu bentuk organisasi yang secara tetap tersusun dari pola-pola kelakuan, peranan-peranan dan relasi sebagai cara yang mengikat guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan sosial dasar.  Unsur penting yang melandasi sebuah institusi menurut Hendropuspito dapat dilihat dari unsur definisi sebagai berikut:
(a)      Kebutuhan sosial dasar (basic needs)
Kebutuhan sosial dasar terdiri atas sejumlah nilai material, mental dan spiritual, yang pengadaannya harus terjamin, tidak dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor kebetulan atau kerelaan seseorang.  Misalnya: kebutuhan sandang, pangan, perumahan, kelangsungan jenis/keluarga, pendidikan, kebutuhan ini harus dipenuhi.
(b)     Organisasi yang relatif tetap
Dasar pertimbangannya mudah dipahami, karena kebutuhan yang hendak dilayani bersifat tetap.  Memang harus diakui bahwa apa yang dibuat oleh manusia tunduk pada hukum perubahan, tetapi berdasarkan pengamatan dapat dikatakan bahwa institusi pada umumnya berubah lambat, karena pola kelakuan dan peranan-peranan yang melekat padanya tidak mudah berubah.
(c)      Institusi merupakan organisasi yang tersusun/terstruktur
Komponen-komponen penyusunnya terdiri dari pola-pola kelakuan, peranan sosial, dan jenis-jenis antarrelasi yang sifatnya lebih kurang tetap.  Kedudukan dan jabatan ditempatkan pada jenjang yang telah ditentukan dalam struktur yang terpadu.
(d)     Institusi sebagai cara (bertindak) yang mengikat
Keseluruhan komponen yang dipadukan itu dipandang oleh semua pihak yang berkepentingan sebagai suatu bentuk cara hidup dan bertindak yang mengikat.  Mereka menyadari bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam suatu institusi harus disesuaikan dengan aturan institusi.  Pelanggaran terhadap norma-norma dan pola-pola kelakuan dikenai sanksi yang setimpal.  Dalam institusi keterikatan pada norma dan pola dianggap begitu penting bahkan diperkuat dengan seperangkat sanksi demi tercapainya kelestarian dan ketahanan secara kesinambungan.
Sementara Sulaeman Taneko mendefinisikan institusi dengan adanya norma-norma dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat dalam institusi tersebut.  Institusi merupakan pola-pola yang telah mempunyai kekuatan tetap dan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan haruslah dijalankan atas atau menurut pola-pola itu. Norman T. Uphoff, seorang ahli sosiologi yang banyak berkecimpung dalam penelitian lembaga lokal, menyatakan sangat sulit sekali mendefinisikan institusi, karena pengertian institusi sering dipertukarkan dengan organisasi. 
..… institutions are complexes of norms and behaviors that persist over time serving collectivelly valued purposes.
Institusi atau lembaga merupakan serangkaian norma dan perilaku yang sudah bertahan (digunakan) selama periode waktu tertentu (yang relatif lama) untuk mencapai maksud/tujuan yang bernilai kolektif (bersama) atau maksud-maksud lain yang bernilai sosial. Dari berbagai definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa lembaga itu tidak hanya organisasi-organisasi yang memiliki kantor saja tetapi juga aturan-aturan yang ada di masyarakat dapat dikategorikan sebagai suatu lembaga.  Beberapa contoh lembaga yang banyak dijumpai di perdesaan misalnya aturan dalam pinjam-meminjan uang atau perkreditan, ketentuan dalam jual beli hasil pertanian, aturan-aturan dalam sewa-menyewa, kaidah-kaidah dalam bagi hasil, dan sebagainya.

2.2  Perbedaan Lembaga/Kelembagaan dengan Organisasi
Amitai Etzioni mengatakan bahwa masyarakat terdiri organisasi-organisasi, dimana hampir dari semua dari kita melewati masa hidup dengan bekerja untuk kepentingan organisasi.  Dengan demikian organisasi adalah suatu unit sosial (pengelompokan sosial) yang sengaja dibentuk dan dibentuk kembali dengan penuh pertimbangan dalam rangka mencapai tujuan tertentu.  Namun untuk mendefinisikan organisasi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara.  Hal ini karena organisasi merupakan sesuatu yang abstrak, sulit dilihat namun bisa dirasakan eksistensinya. Secara umum, definisi organisasi merupakan rangkaian kegiatan kerjasama yang dilakukan beberapa orang dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan.  Peter M. Blau & W. Richard Scott mendefinisikan bahwa organisasi itu memiliki tujuan dan memiliki sesuatu yang formal, ada administrasi staf yang biasanya eksis dan bertanggung jawab serta adanya koordinasi dalam melaksanakan kegiatan anggotanya.
S.B. Hari Lubis & Martani Huseini (1987:1) mendefinisikan organisasi sebagai satu kesatuan sosial dari sekelompok manusia yang saling berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing, yang sebagai satu kesatuan mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai batas-batas yang jelas, sehingga bisa dipisahkan secara tegas dari lingkungannya. Selanjutnya, menurut Lubis & Huseini terdapat 3 (tiga) pendekatan yang lazim digunakan dalam menganalisis organisasi, yaitu: (1) pendekatan Klasik, (2) pendekatan Neo-Klasik, dan (3) pendekatan Moderen atau pendekatan Sistem.  Pertama, pendekatan Klasik, yang menurut pandangan Taylor lebih menekankan akan efisiensi organisasi dalam mencapai tujuan.  Dalam pendekatan ini peran pekerja dipisahkan dari peran manajer.  Pekerja diklasifikasikan pada satu bidang yang hanya bertugas melaksanakan pekerjaan saja, sedangkan manajer bertugas mengelola metode kerja yang sebaiknya digunakan.  Akibatnya, pekerja merasa seperti mesin yang dikuras tenaganya untuk melaksanakan tugas-tugas organisasi.
Kedua, pendekatan Neo-Klasik. lebih menekankan akan pentingnya hubungan antarmanusia (human relations) bagi keberhasilan suatu organisasi dan kurang memperhatikan struktur pembagian tugas, wewenang, dan tanggungjawab organisasi.  Interaksi sosial atau human relations ini akan memunculkan kelompok-kelompok nonformal dalam suatu organisasi yang memiliki norma sendiri dan berlaku serta menjadi pegangan bagi seluruh anggota kelompok.  Norma kelompok ini berpengaruh terhadap sikap maupun prestasi anggota kelompok.  Interaksi sosial ini perlu diarahkan sehingga dapat membantu pencapaian tujuan-tujuan organisasi.
Ketiga, pendekatan Moderen, yang menekankan pentingnya faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi organisasi, dimana organisasi merupakan bagian dari lingkungannya.  Keterbukaan dan ketergantungan organisasi terhadap lingkungannya menyebabkan bentuk organisasi harus disesuaikan dengan lingkungan dimana organisasi itu berada.
Dalam sudut pandang yang lain, organisasi dipandang sebagai wadah berbagai kegiatan dan sebagai proses interaksi antara orang-orang yang terdapat di dalamnya.  Sondang P. Siagian misalnya, menyebutkan bahwa organisasi sebagai wadah melihat organisasi sebagai struktur yang memiliki jenjang hirarki jabatan manajerial, berbagai kegiatan operasional, komunikasi yang digunakan, informasi yang digunakan serta hubungan antarsatuan kerja.  Kemudian organisasi sebagai wadah, melihat pemilihan dan penggunaan tipe organisasi tertentu, apakah bertipe lini, lini dan staf, fungsional, matrik, dan panitia.  Kemudian organisasi dipandang sebagai suatu proses interaksi memiliki anggapan bahwa keberhasilan satuan-satuan kerja di dalam organisasi dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi interaksi antaranggota, satuan-satuan kerja serta organisasi dengan lingkungannya.
Untuk meneliti sebuah organisasi, tidak terlepas dari keberadaan institusi.  Menurut Talcott Parson, masyarakat itu merupakan kumpulan individu yang membawa budaya masing-masing dengan membentuk lembaga atau institusi sendiri.  Menurutnya, sistem-sistem sosial yang ada di masyarakat itu dapat dilihat sebagai suatu organisasi, yang apabila akan diteliti akan dilihat pula nilai-nilai yang ada pada lembaga serta aturan-aturan yang mengikat individu. Kemudian diimplementasikan nilai-nilai adaptasi, prosedur serta norma atau pola-pola pada suatu organisasi.  Lebih lanjut, konflik pada suatu subsistem dalam organisasi menurut analisis Parson akan mempengaruhi subsistem lainnya. Untuk ini perlu ada kesetimbangan diantara semua subsistem.
Kemudian, Robert Presthus mengatakan bahwa pada sebuah organisasi besar akan ditemukan spesialisasi, hierarki, status, efisiensi, rasionalisasi, dan kooptasi.  Spesialisasi terjadi pada tenaga kerja, hierarki pada bagan organisasi yang dimulai pada paling atas hingga paling bawah, status dibuat untuk melihat adanya tanggungjawab, rasa hormat, rasa istimewa yang dimiliki pada posisi hierarki.  Kooptasi adalah kecenderungan para elit memberi tanda sesuatu dengan alat untuk menjaga monopoli.  Dalam ukuran organisasi besar juga sangat tergantung pada volume kerja, sumber modal, banyaknya pelanggan dan klien, dan luas tanah pada aktivitasnya.  Sementara efisiensi dalam hal ini merupakan hal yang terpenting bagi organisasi untuk dapat bertahan.
Bila dilihat dari perspektif ekonomi, Donn Martindale mengatakan bahwa besarnya organisasi sangat dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu pembagian tenaga kerja, hubungan formal, dan rasionalisasi.  Pertama, pembagian tenaga kerja, menurut teori organisasi klasik akan meningkatkan efisiensi.  Namun ketika mesin-mesin digunakan membantu tugas manusia, skill akan berpengaruh dalam menggerakkan mesin-mesin tersebut.  Organisasi besar membutuhkan adanya spesialisasi.
Kedua, hubungan formal, dimana individu yang menjadi anggota dalam suatu organisasi saling berinteraksi yang bersifat formal.  Sifat formal dalam hubungan ini diakibatkan adanya hirarki jabatan yang mengatur jalannya suatu organisasi.  Birokrasi di dalam organisasi berdampak pada tingkah laku individu dalam berhubungan.  Artinya birokrasi di dalam organisasi ini akan mengatur pola hubungan tingkah laku individu dalam berinteraksi.
Ketiga, rasionalitas, yaitu bagaimana suatu organisasi memandang sesuatu secara rasional.  Misalnya hubungan antara tenaga kerja dengan beban kerja yang harus dilaksanakan, peningkatan kapabilitas individu untuk meningkatkan skill sebagai upaya menjalankan tugas-tugas organisasi.
Dengan demikian, untuk meneliti sebuah kelompok, menurut Martindale harus melihat kegiatan yang dihasilkan kelompok tersebut, yang meliputi: pengambilan keputusan, komunikasi, penyelesaian tugas, dan pembagian hasil pada suatu kelompok.  Kegiatan-kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan suatu organisasi dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan anggotanya.  Dengan demikian di dalam suatu lembaga ini terkandung prinsip-prinsip ekonomi.
Walaupun organisasi membutuhkan adanya pola-pola perilaku yang membawa keefektifan suatu organisasi, namun definisi lembaga di atas, dapat dilihat adanya perbedaan organisasi dengan lembaga atau institusi.  Menurut Uphoff, organisasi merupakan struktur yang mengakui dan menerima adanya peranan.  Organisasi bergerak pada bidang formal dan informal dimana struktur yang ada, dihasilkan dari adanya interaksi diantara peranan yang semakin kompleks.
Dari kedua definisi di atas dapat dilihat bahwa lembaga hadir untuk memenuhi kebutuhan satu kelompok manusia dan bukan kebutuhan perorangan.  Naluri manusia yang membutuhkan orang lain untuk berinteraksi, seperti misalnya ketertarikan terhadap seks pada diri manusia, yang mengakibatkan manusia untuk hidup berkelompok.  Ada tua dan muda serta laki-laki dan perempuan yang secara harfiah manusia membutuhkan bantuan orang lain.  Kemudian akan terjadi aksi sosial, tingkah laku sosial di dalam kelompok, sehingga tercipta suatu lembaga yang memenuhi kebutuhan seks manusia. Begitu pula akan lembaga-lembaga lain yang hadir di sekitar masyarakat itu sendiri.
Pembahasan ini lebih menitikberatkan pada sebuah lembaga yang dalam memenuhi kebutuhan anggotanya, menggunakan prinsip-prinsip organisasi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Martindale bahwa lembaga atau institusi merupakan suatu pola hubungan yang dicerminkan oleh kelompok, dimana melihat hubungan tingkah laku manusia yang telah terorganisasi pada sebuah kelompok. Untuk melihat hubungan tingkah laku tersebut, tidak dapat dilakukan dengan melihat tingkah laku satu orang atau beberapa orang sebagai sampel.  Hal ini karena pada sebuah kelompok terdiri dari beberapa individu yang memiliki karakter yang berbeda dan individu ini saling mempengaruhi sehingga tidak dapat berdiri sendiri.  
Terlalu banyak orang yang mencampuradukkan pengertian dan pemahaman tentang kelembagaan (institution) dan organisasi (organization/institute).  Karena itu begitu banyak pula orang atau badan pelaksana pembangunan yang menyatakan akan melakukan “pengembangan kelembagaan” tetapi ternyata (yang dilakukan) hanyalah membentuk satu organisasi baru di komunitas dalam rangka proyek itu. 
Kekeliruan pemahaman seperti ini telah menjadi sangat umum sehingga organisasi dan kelembagaan juga dimengerti secara “salah kaprah” di mana-mana. Hal ini pulalah yang mengakibatkan pengembangan kelembagaan diterjemahkan secara salah kaprah menjadi pembentukan organisasi. Berulangkali kekeliruan ini dilakukan oleh badan-badan dan organisasi pelaksana pembangunan (baik lembaga donor, pemerintah, maupun lembaga swadaya masyarakat), terutama dalam pelaksanaan pembangunan yang berhubungan langsung dengan suatu warga.
Kekeliruan fatal dan klasik ini diantaranya dicontohkan oleh Tumpal M.S. Simanjuntak dalam kasus pembentukan organisasi Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) dan Lembaga Musyawarah Desa (LMD). Seperti kita ketahui, kedua organisasi tersebut dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Desa, dan Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 1980 tentang Penyempurnaan dan Peningkatan Fungsi Lembaga Sosial Desa menjadi Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa, yang kemudian diterjemahkan lebih lanjut oleh Keputusan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 27 Tahun tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD).
Kenyataannya, setelah sekian puluh tahun, ternyata tidak ada ketahanan apapun yang telah terlembagakan di masyarakat desa/kelurahan.  Krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 yang memporakporandakan ketahanan masyarakat baik di perdesaan maupun di perkotaan telah menjadi bukti paling sahih betapa pembentukan organisasi LKMD/LMD telah menjadi instrumen yang keliru dalam rangka mengembangkan kelembagaan ketahanan masyarakat desa --termasuk di dalamnya ketahanan ekonomi.
Dalam konteks Pengembangan Kelembagaan, hal yang seharusnya dilakukan sedikitnya harus mencakup upaya memberikan pemahaman yang benar terhadap istilah organisasi (organization/institute), kelembagaan (institution), dan juga pelembagaan atau melembagakan (institutionalization/ institutionalizing).   Norman T. Uphoff, salah seorang penggagas People-Centered Development Forum mengajukan definisi sederhana yang membedakan antara organisasi (organization) dengan kelembagaan (institution) sebagai berikut :
Organizations are structures of recognised and accepted roles. Institutions are complexes of norms and behaviours that persist over time by serving collectively (socially) valued purposed.
(Organisasi adalah struktur peran yang telah dikenal dan diterima.  Kelembagaan/pranata adalah serangkaian norma dan perilaku yang sudah bertahan –atau digunakan-- selama periode waktu tertentu --yang relatif lama-- untuk mencapai maksud/tujuan bernilai kolektif/ bersama atau maksud-maksud yang bernilai sosial). Ada beberapa tipe kelembagaan (pranata).  Ada kelembagaan yang bukan organisasi (institutions that are not organizations), ada kelembagaan yang juga merupakan organisasi (institutions that are organizations), dan organisasi yang bukan kelembagaan (organizations that are not institutions). 
Penjelasaan lebih rinci tentang pemahaman terhadap kelembagaan dan organisasi mengacu pada Gambar 1 di atas diuraikan dengan contoh-contoh sebagai berikut:
1.        Sebuah Bank dapat disebut sebagai organisasi karena di dalamnya terdapat struktur peran-peran yang telah dikenal dan diakui.  Ada peran Kepala (Direktur), ada peran Bagian Kredit, ada peran Bagian Pelayanan Nasabah (Customer Service), dan sebagainya. Sebagai kelembagaan (institution), Bank sebagai penyedia jasa untuk melakukan “simpan-pinjam” uang, penggunaan jasa Bank sudah menjadi norma dan perilaku masyarakat luas yang memiliki dan memerlukan uang.  Karenanya Bank adalah kelembagaan yang juga organisasi.
2.        Undang-undang Perbankan sebagai suatu kelembagaan (institution) dalam rangka penyediaan pelayanan jasa keuangan sudah menjadi kebutuhan bersama suatu kelompok warga, bahkan masyarakat dunia.  Berbagai aturan dan tata cara yang diatur di dalam undang-undang itu telah menjadi norma dan perilaku umum dalam kegiatan simpan-pinjam uang. Tetapi Undang-undang Perbankan tidak memiliki Ketua (Direktur), Kepala Bagian, dan sebagainya.  Karena itu Undang-undang Perbankan dalam hal ini adalah kelembagaan (institution) yang bukan organisasi.
3.        Kelompok arisan ibu-ibu di suatu Rukun Tetangga (RT) adalah sebuah organisasi karena di dalamnya ada struktur peran yang telah dikenal dan diakui oleh para peserta arisan itu.  Kelompok arisan tersebut dapat bubar (tidak diteruskan keberadaannya) setelah semua anggota mendapat giliran memperoleh uang arisan. Karenanya, dan terutama atas pertimbangan persistensinya, sebuah kelompok arisan sebagaimana digambarkan di atas belum dapat disebut sebagai suatu kelembagaan (institution).
Menyimak penjelasan di atas (terutama butir ketiga), sebuah organisasi suatu saat dapat saja menjadi kelembagaan, tetapi itu baru terwujud jika fungsi dan peran organisasi itu dalam kaitannya dengan kepentingan warga, diakui secara luas sebagai suatu norma dan perilaku bersama.  Dengan demikian, dan jikapun diinginkan, agar suatu organisasi dapat menjadi kelembagaan (institution), diperlukan waktu cukup lama hingga aturan dan tata cara menyalurkan dan memperoleh pelayanan dari organisasi itu diakui secara luas sebagai norma dan perilaku bersama (kolektif) sebagaimana yang dicontohkan pada Bank.  Organisasi yang juga adalah kelembagaan seperti halnya Bank adalah Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, misalnya.
Dalam tataran praktis, ketika masyarakat sudah mulai memberi istilah “plesetan” untuk LKMD (Lalu Ketua Makan Duluan) dan untuk KUD (Ketua Untung Duluan), maka sesungguhnya kedua organisasi “bentukan top-down” tersebut dengan sendirinya telah dinyatakan gagal mengembangkan norma dan perilaku positif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat banyak.  Karenanya keduanya tidak lagi atau mungkin tidak pernah layak disebut sebagai suatu kelembagaan (institution).
Jika suatu organisasi pada akhirnya diharapkan akan dilembagakan maka upaya yang harus dilakukan haruslah merupakan suatu proses pelembagaan (institutionalizing) yang digambarkan pada bahasan berikutnya.
BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Pengembangan Organisasi merupakan proses, pendekatan atau metode yang bertujuan untuk mengadakan sebuah perubahan dalam sebuah organisasi kearah yang lebih baik. Dengan penerapan nilai-nilai, ide dan gagasan-gagasan baru yang lebih signifikan agar organisasi semakin berkembang kearah yang positif dan maju.
Beberapa ahli telah banyak mengemukakan pendapatnya mengenai pengembangan organisasi, diantaranya Felix A. Nigro dan Lloyd G. Nigro dalam buku Modern Public Administration, yang mengemukakan bahwa pengembangan organisasi merupakan suatu pendekatan yang didasarkan atas ilmu sosial terhadap analisis masalah-masalah organisasi dan pengefektifan perubahan yang diarahkan dengan menggunakan konsultan-konsultan yang terlatih atau ahli-ahli dalam perusahaan.
Dalam proses pelaksanaannya, pengembangan organisasi memerlukan teknik-teknik yang digunakan sebagai alat atau upaya untuk pencapaian tujuan yang diinginkan dan sangat berpengaruh dalam proses pengembangan organisasi. Beberapa teknik yang digunakan dalam proses pengembangan organisasi yaitu :
1.        Latihan Kepekaan (Sensifity Training)
2.        Pembentukan Tim (Tim Building)
3.        Survei Umpan Balik (Survey Feedback)
4.        Transcational Analysis (TA)
5.        Intergroup Activities;
6.        Konsultasi Proses (Process Consultation)
7.        Third-part Peacemaking;
Disamping itu, model pengembangan organisasi  juga sangat dibutuhkan sebagai komunikasi antara agen pembaharu dengan anggota-anggtota yang ada dalam organisasi. Pembuatan model pengembangan organisasi sangatlah perlu untuk mempermudah komunikasi antara agen pembaharu dengan mereka yang berada dalam organisasi. Model pengembangan yang dijelaskan pada gambar yang terdapat dalam pembahasan model pengembangan organisasi, menggambarkan bahwa :
a.         Program pengembangan organisasi dimulai dari pengenalan bahwa dalam organisasi tersebut terdapat persoalan;
b.        Kemudian, persoalan didiskusikan sehingga tercapai suatu kesamaan pendapat;
c.         Berdasarkan persoalan tersebut, dilakukan analisa organisasi yang dimaksudkan untuk meneliti kembali persoalan tersebut serta untuk mencari sebabnya;
d.        Hasil analisa kemudian disampaikan kepada anggota organisasi dalam bentuk umpan balik;
e.         Tanggapan terhadap umpan balik tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan strategi perubahan;
f.         Strategi tersebut dilaksanakan dalam bentuk intervensi nyata untuk kemudian diukur dan dinilai hasilnya, dan pada akhirnya disampaikan berupa umpan balik.
Dalam pengembangan organisasi, hal yang penting selanjutnya adalah agen perubahan dalam organisasi. Sebagai penentu perubahan apa yang sebaiknya dilakukan dan tidak dilakukan, baik tidaknya perubahan yang akan dihasilkan, sehingga para agen harus benar-benar mengetahui perannya masing-masing. Berwawasan luas dan mempunyai kepercayaan diri yang kuat, karena akan berdampak langsung pada pelaksanaan organisasi dan masyarakat luas.










DAFTAR PUSTAKA

Blau, Peter M. & W. Richard Scott. 1962. Formal Organizations: A Comparative Approach. San Francisco: Chandler Publishing Co.
Eaton, Joseph W. (ed). 1986. Pembangunan Lembaga dan Pembangunan Nasional: Dari Konsep Kegiatan Aplikasi. Terjemahan. Cetakan Pertama. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Edwards, Michael & David Hulme (eds.). 1996. Beyond the Magic Bullet, NGO Performance and Accountability in the Post-Cold World War. United Stated of America: Kumarian Press.
Esman, Milton J. & Norman T. Uphoff. 1984. Local Organization: Intermediaries in Rural Development. Ithaca: Cornell University Press.
Etzioni, Amitai. 1985. Organisasi-Organisasi Modern. Terjemahan. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Hendropuspito, O.C. 1989. Sosiologi Sistematik. Jakarta: Penerbit Kanisius.
Indrawijaya, Adam I. 2000. Perilaku Organisasi. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Koentjoroningrat. 1994. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Lubis, S.B. Hari & Martani Huseini. 1987. Teori Organisasi: Suatu Pendekatan Makro. Depok: Pusat Antar Universitas Ilmu-ilmu Sosial Universitas Indonesia (PAU-IS-UI).
Martindale, Donn. 1966. Institutions, Organizations, and Mass Society. New York: University of Minnesota.
Marzali, Amri. 2001. Pengembangan Institusi Lokal. Modul Perkuliahan Program Magister Konsentrasi Pembangunan Sosial. Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia.
Saharuddin. 2001. Nilai Kultur Inti dan Institusi Lokal Dalam Konteks Masyarakat Multi-Etnis. Bahan Diskusi Tidak Diterbitkan. Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia.
Siagian, Sondang P. 1995. Teori Pengembangan Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Simanjuntak, Tumpal M.S. 2001. Perbedaan antara Organisasi (Organization) dengan Kelembagaan. Makalah disampaikan pada Lokakarya Pengembangan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM)/Unit Pengelola Keuangan (UPK) Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Jakarta: 22-23 Mei 2001.
Soekanto, Soerjono. 1993. Beberapa Teori Sosiologi tentang Struktur Masyarakat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
___________________. 2001. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Taneko, B. Sulaiman. 1993. Struktur dan Proses Sosial: Suatu Pengantar Sosiologi Pembangunan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Uphoff, Norman.T. 1986. Local Institutional Development. An Analitycal Sourcebook with Cases. West Hartford Connecticut: Kumarian Press.
_________________. 1993. Grassroot Organizations and NGOs in Rural Development, Opportunities with Diminishing States and Expanding Market. United States of America: Kumarian Press.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar