BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Selama hampir 57 tahun sebagai
bangsa merdeka kita dihadapkan pada panggung sejarah perpolitikan dan
ketatanegaraan dengan dekorasi, setting, aktor, maupun cerita yang
berbeda-beda. Setiap pentas sejarah cenderung bersifat ekslusif dan Steriotipe.
Karena kekhasannya tersebut maka kepada setiap pentas sejarah yang terjadi
dilekatkan suatu atribut demarkatif, seperti Orde Lama, Orde Baru Dan massa
Orde Reformasi.
Karena esklusifitas tersebut
maka sering terjadi pandangan dan pemikiran yang bersifat apologetik dan keliru
bahwa masing-masing Orde merefleksikan tatanan perpolitikan dan ketatanegaraan
yang sama sekali berbeda dari Orde sebelumnya dan tidak ada ikatan historis
sama sekali. Orde Baru
lahir karena adanya Orde Lama, dan Orde Baru sendiri haruslah diyakini sebagai
sebuah panorama bagi kemunculan Orde Reformasi. Demikian juga setelah Orde
Reformasi pastilah akan berkembang pentas sejarah perpolitikan dan
ketatanegaraan lainnya dengan setting dan cerita yang mungkin pula tidak sama.
Dari perspektif ini maka dapat
dikatakan bahwa Orde Lama telah memberikan landasan kebangsaan bagi
perkembangan bangsa Indonesia. Sementara itu Orde Baru telah banyak memberikan
pertumbuhan wacana normatif bagi pemantapan ideologi nasional, terutama melalui
konvergensi nilai-nilai sosial-budaya (Madjid,1998) Orde Reformasi sendiri
walaupun dapat dikatakan masih dalam proses pencarian bentuk, namun telah
menancapakan satu tekad yang berguna bagi penumbuhan nilai demokrasi dan
keadilan melalui upaya penegakan supremasi hukum dan HAM. Nilai-nilai tersebut
akan terus di Justifikasi dan diadaptasikan dengan dinamika yang terjadi.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah yang hendak
di Uraikan dalam makalah ini adalah :
1.
Pengertian Politik dan Bisnis.?
2.
Perbandingan Bisnis dan Politik dimassa Orde Baru dan
reformasi.?
1.3 Tujuan
Penulisan
Tujuan dari Penulisan ini untuk:
1.
Untuk mengetahui penertian Politik dan Bisnis.
2.
Untuk mengetahui bagaimana perbedaan bisnis dan
politik dimassa orde baru dan reformasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Pengertian
Politik
Secara etimologis, politik berasal dari kata Yunani polis
yang berarti kota atau negara kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi
polites yang berarti warganegara, politeia yang berarti semua yang berhubungan
dengan negara, politika yang berarti pemerintahan negara dan politikos yang
berarti kewarganegaraan. Aristoteles (384-322 SM) dapat dianggap sebagai orang
pertama yang memperkenalkan kata politik melalui pengamatannya tentang manusia
yang ia sebut zoon politikon. Dengan istilah itu ia ingin menjelaskan bahwa
hakikat kehidupan sosial adalah politik dan interaksi antara dua orang atau
lebih sudah pasti akan melibatkan hubungan politik.
Aristoteles melihat politik sebagai kecenderungan alami dan
tidak dapat dihindari manusia, misalnya ketika ia mencoba untuk menentukan
posisinya dalam masyarakat, ketika ia berusaha meraih kesejahteraan pribadi,
dan ketika ia berupaya memengaruhi orang lain agar menerima pandangannya.
Aristoteles berkesimpulan bahwa usaha memaksimalkan kemampuan individu dan
mencapai bentuk kehidupan sosial yang tinggi adalah melalui interaksi politik
dengan orang lain. Interaksi itu terjadi di dalam suatu kelembagaan yang
dirancang untuk memecahkan konflik sosial dan membentuk tujuan negara.
Dengan demikian kata politik menunjukkan suatu aspek
kehidupan, yaitu kehidupan politik yang lazim dimaknai sebagai kehidupan yang
menyangkut segi-segi kekuasaan dengan unsur-unsur: negara (state), kekuasaan
(power), pengambilan keputusan (decision making), kebijakan (policy, beleid),
dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation). Pada umumnya dapat
dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu
sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan
dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.
Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu
yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya
berkisar di lingkungan kekuasaan negara atau tindakan-tindakan yang
dilaksanakan oleh penguasa negara. Dalam beberapa aspek kehidupan, manusia
sering melakukan tindakan politik, baik politik dagang, budaya, sosial, maupun
dalam aspek kehidupan lainnya. Demikianlah politik selalu menyangkut tujuan-tujuan
dari seluruh masyarakat (public goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang
(private goals). Politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok, termasuk partai
politik dan kegiatan-kegiatan perseorangan (individu). Pengertian politik dari
para ilmuwan:
1.
Johan
Kaspar Bluntschli dalam buku The Teory of the State: “Ilmu Politik adalah ilmu
yang memerhatikan masalah kenegaraan, dengan memperjuangkan pengertian dan
pemahaman tentang negara dan keadaannya, sifat-sifat dasarnya, dalam berbagai
bentuk atau manifestasi pembangunannya.” (The science which is concerned with
the state, which endeavor to understand and comprehend the state in its
conditions, in its essentials nature, in various forms or manifestations its
development).
2.
Roger
F. Soltau dalam bukunya Introduction to Politics: “Ilmu Politik mempelajari
negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan
itu; hubungan antara negara dengan warganegaranya serta dengan negara-negara
lain.” (Political science is the study of the state, its aims and purposes …
the institutions by which these are going to be realized, its relations with
its individual members, and other states …).
3.
J.
Barents dalam bukunya Ilmu Politika: “Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari
kehidupan negara … yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, ilmu
politik mempelajari negara-negara itu dalam melaksanakan tugas-tugasnya.”
4.
Joyce
Mitchel dalam bukunya Political Analysis and Public Policy: “Politik adalah
pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk seluruh
masyarakat.” (Politics is collective decision making or the making of public
policies for an entire society).
5.
Harold
D. Laswell dan A. Kaplan dalam buku Power Society: “Ilmu Politik mempelajari
pembentukan dan pembagian kekuasaan”, dan dalam buku Who gets What, When and
How, Laswell menegaskan bahwa “Politik adalah masalah siapa, mendapat apa,
kapan dan bagaimana.”
6.
Karl
W. Duetch dalam buku Politics and Government: How People Decide Their Fate:
“Politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum.” (Politics is the
making of decision by public means).
7.
David
Easton dalam buku The Political System: “Ilmu politik adalah studi mengenai
terbentuknya kebijakan umum.” Menurutnya “Kehidupan politik mencakup
bermacam-macam kegiatan yang memengaruhi kebijakan dari pihak yang berwenang
yang diterima oleh suatu masyarakat dan yang memengaruhi cara untuk
melaksanakan kebijakan itu. Kita berpartisipasi dalam kehidupan politik jika
aktivitas kita ada hubungannya dengan pembuatan dan pelaksanaan kebijakan untuk
suatu masyarakat.” (Political life concerns all those varieties of activity
that influence significantly the kind of authoritative policy adopted for a
society and the way it is put into practice. We are said to be participating in
political life when our activity relates in some way to the making and
execution of policy for a society).
8.
Ossip
K. Flechtheim dalam buku Fundamentals of Political Science: “Ilmu politik
adalah ilmu sosial yang khusus mempelajari sifat dan tujuan dari negara sejauh
negara merupakan organisasi kekuasaan, beserta sifat dan tujuan dari
gejala-gejala kekuasaan lain yang tak resmi, yang dapat memengaruhi negara.”
(Political science is that specialized social science that studies the nature
and purpose of the state so far as it is a power organization and the nature
and purpose of other unofficial power phenomena that are apt to influence the
state).
9.
Deliar
Noer dalam buku Pengantar ke Pemikiran Politik: “Ilmu Politik memusatkan
perhatian pada masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat.
Kehidupan seperti ini tidak terbatas pada bidang hukum semata-mata, dan tidak
pula pada negara yang tumbuhnya dalam sejarah hidup manusia relatif baru. Di
luar bidang hukum serta sebelum negara ada, masalah kekuasaan itu pun telah
pula ada. Hanya dalam zaman modern ini memanglah kekuasaan itu berhubungan erat
dengan negara.”
10.
Kosasih
Djahiri dalam buku Ilmu Politik dan Kenegaraan: “Ilmu politik yang melihat
kekuasaan sebagai inti dari politik melahirkan sejumlah teori mengenai cara
memperoleh dan melaksanakan kekuasaan. Sebenarnya setiap individu tidak dapat
lepas dari kekuasaan, sebab memengaruhi seseorang atau sekelompok orang dapat
menampilkan laku seperti yang diinginkan oleh seorang atau pihak yang
memengaruhi.”
11.
Wirjono
Projodikoro menyatakan bahwa “Sifat terpenting dari bidang politik adalah
penggunaan kekuasaan oleh suatu golongan anggota masyarakat terhadap golongan
lain. Dalam ilmu politik selalu ada kekuasaan atau kekuatan.” Idrus Affandi
mendefinisikan: “Ilmu politik ialah ilmu yang mempelajari kumpulan manusia yang
hidup teratur dan memiliki tujuan yang sama dalam ikatan negara.”
Masih banyak pengertian tentang politik dan atau ilmu
politik yang disampaikan para ahli. Namun dari yang sudah terkutip kiranya
dapat dipahami bahwa politik secara teoritis meliputi keseluruhan azas dan ciri
khas dari negara tanpa membahas aktivitas dan tujuan yang akan dicapai negara.
Sedangkan secara praktis, politik mempelajari negara sebagai suatu lembaga yang
bergerak dengan fungsi-fungsi dan tujuan-tujuan tertentu (negara sebagai
lembaga yang dinamis).
2.2 Pengertian
Bisnis
Bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa
kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis
kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti
“sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian,
sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan. Dalam
ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis
dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya.
Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan
waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis
mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan
meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang
bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras
dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh
pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.
Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang
atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan.
Kata “bisnis” sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya — penggunaan
singular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis
(hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan.
Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu, misalnya
“bisnis pertelevisian.” Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh
aktivitas yang dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa. Meskipun
demikian, definisi “bisnis” yang tepat masih menjadi bahan perdebatan hingga
saat ini. Jenis-jenis Bisnis
1.
Monopsoni,
adalah keadaan dimana satu pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau
menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar
komoditas.Kondisi Monopsoni sering terjadi didaerah-daerah Perkebunan dan
industri hewan potong (ayam), sehingga posisi tawar menawar dalam harga bagi
petani adalah nonsen. Perlu diteliti lebih jauh dampak fenomena ini, apakah ada
faktor-faktor lain yang menyebabkan Monopsoni sehingga tingkat kesejahteraan
petani berpengaruh.
Contohnya : hanya ada satu perusahaan yang menangani kereta api di Indonesia yaitu, PT.KAI
Contohnya : hanya ada satu perusahaan yang menangani kereta api di Indonesia yaitu, PT.KAI
2.
Monopoli
(dari bahasa Yunani: monos, satu + polein, menjual)
adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar.
Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai
“monopolis”. Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat
menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan
diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang
tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki
suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu
mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat
barang subtitusi (pengganti) produk tersebut atau —lebih buruk lagi— mencarinya
di pasar gelap.
3.
Oligopsoni,
adalah keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan
atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar
komoditas.
4.
Oligopoli
adalah adalah pasar di mana penawaran satu jenis barang dikuasai oleh beberapa
perusahaan. Umumnya jumlah perusahaan lebih dari dua tetapi kurang dari
sepuluh.
Dalam
pasar oligopoli, setiap perusahaan memposisikan dirinya sebagai bagian yang
terikat dengan permainan pasar, di mana keuntungan yang mereka dapatkan
tergantung dari tindak-tanduk pesaing mereka. Sehingga semua usaha promosi, iklan, pengenalan produk baru, perubahan
harga, dan sebagainya dilakukan dengan tujuan untuk menjauhkan konsumen dari
pesaing mereka. Praktek oligopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya
untuk menahan perusahaan-perusahaan potensial untuk masuk kedalam pasar, dan
juga perusahaan-perusahaan melakukan oligopoli sebagai salah satu usaha untuk
menikmati laba normal di bawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga
jual terbatas,
sehingga menyebabkan kompetisi harga diantara pelaku usaha yang melakukan
praktek oligopoli menjadi tidak ada.
Struktur pasar oligopoli umumnya terbentuk pada
industri-industri yang memiliki capital intensive yang tinggi, seperti,
industri semen, industri mobil, dan industri kertas.
2.3 Perbedaan
Bisnis dan Politik di orde baru dan Reformasi
1.
Lahirnya Orde Baru
Akibat adanya pemberontakan Gerakan
30 September timbullah reaksi dari berbagai Parpol,Ormas,Mahasiswa
dan kalangan pelajar. Pada tanggal 8 Oktober 1965 partai politik seperti IPTKI,
NU, Partai Kristen Indonesia, dan organisasi massa lainnya melakukan apel
kebulatan tekad untuk mengamankan Pancasila dan menuntut pembubaran PKI serta
ormas-ormasnya. Pada tanggal 23 Oktober 1965 parpol yang anti komunis membentuk
Front Pancasila dan diikuti oleh pembentukan KAMI ( Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia ), KAPI ( Ksatuan Aksi Pelajar Indonesia ), dan lain-lain. Pada
tanggal 10 Januari 1966 KAMI mencetuskan TRITURA (Tiga Tuntutan Rakyat) “Bubarkan PKI dan ormas-ormasnya, Bersihkan kabinet dari unsur PKI, dan turunkan
harga-harga”
2.
Kebijakan Politik
Orde Baru
Rezim Orde Baru memiliki kekuasaan penuh mengendalikan kehidupan
politik masa itu. Kebijakan politik yang diterapkan dalam masa Orde Baru dapat
dilihat dari awal lahirnya Orde Baru. Pemberangusan hak-hak berpolitik bagi eks
anggota PKI dan keluarganya, merupakan salah satu kebijakan yang mengundang
kontroversi dari masyarakat. Pemerintah Orde Baru memberikan kesempatan politik
hanya kepada golongan tertentu saja. Menjelang dilaksanakannya pemilu pada
tahun 197, jumlah partai yang menjadi peserta, tidak sebanyak partai politik di
tahun 1955.
Dari hasil pemilu tersebut para
wakil-wakil partai menduduki 360 kursi ditambah 100 kursi lagi yang
anggota-anggotanya diangkat oleh Presiden sehingga anggota DPR berjumlah 460
orang. Dari susunan kursi DPR yang semacam ini maka DPR selalu mendukung
kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Untuk pemiliu-pemilu selanjutnya 7
tahun 1977,1982,1987,1992,
hingga 1997 pemerintah menyederhanakan jumlah partai politik yang ada. Hal ini
dilakukan sesuai dengan Undang-Undang nomor 3 tahun 1975 . Partai Persatuan
Pembangunan merupakan fusi dari partai-partai islam seperti NU, Parmusi, PSSI,
dan PERTI. Sedangkan Partai Demokrasi Indonesia adalah fusi dari PNI, Partai
Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo, hanya Golkar yang tidak mempunyai fusi
partai manapun.
3.
Jatuhnya Pemerintahan Orde Baru
Pemerintah Orde Baru selama 32 tahun, ternyata
tidak konsisten dan konsekuen terhadap tekad awalnyamuncul Orde Baru. Pada
awalnya Orde Baru bertekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen dalam tatanan bermasyarakat, berbangsa, dan bertanah air. Latar
belakang munculnya tuntutan Soeharto agar mundur dari jabatannya atau yang
menjadi titik awal berakhirnya Orde Baru.
1.
Adanya krisis politik di mana setahun sebelum pemilu
1997, kehidupan politik Indonesia mulai memanas. Pemerintah yang didukung
Golkar berusaha memepertahankan kemenangan mutlak yang telah dicapai dalam lima
pemilu sebelumnya. PPP begitupun PDI ataupun Golkar dianggapa tidak mampu lagi
memenuhi aspirasi politik masyarakat.
2.
Adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada
pertengahan Juli 1997. Sebenarnya krisis 8 ini juga terjadi dibeberapa negara
di Asia namun Indonesialah yang merasakan dampak yang paling buruk. Hal ini
disebabkan karena pondasi perekonomian Indonesia rapuh, praktik KKN, dan
monopoli ekonomi mewarnai pembangunan ekonomi Indonesia.
3.
Adanya krisis Sosial, bersamaan dengan krisis ekonomi
kekerasan di masyarakat semakin meningkat. Melonjaknya angka pengangguran.
Kesenjangan ekonomi menyebabkan kecemburuan sosial di tengah masyarakat.
Gerakan moral dalam aksi damai menuntut reformasi mulai ditunggangi berbagai
kepentingan individu dan kelompok.
4.
Pelaksanaan hukum di masa Orde Baru terdapat banyak
ketidakadilan. Misalnya kekuasaan kehakiman yang dinyatakan dalam pasal 24 UUD
1945 bahwa kehakiman memilik kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan
pemerintahan. Namun pada kenyataannya kekuasaan kehakiman berada di bawah
kekuasaan eksekutif.
Kronologi jatuhnya pemerintahan Orde
Baru berawal dari terpilihnya kembali Soeharto sebagai presiden melalui sidang
umum MPR yang berlangsung tanggal 1 – 11 Maret 1998, ternyata tidak
menimbulkan dampak positif yang berarti bagi upaya pemulihan kondisi ekonomi
bangsa justeru memperparah gejolak krisis. Dan gelombang aksi mahasiswa silih
berganti menyuarakan beberapa agenda reformasi.
Keberhasilan Pemerintahan Orde Baru
dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, harus diakui sebagai suatu prestasi
besar bagi bangsa Indonesia. Di tambah dengan meningkatnya sarana dan prasarana
fisik infrastruktur yang dapat dinikmati oleh sebagian besar masyarakat
Indonesia.
Namun, keberhasilan ekonomi maupun
infrastruktur Orde Baru kurang diimbangi dengan pembangunan mental ( character
building ) para pelaksana pemerintahan (birokrat), aparat keamanan maupun
pelaku ekonomi (pengusaha / konglomerat). Kalimaksnya, pada pertengahan tahun
1997, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sudah menjadi budaya (bagi
penguasa, aparat dan penguasa).
2.4 Bisnis
dan Politik Di massa Orde Baru
Orde Baru mewarisi kondisi ekonomi (Bisnis) yang buruk dari
Orde Lama, hal ini dapat dilihat pada sejumlah data sebagai berikut cadangan
devisa menciut sampai (0) nol (pada 1965), inflasi meningkat sampai 650% (pada
1966); daerah pedesaan Jawa tergolong sangat miskin, menyebabkan Nathan Keyfitz
menggambarkannya sebagai “sesak napas karena kekurangan tanah”. Fokus di awal pemerintahan ialah menyelamatkan
perekonomian nasional. Masa Orde Baru untuk kemudian menyusun blue print
pembangunan melaui pembangunan lima tahun dan Pembangunan jangka panjang (25
tahun). Kalangan teknokrat yang dipimpin Widjojo Nitisastro memberikan landasan
ilmiah dan merancang bangun perekonomian nasional.
Orde Baru menggunakan konsep
stabilisasi Politik dan Bisnis (pembangunan ekonomi). Konsep tersebut berimbas
langsung pada bisnis dan politik. Pembangunan ekonomi yang dikembangkan
mengandalkan pada pertumbuhan ekonomi, sedangkan stabilisasi Politik berupa
penguatan Negara dari segala bentuk oposisi. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi
pada Orde Baru menurut Perkins tak bisa dilepaskan dari bias delusi yang
dilakukan pihak barat untuk menopang keuntungan sejumlah korporat. Pertumbuhan ekonomi yang mengandalkan pada konglomerasi secara
kritis dimaknai sebagai ersatz kapitalisme oleh Yoshihara Kunio.
Yoshihara
Kunio menuturkan pola hubungan bisnis dan politik di Indonesia ialah ersatz
capitalism. Secara asal kata ersatz (bahasa Jerman) berarti subtitusi atau
pengganti, kata ini digunakan dalan bahasa Inggris berarti pengganti yang lebih
inferior. Secara etimologis kapitalisme ersatz berarti bukan kapitalisme yang
tulen. Ada dua hal yang menyebabkan kapitalisme menjadi ersatz; pertama campur
tangan pemerintah terlalu banyak sehingga mengganggu prinsip persaingan bebas
dan membuat kapitalisme menjadi tidak dinamis, kedua kapitalisme di Asia
Tenggara tidak didasarkan perkembangan teknologi yang memadai.
Kapitalisme
Asia Tenggara (termasuk Indonesia) disebut semu karena ia didominasi oleh para
pemburu rente (rent seekers). Bersifat semu dikarenakan didominasi oleh kaum
kapitalis Cina. Sebenarnya, terdapat jenis- jenis kapitalis yang janggal
seperti kapitalis konco dan kapitalis birokrat. Di samping itu, ada
pemimpin-pemimpin politik, anak-anak dan sanak keluarga mereka, dan keluarga
keraton terlibat dalam bisnis. Apa yang mereka buru bukan hanya proteksi
terhadap kompetisi asing, tetapi juga konsesi, lisensi, hak monopoli, dan
subsidi pemerintah (dalam bentuk pinjaman berbunga rendah dari lembaga-lembaga
keuangan pemerintah). Sebagai akibatnya, telah tumbuh dengan subur segala macam
penyelewengan.
Berkaitan
dengan campur tangan pemerintah yang terlalu banyak dapat dilihat pada kasus
mobil nasional pada tahun 1996. Campur tangan berlebihan dapat dilihat pada
pembebasan bea berupa pajak barang mewah 35 %, PT Timor Putra Nasional
(pemiliknya Tommy Soeharto) menjadi satu satunya perusahaan yang mendapat
keistimewaan mobil nasional. Penyikapan seperti inilah yang menjadi potret dari
pola hubungan bisnis- politik di era Orde Baru. Peraturan disesuaikan agar
menguntungkan bagi kongsi yang sealiran dengan pemerintahan. Harapan melihat
munculnya kelas menengah dan kalangan kapitalis tulen tereduksi secara serius.
Kalangan kapitalis justru menjadi penikmat status quo dikarenakan pemburuan
rente yang dilakukan, sehingga menjelaskan stabilisasi politik yang terjadi
dengan merangkul kekuatan modal ke dalam pilar penyangga kekuasaan.
Berkaitan
dengan perkembangan teknologi yang memadai. Arah kebijakan teknologi Indonesia
yang mengarah pada tingkat tinggi berupa pembuatan pesawat terbang, helikopter,
namun abai terhadap teknologi pertanian, tekstil- menimbulkan ambivalensi
ekonomi. Di satu sisi Indonesia terlihat maju dengan membangun industri dalam
skala high cost, yang memerlukan keahlian tinggi dan modal besar; namun di sisi
lain teknologi fundamental dan merakyat serta menyangga perekonomian bangsa
tidak berkembang dengan optimal.
Orde
Baru dalam kaitannya dengan korporat asing juga menerapkan pola rente.
Pembangunan infrastrukur, pertambangan, listrik, dan teknologi tinggi lainnya
membawa pemodal asing masuk ke Indonesia. Kontrak jangka panjang (seperti
Kontrak Karya Pembangunan Freeport), dikarenakan besarnya modal dan diharapkan
dapat terjadi alih teknologi di kemudian hari. Korporat asing di Orde baru pun
menikmati pola bisnis- politik yang diterapkan. Model kolusi memungkinkan bagi
pengabaian aspek lingkungan, corporate social responsibility, dan rendahnya
upah buruh sebagai keunggulan komparatif Indonesia.
Pola
ini yang membawa implikasi pada kronisnya krisis ekonomi yang menghantam
Indonesia dan membawa implikasi sosial Politik yang rumit. Pada bagian
reformasi dapat dilihat bagaimana pola ini mengalami pergeseran.
2.5 Di Masa Reformasi
Masa
reformasi menggenggam harapan bagi perbaikan Indonesia ke depannya dibanding
era pendahulunya. Namun harapan terkadang berseberangan dengan kenyataan.
Melihat masa reformasi konsep korporatokrasi yang digagas John Perkins layak
untuk diutarakan sebagai analisa. Korporatokrasi menunjukkan bahwa dalam rangka
membangun imperium global, maka berbagai korporasi besar, bank, dan
pemerintahan bergabung menyatukan kekuatan finansial dan politiknya untuk
memaksa masyarakat dunia mengikuti kehendak mereka. Istilah korporatokrasi
dapat digunakan untuk menunjukkan betapa korporasi atau perusahaan besar dalam
kenyataannya dapat mendikte, bahkan kadang- kadang membeli pemerintahan untuk
meloloskan keinginan mereka.
Meredupnya
peran Negara dikarenakan sorotan publik yang begitu besar dan arus tuntutan reformasi
yang menghendaki pembagian kekuasaan. Pemerintah yang berkuasa sepanjang era
Reformasi merupakan aliansi koalisi sehingga dalam menjalankan kekuasaannya
tidak bisa serta merta apa yang diinginkan itu yang dilakukan.Masa Habibie(era
transisi-dengan dukungan dari Golkar & militer) Masa Abdurahman Wahid
(poros tengah- kalangan partai Islam), Masa Megawati (PDIP ) Masa Susilo
Bambang Yudhoyono (koalisi besar ;Demokrat-7,45% suara nasional,
Golkar, PKS, PBB), memperlihatkan bagaimana pemerintah harus melakukan kompromi
dalam menjalankan roda kekuasaannya.
Masa Reformasi memperlihatkan
bagaimana kepentingan BISNIS mampu mempengaruhi domain politik. Konglomerat
yang dibesarkan oleh Orde Baru, tumbuh sendiri, ataupun korporat besar asing
mampu mempengaruhi pemerintah yang memerlukan pilar ekonomi untuk menunjang
kepemimpinannya. Contoh dari korporatokrasi dapat dilihat pada Peraturan
Presiden No 77/ 2007 tentang kepemilikan modal, pihak asing diperbolehkan
memiliki 95 % kepemilikan di bidang pembangkit tenaga listrik, jasa pengeboran
minyak dan gas bumi, pengusahaan air minum. Peraturan ini memberi aturan legal
bagi perusahaan asing untuk menguasai sendi- sendi vital bangsa.
Korporatokrasi ini jika dilihat dari Bisnis dan Politik
merupakan konsep destruktif bagi keduanya.
a.
Dari
sisi bisnis, korporat raksasa dengan bantuan economic hit man akan membuat
ekuilibrium bisnis semakin timpang. Korporat-korporat besar akan semakin
mengglobal dan menghegemonik dalam penguasaan modal, di samping itu ciri
kapitalisme sejati berupa persaingan bebas tidak terjadi lagi.
b.
Dari
sisi politik, kedaulatan pemerintah akan dipertanyakan, ataukah sekedar
komprador korporat besar.
Melihat pola hubungan bisnis
dan politik pada era Orde Baru dan masa Reformasi maka kita belum melihat
tertujunya pola menuju kesejahteraan bersama. Kemakmuran hanya dinikmati
segelintir saja dan gagal terdistribusi ke masyarakat secara keseluruhan. Masa
reformasi terlebih menjelang pemilihan presiden memiliki momentum politik untuk
melakukan sejumlah perbaikan dalam melihat pola bisnis dan politik. Alternatif
ekonomi kerakyatan, jalan ketiga Giddens, ekonomi syariah, merupakan sekian
opsi yang tersedia untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara etimologis, politik berasal dari kata Yunani polis
yang berarti kota atau negara kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi
polites yang berarti warganegara, politeia yang berarti semua yang berhubungan
dengan negara, politika yang berarti pemerintahan negara dan politikos yang
berarti kewarganegaraan.
Bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa
kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis
kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti
“sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian,
sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang
atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan.
Kata “bisnis” sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya — penggunaan
singular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis
(hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Penggunaan
yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu, misalnya “bisnis
pertelevisian.” Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh aktivitas yang
dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa. Meskipun demikian, definisi
“bisnis” yang tepat masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini.
Orde Baru menggunakan konsep stabilisasi Politik dan Bisnis
(pembangunan ekonomi). Konsep tersebut berimbas langsung pada bisnis dan
politik. Pembangunan ekonomi yang dikembangkan mengandalkan pada pertumbuhan
ekonomi, sedangkan stabilisasi Politik berupa penguatan Negara dari segala
bentuk oposisi. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada Orde Baru menurut Perkins
tak bisa dilepaskan dari bias delusi yang dilakukan pihak barat untuk menopang
keuntungan sejumlah korporat. Pertumbuhan ekonomi yang mengandalkan pada
konglomerasi secara kritis dimaknai sebagai ersatz kapitalisme oleh Yoshihara
Kunio.
Melihat pola hubungan bisnis
dan politik pada era Orde Baru dan masa Reformasi maka kita belum melihat
tertujunya pola menuju kesejahteraan bersama. Kemakmuran hanya dinikmati
segelintir saja dan gagal terdistribusi ke masyarakat secara keseluruhan. Masa
reformasi terlebih menjelang pemilihan presiden memiliki momentum politik untuk
melakukan sejumlah perbaikan dalam melihat pola bisnis dan politik. Alternatif
ekonomi kerakyatan, jalan ketiga Giddens, ekonomi syariah, merupakan sekian
opsi yang tersedia untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo,
Miriam, 2008, Dasar- Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia
Rahman, A,
2007, Sistem Politik Indonesia, Pt Graha Ilmu, Yogyakarta.
Yoshihara,
Kunio, 1991, Kapitalisme Semu Asia Tenggara, Jakarta: LP3ES
http
;//www.wikipedia.org/sejarah indonesia//
Masraffi merupakan situs belajar akuntansi terbaik
BalasHapusSebagai seorang Akuntan Publik, saya telah merekomendasikan klien kepada Tn. Pedro selama bertahun-tahun dengan hasil yang luar biasa. Baru-baru ini saya berkesempatan menggunakan jasanya untuk pinjaman rumah saya, dan sekarang saya tahu mengapa klien saya selalu senang! Dia teliti, tepat waktu, ramah, dan yang terpenting berpengetahuan luas. Saya pasti akan merekomendasikannya untuk waktu yang lama kepada siapa pun yang mencari pinjaman, silakan hubungi Tn. Pedro dan perusahaan pendanaannya, Tn. Pedro adalah petugas pinjaman yang bekerja dengan investor terkemuka yang siap mendanai segala jenis proyek asalkan Anda bersedia melakukan pengembalian dana seperti yang dijanjikan. Berikut adalah informasi kontak Tn. Pedro” pedroloanss@gmail.com WhatsApp +393510140339 .
BalasHapus