KATA
PENGANTAR
Puji
syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat dan hidayahnya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Pengembangan dan Pelembagaan Organisasi” Pada makalah ini Penulis
banyak mengambil dari berbagai sumber dan refrensi dan pengarahan dari berbagai
pihak. oleh sebab itu, dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih
sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna, untuk itu Penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk semua pihak yang membaca…
Teluk Kuantan, Januari 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 2
1.3 Tujuan.................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 4
2.1 ......................................................................................................... 4
2.2 ............................................................................................................... 4
2.3 ............................................................................................................... 5
2.4 ............................................................................................................... 6
2.5 ............................................................................................................... 7
2.6 ............................................................................................................... 8
2.7 ............................................................................................................... 8
BAB III PENUTUP.............................................................................................. 10
3.1 Kesimpulan............................................................................................ 10
3.2 Saran...................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Pengertian
pokok pengembangan organisasi adalah perubahan yang terencana (planned change).
Perubahan , dalam bentuk pembaruan organisasi dan mpengembangan
organisasiernisasi, terus menerus terjadi dan mempunya pengaruh yang sangat
dominan dalam masyarakat kini. Organisasi beserta warganya, yang membentuk
masyakat mpengembangan organisasiern , mau tidak mau harus beradaptasi terhadap
arus perubahan ini. Perubahan perubahan yang terjadi pada dasarnya dapat
dikelompokkan dalam empat katagori , yaitu perkembangan teknologi, perkembangan
prpengembangan organisasiuk, ledakan ilmu pengetahuan dan jasa yang
mengakibatkan makin singkatnya daur hidup para pengembangan organisasi, serta
perubahan sosial yang mempengaruhi perilaku, gaya hidup, nila nila dan harapan
tiap orang.
Untuk dapat
bertahan , organisasi harus mampu mengarahkan warganya agar dapat beradaptasi
dengan baik dan bahkan agar mampu memanfaatkan dampak positif dari berbagai
pembaruan tersebut dengan pengembangan diri dan pengembangan organisasi. Proses
mengarahkan warga organisasi dalam mengembangkan diri menghadapi perubahan
inilah yang dikenal luas sebagai proses organization development (Pengembangan
Organisasi).
Berdirinya
suatu organisasi pastilah mempunyai tujuan, pengembangan organisasi merupakan
sarana untuk mencapai tujuan organisasi. Suatu organisasi juga senantiasa dapat
menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Penjelasan oleh Wendell French,
seorang penulis buku Pengembangan Organisasi dalam Sigit, 2003:39, bahwa
pengembangan organisasi merupakan suatu usaha jangka panjang, bukan usaha
jangka pendek, dalam arti pengembangan organisasi adalah suatu usaha
terus-menerus atau berkelanjutan dan suatu kesediaan untuk melakukan perubahan
secara berkelanjutan.
Sasaran pengembangan organisasi
mengarah pada hubungan pribadi yang lebih efektif antara manajer dan karyawan
di semua jenjang organisasi guna menghapus hambatan-hambatan komunikasi
antarpribadi dan kelompok. Sasaran pengembangan organisasi juga dalam tumbuh
berkembangnya iklim yang ditandai dengan saling percaya dan keterbukaan yang
dapat memotivasi serta menantang anggota organisasi untuk lebih berprestasi.
Pengembangan organisasi juga merupakan
bentuk usaha perubahan berencana yang dikendalikan dan dipimpin oleh top
manajemen. Bertujuan untuk meningkatkan keefektifan kerja dan kesehatan
organisasi. Dalam prakteknya menggunakan metode intervensi berencana terhadap
proses dalam organisasi dengan memanfaatkan teori-teori perilaku. Intervensi
pengembangan organisasi dilakukan oleh manajer atau konsultan dengan sasaran
individu, kelompok, dan organisasi.
Tujuan pengembangan organisasi adalah
untuk meningkatkan prestasi dan keefektifan kerja keseluruhan dari seluruh
kelompok, departemen dan organisasi serta menciptakan kesehatan organisasi ;
memudahkan pemecahan masalah dalam pekerjaan dan meningkatkan mutu keputusan ;
mengadakan perubahan-perubahan yang efektif ; meningkatkan keterlibatan dengan
tujuan organisasi.
Berdasarkan penjelasan diatas, hal yang
melatarbelakangi penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apakah yang
dimaksud dengan pengembangan organisasi, memahami teknik pengembangan
organisasi, mengetahui model pengembangan organisasi, serta agen pengubah dalam
pengembangan organisasi.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengtahui dan
memahami lebih luas tentang pelembagaan dan pengembangan organisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Lembaga
Istilah
“lembaga”, menurut Ensiklopedia Sosiologi diistilahkan dengan “institusi”
--sebagaimana didefinisikan oleh Macmillan-- adalah merupakan seperangkat
hubungan norma-norma, keyakinan-keyakinan, dan nilai-nilai yang nyata, yang
terpusat pada kebutuhan-kebutuhan sosial dan serangkaian tindakan yang penting
dan berulang.
Sementara
itu, Adelman & Thomas dalam buku yang sama mendefinisikan institusi sebagai
suatu bentuk interaksi di antara manusia yang mencakup sekurang-kurangnya tiga
tingkatan. Pertama, tingkatan nilai kultural yang menjadi acuan
bagi institusi yang lebih rendah tingkatannya. Kedua, mencakup
hukum dan peraturan yang mengkhususkan pada apa yang disebut aturan main (the
rules of the game). Ketiga, mencakup pengaturan yang bersifat
kontraktual yang digunakan dalam proses transaksi. Ketiga tingkatan
institusi di atas menunjuk pada hirarki mulai dari yang paling ideal (abstrak)
hingga yang paling konkrit, dimana institusi yang lebih rendah berpedoman pada
institusi yang lebih tinggi tingkatannya.
Pengertian
lain dari lembaga adalah “pranata”. Koentjaraningrat misalnya, lebih
menyukai sebutan pranata, dan mengelompokkannya ke dalam 8 (delapan) golongan,
dengan prinsip penggolongan berdasarkan kebutuhan hidup manusia.
Kedelapan golongan pranata tersebut adalah sebagai berikut:
(a)
Pranata-pranata yang bertujuan
memenuhi kebutuhan kehidupan kekerabatan, yang disebut dengan kinship
atau domestic institutions;
(b)
Pranata-pranata yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia, yaitu untuk mata pencaharian, memproduksi,
menimbun, mengolah, dan mendistribusi harta dan benda, disebut dengan economic
institutions. Contoh: pertanian, peternakan, pemburuan, feodalisme,
industri, barter, koperasi, penjualan, dan sebagainya;
(c)
Pranata-pranata yang bertujuan
memenuhi kebutuhan penerangan dan pendudukan manusia supaya menjadi anggota
masyarakat yang berguna, disebut educational institutions;
(d)
Pranata-pranata yang bertujuan
memenuhi kebutuhan ilmiah manusia, menyelami alam semesta di sekelilingnya,
disebut scientific institutions;
(e)
Pranata-pranata yang bertujuan
memenuhi kebutuhan manusia menyatakan rasa keindahan dan untuk rekreasi,
disebut aesthetic and recreational institutions;
(f)
Pranata-pranata yang bertujuan
memenuhi kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan tuhan atau dengan alam
gaib, disebut religious institutions;
(g)
Pranata-pranata
yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk mengatur kehidupan berkelompok
secara besar-besaran atau kehidupan bernegara, disebut political
institutions. Contoh dari institusi politik di sini adalah
pemerintahan, demokrasi, kehakiman, kepartaian, kepolisian, ketentaraan, dan
sebagainya; dan
(h)
Pranata-pranata yang mengurus
kebutuhan jasmaniah dari manusia, disebut dengan somatic institutions.
Hendropuspito
lebih suka menggunakan kata institusi dari pada lembaga. Menurutnya
institusi merupakan suatu bentuk organisasi yang secara tetap tersusun dari
pola-pola kelakuan, peranan-peranan dan relasi sebagai cara yang mengikat guna
tercapainya kebutuhan-kebutuhan sosial dasar. Unsur penting yang
melandasi sebuah institusi menurut Hendropuspito dapat dilihat dari unsur
definisi sebagai berikut:
(a) Kebutuhan
sosial dasar (basic needs)
Kebutuhan sosial dasar terdiri atas sejumlah nilai material, mental dan
spiritual, yang pengadaannya harus terjamin, tidak dapat dipengaruhi oleh
faktor-faktor kebetulan atau kerelaan seseorang. Misalnya: kebutuhan
sandang, pangan, perumahan, kelangsungan jenis/keluarga, pendidikan, kebutuhan
ini harus dipenuhi.
(b) Organisasi
yang relatif tetap
Dasar pertimbangannya mudah dipahami, karena kebutuhan yang hendak
dilayani bersifat tetap. Memang harus diakui bahwa apa yang dibuat oleh
manusia tunduk pada hukum perubahan, tetapi berdasarkan pengamatan dapat
dikatakan bahwa institusi pada umumnya berubah lambat, karena pola kelakuan dan
peranan-peranan yang melekat padanya tidak mudah berubah.
(c) Institusi
merupakan organisasi yang tersusun/terstruktur
Komponen-komponen penyusunnya terdiri dari pola-pola kelakuan, peranan
sosial, dan jenis-jenis antarrelasi yang sifatnya lebih kurang tetap.
Kedudukan dan jabatan ditempatkan pada jenjang yang telah ditentukan dalam
struktur yang terpadu.
(d) Institusi
sebagai cara (bertindak) yang mengikat
Keseluruhan
komponen yang dipadukan itu dipandang oleh semua pihak yang berkepentingan
sebagai suatu bentuk cara hidup dan bertindak yang mengikat. Mereka
menyadari bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam suatu institusi harus
disesuaikan dengan aturan institusi. Pelanggaran terhadap norma-norma dan
pola-pola kelakuan dikenai sanksi yang setimpal. Dalam institusi
keterikatan pada norma dan pola dianggap begitu penting bahkan diperkuat dengan
seperangkat sanksi demi tercapainya kelestarian dan ketahanan secara
kesinambungan.
Sementara Sulaeman Taneko mendefinisikan institusi
dengan adanya norma-norma dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat dalam institusi
tersebut. Institusi merupakan pola-pola yang telah mempunyai kekuatan
tetap dan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan haruslah dijalankan atas atau
menurut pola-pola itu. Norman T. Uphoff, seorang ahli sosiologi yang banyak
berkecimpung dalam penelitian lembaga lokal, menyatakan sangat sulit sekali
mendefinisikan institusi, karena pengertian institusi sering dipertukarkan
dengan organisasi.
..… institutions are complexes of norms and
behaviors that persist over time serving collectivelly valued purposes.
Institusi
atau lembaga merupakan serangkaian norma dan perilaku yang sudah bertahan
(digunakan) selama periode waktu tertentu (yang relatif lama) untuk mencapai
maksud/tujuan yang bernilai kolektif (bersama) atau maksud-maksud lain yang
bernilai sosial.
Dari berbagai definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa lembaga
itu tidak hanya organisasi-organisasi yang memiliki kantor saja tetapi juga
aturan-aturan yang ada di masyarakat dapat dikategorikan sebagai suatu
lembaga. Beberapa contoh lembaga yang banyak dijumpai di perdesaan
misalnya aturan dalam pinjam-meminjan uang atau perkreditan, ketentuan dalam
jual beli hasil pertanian, aturan-aturan dalam sewa-menyewa, kaidah-kaidah
dalam bagi hasil, dan sebagainya.
2.2 Perbedaan
Lembaga/Kelembagaan dengan Organisasi
Amitai Etzioni mengatakan bahwa masyarakat terdiri
organisasi-organisasi, dimana hampir dari semua dari kita melewati masa hidup
dengan bekerja untuk kepentingan organisasi. Dengan demikian organisasi
adalah suatu unit sosial (pengelompokan sosial) yang sengaja dibentuk dan
dibentuk kembali dengan penuh pertimbangan dalam rangka mencapai tujuan
tertentu. Namun untuk mendefinisikan organisasi dapat dilakukan dengan
berbagai macam cara. Hal ini karena organisasi merupakan sesuatu yang
abstrak, sulit dilihat namun bisa dirasakan eksistensinya. Secara umum, definisi organisasi merupakan rangkaian kegiatan kerjasama
yang dilakukan beberapa orang dalam upaya mencapai tujuan yang
ditetapkan. Peter M. Blau & W. Richard Scott mendefinisikan bahwa
organisasi itu memiliki tujuan dan memiliki sesuatu yang formal, ada
administrasi staf yang biasanya eksis dan bertanggung jawab serta adanya
koordinasi dalam melaksanakan kegiatan anggotanya.
S.B. Hari Lubis & Martani Huseini (1987:1) mendefinisikan organisasi
sebagai satu kesatuan sosial dari sekelompok manusia yang saling berinteraksi
menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi
dan tugasnya masing-masing, yang sebagai satu kesatuan mempunyai tujuan
tertentu dan mempunyai batas-batas yang jelas, sehingga bisa dipisahkan secara
tegas dari lingkungannya. Selanjutnya, menurut Lubis &
Huseini terdapat 3 (tiga) pendekatan yang lazim digunakan dalam menganalisis
organisasi, yaitu: (1) pendekatan Klasik, (2) pendekatan Neo-Klasik, dan (3)
pendekatan Moderen atau pendekatan Sistem. Pertama, pendekatan
Klasik, yang menurut pandangan Taylor lebih menekankan akan efisiensi
organisasi dalam mencapai tujuan. Dalam pendekatan ini peran pekerja
dipisahkan dari peran manajer. Pekerja diklasifikasikan pada satu bidang
yang hanya bertugas melaksanakan pekerjaan saja, sedangkan manajer bertugas
mengelola metode kerja yang sebaiknya digunakan. Akibatnya, pekerja
merasa seperti mesin yang dikuras tenaganya untuk melaksanakan tugas-tugas
organisasi.
Kedua, pendekatan Neo-Klasik. lebih
menekankan akan pentingnya hubungan antarmanusia (human relations)
bagi keberhasilan suatu organisasi dan kurang memperhatikan struktur pembagian
tugas, wewenang, dan tanggungjawab organisasi. Interaksi sosial atau human
relations ini akan memunculkan kelompok-kelompok nonformal dalam suatu
organisasi yang memiliki norma sendiri dan berlaku serta menjadi pegangan bagi
seluruh anggota kelompok. Norma kelompok ini berpengaruh terhadap sikap
maupun prestasi anggota kelompok. Interaksi sosial ini perlu diarahkan
sehingga dapat membantu pencapaian tujuan-tujuan organisasi.
Ketiga, pendekatan Moderen, yang menekankan pentingnya faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi dan dipengaruhi organisasi, dimana organisasi merupakan
bagian dari lingkungannya. Keterbukaan dan ketergantungan organisasi
terhadap lingkungannya menyebabkan bentuk organisasi harus disesuaikan dengan
lingkungan dimana organisasi itu berada.
Dalam sudut pandang yang lain, organisasi dipandang sebagai wadah
berbagai kegiatan dan sebagai proses interaksi antara orang-orang yang terdapat
di dalamnya. Sondang P. Siagian misalnya, menyebutkan bahwa organisasi
sebagai wadah melihat organisasi sebagai struktur yang memiliki jenjang hirarki
jabatan manajerial, berbagai kegiatan operasional, komunikasi yang digunakan,
informasi yang digunakan serta hubungan antarsatuan kerja. Kemudian
organisasi sebagai wadah, melihat pemilihan dan penggunaan tipe organisasi
tertentu, apakah bertipe lini, lini dan staf, fungsional, matrik, dan
panitia. Kemudian organisasi dipandang sebagai suatu proses interaksi
memiliki anggapan bahwa keberhasilan satuan-satuan kerja di dalam organisasi
dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi interaksi antaranggota,
satuan-satuan kerja serta organisasi dengan lingkungannya.
Untuk meneliti sebuah organisasi, tidak terlepas dari keberadaan
institusi. Menurut Talcott Parson, masyarakat itu merupakan kumpulan
individu yang membawa budaya masing-masing dengan membentuk lembaga atau institusi
sendiri. Menurutnya, sistem-sistem sosial yang ada di masyarakat itu
dapat dilihat sebagai suatu organisasi, yang apabila akan diteliti akan dilihat
pula nilai-nilai yang ada pada lembaga serta aturan-aturan yang mengikat
individu. Kemudian diimplementasikan nilai-nilai adaptasi, prosedur serta norma
atau pola-pola pada suatu organisasi. Lebih lanjut, konflik pada suatu
subsistem dalam organisasi menurut analisis Parson akan mempengaruhi subsistem
lainnya. Untuk ini perlu ada kesetimbangan diantara semua subsistem.
Kemudian,
Robert Presthus mengatakan bahwa pada sebuah organisasi besar akan ditemukan
spesialisasi, hierarki, status, efisiensi, rasionalisasi, dan kooptasi.
Spesialisasi terjadi pada tenaga kerja, hierarki pada bagan organisasi yang dimulai
pada paling atas hingga paling bawah, status dibuat untuk melihat adanya
tanggungjawab, rasa hormat, rasa istimewa yang dimiliki pada posisi
hierarki. Kooptasi adalah kecenderungan para elit memberi tanda sesuatu
dengan alat untuk menjaga monopoli. Dalam ukuran organisasi besar juga
sangat tergantung pada volume kerja, sumber modal, banyaknya pelanggan dan
klien, dan luas tanah pada aktivitasnya. Sementara efisiensi dalam hal
ini merupakan hal yang terpenting bagi organisasi untuk dapat bertahan.
Bila dilihat
dari perspektif ekonomi, Donn Martindale mengatakan bahwa besarnya organisasi
sangat dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu pembagian tenaga kerja, hubungan
formal, dan rasionalisasi. Pertama, pembagian tenaga kerja,
menurut teori organisasi klasik akan meningkatkan efisiensi. Namun ketika
mesin-mesin digunakan membantu tugas manusia, skill akan berpengaruh
dalam menggerakkan mesin-mesin tersebut. Organisasi besar membutuhkan
adanya spesialisasi.
Kedua, hubungan
formal, dimana individu yang menjadi anggota dalam suatu organisasi saling
berinteraksi yang bersifat formal. Sifat formal dalam hubungan ini
diakibatkan adanya hirarki jabatan yang mengatur jalannya suatu
organisasi. Birokrasi di dalam organisasi berdampak pada tingkah laku individu
dalam berhubungan. Artinya birokrasi di dalam organisasi ini akan
mengatur pola hubungan tingkah laku individu dalam berinteraksi.
Ketiga, rasionalitas, yaitu bagaimana
suatu organisasi memandang sesuatu secara rasional. Misalnya hubungan
antara tenaga kerja dengan beban kerja yang harus dilaksanakan, peningkatan
kapabilitas individu untuk meningkatkan skill sebagai upaya menjalankan
tugas-tugas organisasi.
Dengan
demikian, untuk meneliti sebuah kelompok, menurut Martindale harus melihat
kegiatan yang dihasilkan kelompok tersebut, yang meliputi: pengambilan
keputusan, komunikasi, penyelesaian tugas, dan pembagian hasil pada suatu
kelompok. Kegiatan-kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan suatu
organisasi dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan anggotanya. Dengan
demikian di dalam suatu lembaga ini terkandung prinsip-prinsip ekonomi.
Walaupun
organisasi membutuhkan adanya pola-pola perilaku yang membawa keefektifan suatu
organisasi, namun definisi lembaga di
atas, dapat dilihat adanya perbedaan organisasi dengan lembaga atau
institusi. Menurut Uphoff, organisasi merupakan struktur yang mengakui
dan menerima adanya peranan. Organisasi bergerak pada bidang formal dan
informal dimana struktur yang ada, dihasilkan dari adanya interaksi diantara
peranan yang semakin kompleks.
Dari kedua
definisi di atas dapat dilihat bahwa lembaga hadir untuk memenuhi kebutuhan
satu kelompok manusia dan bukan kebutuhan perorangan. Naluri manusia yang
membutuhkan orang lain untuk berinteraksi, seperti misalnya ketertarikan
terhadap seks pada diri manusia, yang mengakibatkan manusia untuk hidup
berkelompok. Ada tua dan muda serta laki-laki dan perempuan yang secara
harfiah manusia membutuhkan bantuan orang lain. Kemudian akan terjadi
aksi sosial, tingkah laku sosial di dalam kelompok, sehingga tercipta suatu
lembaga yang memenuhi kebutuhan seks manusia. Begitu pula akan lembaga-lembaga
lain yang hadir di sekitar masyarakat itu sendiri.
Pembahasan
ini lebih menitikberatkan pada sebuah lembaga yang dalam memenuhi kebutuhan
anggotanya, menggunakan prinsip-prinsip organisasi. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Martindale bahwa lembaga atau institusi merupakan suatu pola
hubungan yang dicerminkan oleh kelompok, dimana melihat hubungan tingkah laku
manusia yang telah terorganisasi pada sebuah kelompok. Untuk melihat hubungan
tingkah laku tersebut, tidak dapat dilakukan dengan melihat tingkah laku satu
orang atau beberapa orang sebagai sampel. Hal ini karena pada sebuah
kelompok terdiri dari beberapa individu yang memiliki karakter yang berbeda dan
individu ini saling mempengaruhi sehingga tidak dapat berdiri sendiri.
Terlalu banyak orang yang
mencampuradukkan pengertian dan pemahaman tentang kelembagaan (institution) dan organisasi (organization/institute). Karena
itu begitu banyak pula orang atau badan pelaksana pembangunan yang menyatakan
akan melakukan “pengembangan kelembagaan” tetapi ternyata (yang dilakukan)
hanyalah membentuk satu organisasi baru di komunitas dalam rangka proyek
itu.
Kekeliruan pemahaman seperti ini telah menjadi sangat umum
sehingga organisasi dan kelembagaan juga dimengerti secara “salah kaprah” di mana-mana. Hal ini
pulalah yang mengakibatkan pengembangan kelembagaan diterjemahkan secara salah kaprah menjadi pembentukan
organisasi. Berulangkali kekeliruan ini dilakukan oleh badan-badan dan
organisasi pelaksana pembangunan (baik lembaga donor, pemerintah, maupun
lembaga swadaya masyarakat), terutama dalam pelaksanaan pembangunan yang
berhubungan langsung dengan suatu warga.
Kekeliruan fatal dan klasik ini diantaranya dicontohkan oleh
Tumpal M.S. Simanjuntak dalam kasus pembentukan organisasi Lembaga Ketahanan
Masyarakat Desa (LKMD) dan Lembaga Musyawarah Desa (LMD). Seperti kita ketahui,
kedua organisasi tersebut dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979
tentang Pokok-pokok Pemerintahan Desa, dan Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun
1980 tentang Penyempurnaan dan Peningkatan Fungsi Lembaga Sosial Desa menjadi
Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa, yang kemudian diterjemahkan lebih lanjut
oleh Keputusan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 27 Tahun tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD).
Kenyataannya, setelah sekian puluh
tahun, ternyata tidak ada ketahanan apapun yang telah terlembagakan di
masyarakat desa/kelurahan. Krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan
tahun 1997 yang memporakporandakan ketahanan masyarakat baik di perdesaan
maupun di perkotaan telah menjadi bukti paling sahih betapa pembentukan
organisasi LKMD/LMD telah menjadi instrumen yang keliru dalam rangka
mengembangkan kelembagaan ketahanan masyarakat desa --termasuk di dalamnya
ketahanan ekonomi.
Dalam konteks Pengembangan Kelembagaan,
hal yang seharusnya dilakukan sedikitnya harus mencakup upaya memberikan pemahaman yang benar
terhadap istilah organisasi (organization/institute),
kelembagaan (institution), dan juga
pelembagaan atau melembagakan (institutionalization/
institutionalizing). Norman T.
Uphoff, salah seorang penggagas People-Centered
Development Forum mengajukan definisi sederhana yang membedakan antara
organisasi (organization) dengan
kelembagaan (institution) sebagai
berikut :
Organizations
are structures of recognised and accepted roles. Institutions are complexes of
norms and behaviours that persist over time by serving collectively (socially)
valued purposed.
(Organisasi adalah struktur peran yang
telah dikenal dan diterima. Kelembagaan/pranata adalah serangkaian norma
dan perilaku yang sudah bertahan –atau digunakan-- selama periode waktu
tertentu --yang relatif lama-- untuk mencapai maksud/tujuan bernilai kolektif/
bersama atau maksud-maksud yang bernilai sosial). Ada beberapa tipe
kelembagaan (pranata). Ada kelembagaan yang bukan organisasi (institutions that are not organizations),
ada kelembagaan yang juga merupakan organisasi (institutions that are organizations), dan organisasi yang bukan
kelembagaan (organizations that are not
institutions).
Penjelasaan lebih rinci tentang pemahaman terhadap
kelembagaan dan organisasi mengacu pada Gambar 1 di atas diuraikan dengan
contoh-contoh sebagai berikut:
1.
Sebuah
Bank dapat disebut sebagai organisasi karena di dalamnya terdapat struktur
peran-peran yang telah dikenal dan diakui. Ada peran Kepala (Direktur),
ada peran Bagian Kredit, ada peran Bagian Pelayanan Nasabah (Customer Service), dan sebagainya. Sebagai kelembagaan (institution), Bank sebagai penyedia jasa untuk melakukan
“simpan-pinjam” uang, penggunaan jasa Bank sudah menjadi norma dan perilaku
masyarakat luas yang memiliki dan memerlukan uang. Karenanya Bank adalah
kelembagaan yang juga organisasi.
2.
Undang-undang
Perbankan sebagai suatu kelembagaan (institution)
dalam rangka penyediaan pelayanan jasa keuangan sudah menjadi kebutuhan bersama
suatu kelompok warga, bahkan masyarakat dunia. Berbagai aturan dan tata
cara yang diatur di dalam undang-undang itu telah menjadi norma dan perilaku umum
dalam kegiatan simpan-pinjam uang. Tetapi Undang-undang Perbankan tidak memiliki
Ketua (Direktur), Kepala Bagian, dan sebagainya. Karena itu Undang-undang
Perbankan dalam hal ini adalah kelembagaan (institution)
yang bukan organisasi.
3.
Kelompok
arisan ibu-ibu di suatu Rukun Tetangga (RT) adalah sebuah organisasi karena di
dalamnya ada struktur peran yang telah dikenal dan diakui oleh para peserta
arisan itu. Kelompok arisan tersebut dapat bubar (tidak diteruskan
keberadaannya) setelah semua anggota mendapat giliran memperoleh uang arisan.
Karenanya, dan terutama atas pertimbangan persistensinya, sebuah kelompok
arisan sebagaimana digambarkan di atas belum dapat disebut sebagai suatu
kelembagaan (institution).
Menyimak penjelasan di atas (terutama butir ketiga), sebuah
organisasi suatu saat dapat saja menjadi kelembagaan, tetapi itu baru terwujud
jika fungsi dan peran organisasi itu dalam kaitannya dengan kepentingan warga,
diakui secara luas sebagai suatu norma dan perilaku bersama. Dengan
demikian, dan jikapun diinginkan, agar suatu organisasi dapat menjadi
kelembagaan (institution), diperlukan
waktu cukup lama hingga aturan dan tata cara menyalurkan dan memperoleh
pelayanan dari organisasi itu diakui secara luas sebagai norma dan perilaku
bersama (kolektif) sebagaimana yang dicontohkan pada Bank. Organisasi
yang juga adalah kelembagaan seperti halnya Bank adalah Kepolisian, Kejaksaan,
Pengadilan, misalnya.
Dalam tataran praktis, ketika masyarakat sudah mulai memberi
istilah “plesetan” untuk LKMD (Lalu
Ketua Makan Duluan) dan untuk KUD (Ketua Untung Duluan), maka sesungguhnya kedua
organisasi “bentukan top-down”
tersebut dengan sendirinya telah dinyatakan gagal mengembangkan norma dan
perilaku positif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat banyak.
Karenanya keduanya tidak lagi atau mungkin tidak pernah layak disebut sebagai
suatu kelembagaan (institution).
Jika suatu organisasi pada akhirnya diharapkan akan
dilembagakan maka upaya yang harus dilakukan haruslah merupakan suatu proses
pelembagaan (institutionalizing) yang
digambarkan pada bahasan berikutnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengembangan Organisasi merupakan
proses, pendekatan atau metode yang bertujuan untuk mengadakan sebuah perubahan
dalam sebuah organisasi kearah yang lebih baik. Dengan penerapan nilai-nilai,
ide dan gagasan-gagasan baru yang lebih signifikan agar organisasi semakin
berkembang kearah yang positif dan maju.
Beberapa ahli telah banyak mengemukakan
pendapatnya mengenai pengembangan organisasi, diantaranya Felix A. Nigro dan
Lloyd G. Nigro dalam buku Modern Public
Administration, yang mengemukakan bahwa pengembangan organisasi merupakan
suatu pendekatan yang didasarkan atas ilmu sosial terhadap analisis
masalah-masalah organisasi dan pengefektifan perubahan yang diarahkan dengan
menggunakan konsultan-konsultan yang terlatih atau ahli-ahli dalam perusahaan.
Dalam proses pelaksanaannya,
pengembangan organisasi memerlukan teknik-teknik yang digunakan sebagai alat
atau upaya untuk pencapaian tujuan yang diinginkan dan sangat berpengaruh dalam
proses pengembangan organisasi. Beberapa teknik yang digunakan dalam proses
pengembangan organisasi yaitu :
1.
Latihan Kepekaan (Sensifity Training)
2.
Pembentukan Tim (Tim Building)
3.
Survei Umpan Balik (Survey Feedback)
4.
Transcational
Analysis (TA)
5.
Intergroup
Activities;
6.
Konsultasi Proses (Process Consultation)
7.
Third-part
Peacemaking;
Disamping itu, model pengembangan
organisasi juga sangat dibutuhkan
sebagai komunikasi antara agen pembaharu dengan anggota-anggtota yang ada dalam
organisasi. Pembuatan model pengembangan organisasi sangatlah perlu untuk
mempermudah komunikasi antara agen pembaharu dengan mereka yang berada dalam
organisasi. Model pengembangan yang dijelaskan pada gambar yang terdapat dalam
pembahasan model pengembangan organisasi, menggambarkan bahwa :
a.
Program pengembangan organisasi dimulai
dari pengenalan bahwa dalam organisasi tersebut terdapat persoalan;
b.
Kemudian, persoalan didiskusikan
sehingga tercapai suatu kesamaan pendapat;
c.
Berdasarkan persoalan tersebut,
dilakukan analisa organisasi yang dimaksudkan untuk meneliti kembali persoalan
tersebut serta untuk mencari sebabnya;
d.
Hasil analisa kemudian disampaikan
kepada anggota organisasi dalam bentuk umpan balik;
e.
Tanggapan terhadap umpan balik tersebut
dapat digunakan untuk mengembangkan strategi perubahan;
f.
Strategi tersebut dilaksanakan dalam
bentuk intervensi nyata untuk kemudian diukur dan dinilai hasilnya, dan pada
akhirnya disampaikan berupa umpan balik.
Dalam pengembangan organisasi, hal yang
penting selanjutnya adalah agen perubahan dalam organisasi. Sebagai penentu
perubahan apa yang sebaiknya dilakukan dan tidak dilakukan, baik tidaknya
perubahan yang akan dihasilkan, sehingga para agen harus benar-benar mengetahui
perannya masing-masing. Berwawasan luas dan mempunyai kepercayaan diri yang
kuat, karena akan berdampak langsung pada pelaksanaan organisasi dan masyarakat
luas.
DAFTAR
PUSTAKA
Blau, Peter M. & W. Richard Scott. 1962. Formal Organizations: A Comparative Approach.
San Francisco: Chandler Publishing Co.
Eaton, Joseph W. (ed). 1986. Pembangunan Lembaga dan Pembangunan Nasional:
Dari Konsep Kegiatan Aplikasi. Terjemahan. Cetakan Pertama. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Edwards, Michael & David
Hulme (eds.). 1996. Beyond the Magic Bullet, NGO Performance and
Accountability in the Post-Cold World War. United Stated of America:
Kumarian Press.
Esman, Milton J. & Norman T.
Uphoff. 1984. Local Organization: Intermediaries in Rural Development.
Ithaca: Cornell University Press.
Etzioni, Amitai. 1985. Organisasi-Organisasi Modern.
Terjemahan. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Hendropuspito,
O.C. 1989. Sosiologi Sistematik.
Jakarta: Penerbit Kanisius.
Indrawijaya, Adam I. 2000. Perilaku Organisasi. Bandung: Sinar
Baru Algesindo.
Koentjoroningrat. 1994. Kebudayaan, Mentalitas, dan
Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Lubis, S.B. Hari & Martani
Huseini. 1987. Teori Organisasi: Suatu
Pendekatan Makro. Depok: Pusat Antar Universitas Ilmu-ilmu Sosial
Universitas Indonesia (PAU-IS-UI).
Martindale, Donn. 1966. Institutions,
Organizations, and Mass Society. New York: University of Minnesota.
Marzali, Amri. 2001. Pengembangan Institusi Lokal. Modul
Perkuliahan Program Magister Konsentrasi Pembangunan Sosial. Depok: Program
Pascasarjana Universitas Indonesia.
Saharuddin. 2001. Nilai Kultur Inti dan Institusi Lokal Dalam
Konteks Masyarakat Multi-Etnis. Bahan Diskusi Tidak Diterbitkan. Depok:
Program Pascasarjana Universitas Indonesia.
Siagian, Sondang P. 1995. Teori Pengembangan Organisasi.
Jakarta: Bumi Aksara.
Simanjuntak, Tumpal M.S. 2001. Perbedaan antara Organisasi (Organization)
dengan Kelembagaan. Makalah disampaikan pada Lokakarya Pengembangan
Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM)/Unit Pengelola Keuangan (UPK) Proyek
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Jakarta: 22-23 Mei 2001.
Soekanto, Soerjono. 1993. Beberapa Teori Sosiologi tentang Struktur
Masyarakat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
___________________. 2001. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Taneko, B. Sulaiman. 1993. Struktur dan Proses Sosial: Suatu Pengantar
Sosiologi Pembangunan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Uphoff, Norman.T. 1986. Local Institutional Development. An
Analitycal Sourcebook with Cases. West Hartford Connecticut: Kumarian
Press.
_________________. 1993. Grassroot
Organizations and NGOs in Rural Development, Opportunities with Diminishing
States and Expanding Market. United States of America: Kumarian
Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar